BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sumber daya alam merupakan salah
satu modal dasar dalam pembangunan nasional, oleh karena itu harus dimanfaatkan
sebesar besarnya untuk kepentingan rakyat dengan memperhatikan kelestarian
hidup sekitar. Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumber daya alam adalah
kegiatan penambangan bahan galian, tetapi kegiatan-kegiatan penambangan selain
menimbulkan dampak positif juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan hidup terutama berubahnya estetika lingkungan, habitat flora dan
fauna menjadi rusak, penurunan kualitas tanah, penurunan kualitas air atau
penurunan permukaan air tanah, timbulnya debu dan kebisingan. Sumber daya
mineral yang berupa endapan bahan galian memiliki sifat khusus dibandingkan
dengan sumber daya lain yaitu biasanya disebut wasting assets atau
diusahakan ditambang, maka bahan galian tersebut tidak akan “tumbuh” atau tidak
dapat diperbaharui kembali. Dengan kata lain industri pertambangan merupakan
industri dasar tanpa daur, oleh karena itu di dalam mengusahakan industri
pertambangan akan selalu berhadapan dengan sesuatu yang serba terbatas, baik
lokasi, jenis, jumlah maupun mutu materialnya. Keterbatasan tersebut ditambah
lagi dengan usaha meningkatkan keselamatan kerja serta menjaga kelestarian
fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian dalam mengelola sumberdaya mineral
diperlukan penerapan sistem penambangan yang sesuai dan tepat, baik ditinjau
dari segi teknik maupun ekonomis, agar perolehannya dapat optimal
(Prodjosoemanto, 2006).
Kemajuan dalam bidang industri yang sangat pesat
diindonesia, mengakibatkan banyak perusahaan membuka lahan pertambangan baru
didaerah indonesia. Pertambangan yang dilakukan oleh pengusaha diindonesia
dilakukan hanya untuk bertujuan komersial diri pribadi mereka sendiri sehingga
dampak hasil yang didapatkan dari pertambangan dapat berimbas kepada
lingkungan. Lingkungan yang berada pada sekitaran lahan pertambangan
mengakibatkan kesehatan lingkungan berkurang malah makin memburuk. Sebab
pertambangan yang dilakukan dapat dikarenakan banyak penyalahgunaan proses
pertambangan. Proses pertambangan sudah diatur dalam perizinan pertambangan
oleh Kementrian Pertambangan dan Energi, namun banyak pengusaha nakal yang
melakukan penyalahgunaan proses pertambangan seperti tidak memerhatikan limbah
hasil pembuangan proses pertambangan serta penggunaan lahan yang berlebihan
yang tidak sesuai dengan kontrak kerja pertambangan.
Sektor pertambangan adalah
merupakan salah satu sektor yang dapat dikembangkan dengan baik dan dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia asalkan dapat dikelolah dengan baik
dan bertanggung jawab. Pembangunan sektor pertambangan haruslah diselenggarakan
secara terpadu dengan pembangunan daerah
dan pengembangan wilayah. Dalam konteks pembangunan sektor pertambangan
secara terpadu ini, maka jelas fungsi dan peran sektor pertambangan rakyat
terutama untuk mewujudkan aspek pemerataan dan perluasan lapangan kerja
didaerah, khususnya pada sektor pertambangan dan dapat terdistribusi secara
layak pada masyarakat luas. Pada umunya di Indonesia, para pengusaha
pertambangan rakyat masih menggunakan
cara penambangan dan pengelolaan secara tradisional, namun perhatian dalam
melestarikan lingkungan serta penanganan limbahnya masih sangat rendah. Tambang
Skala Kecil (Artisanal and Small-scale Mining/ASM) memainkan peranan
ekonomi yang penting di banyak negara berkembang. Tambang skala kecil dapat
sangat membahayakan lingkungan dan seringkali menghasilkan dampak kesehatan dan
resiko keselamatan yang serius bagi pekerja dan masyarakat di sekitarnya.
Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan
bijih dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri (Hg) digunakan sebagai
media untuk mengikat emas.
Kegiatan pertambangan bahan
galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun
waktu yang lama terjadi di desa Sekotong, konsep dasar pengolahan relatif tidak
berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi peralatan
pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan semakin membesar.
Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah
menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan semakin dalam mencapai
lapisan
bumi jauh di bawah permukaan. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang
menimbulkan dampak perubahan budaya dan adat istiadat yang sangat besar dan bersifat penting.
Pengaruh kegiatan pertambangan mempunyai dampak yang sangat signifikan terutama
berupa kebudayaan yang awalnya mencari nafkah dengan bertani maka beralih
menjadi penambang yang sngat beresiko pada kesehatan masyarakat. Masyarakat yang menambang ini umumnya memiliki
sejumlah kendala antara lain seperti: modal yang terbatas, kemampuan teknis
penambangan yang rendah, minimnya pemahaman standard lingkungan yang layak,
penggunaan peralatan yang tradisional dan sederhana. Umumnya mereka ini bekerja
dengan membentuk kelompok kecil dengan keterikatan kerja yang longgar, terkadang
masih memiliki keterkaitan tali persaudaraan. Seperti juga perusahaan
pertambangan raksasa, masyarakat yang menambang ini juga dituding sebagai
sumber terjadinya degradasi lingkungan. Mulai dari rusaknya bentang alam,
lenyapnya vegetasi permukaan, meningkatnya erosi, bahkan peristiwa banjir dan
kekeringan, serta perubahan budaya dan adat istiadat yang di jalankan
masyarakat. (Farrell, L. et al.,
2004).
B. Fokus
Infestigasi dan Perumusan Masalah
1.
Apakah
ada pengaruh pertambangan terhadap budaya dan adat istiadat masyarakat Sekotong
?
2.
Bagaimana
pengaruh pertambangan tersebut terhadap budaya dan adat istiadat masyarakat
Sekotong ?
C. Tujuan
Infestigasi
1.
Mengetahui
adanya pengaruh pertambangan terhadap budaya dan adat istiadat masyarakat
Sekotong.
2.
Mengetahui
pengaruh pertambangan tersebut terhadap budaya dan adat istiadat masyarakat
sekotong.
D. Landasan
Teori
Pertambangan adalah
rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian),
pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas).
Paradigma baru kegiatan industri
pertambangan ialah mengacu pada konsep Pertambangan
yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan, yang
meliputi :
a.
Penyelidikan Umum (prospecting)
g.
Pengolahan (mineral
dressing)
k.
Pengakhiran Tambang (Mine Closure)
Ilmu Pertambangan : ialah ilmu
yang mempelajari secara teori dan praktik hal-hal yang berkaitan dengan industri
pertambangan berdasarkan prinsip praktik pertambangan yang baik dan benar (good mining practice)
Pertambangan di Indonesia
Menurut UU No.11 Tahun 1967, bahan
tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A (yang disebut sebagai bahan
strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan
tidak vital).
a.
Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi
pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan
sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya
minyak, uranium dan plutonium.
b.
Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang
banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga.
c.
Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap
langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer,
batu kapur dan asbes. Industri pertambangan
Pada industri, emas diperoleh dengan
cara mengisolasinya dari batuan bijih emas (ekstraksi). Menurut Greenwood dkk
(1989), batuan bijih emas yang layak untuk dieksploitasi sebagai industri
tambang emas, kandungan emasnya sekitar 25 g/ton (25 ppm).
Berdasarkan proses terbentuknya, endapan emas
dikatagorikan menjadi dua yaitu :
1.
Endapan primer / Cebakan Primer
Pada umumnya emas ditemukan dalam bentuk logam (native) yang terdapat di dalam retakan-retakan batuan kwarsa dan dalam bentuk mineral yang terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karenaproses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal.
Pada umumnya emas ditemukan dalam bentuk logam (native) yang terdapat di dalam retakan-retakan batuan kwarsa dan dalam bentuk mineral yang terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karenaproses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal.
2.
Endapan plaser / Cebakan Sekunder
Emas juga ditemukan dalam bentuk
emas aluvial yang terbentuk karena proses pelapukan terhadap batuan-batuan yang
mengandung emas (gold-bearing rocks, Lucas, 1985). Dimana pengkonsentrasian
secara mekanis menghasilkan endapan letakan ( placer ).
Metode penambangan emas sangat dipengaruhi oleh karakteristik cebakan
emas primer atau sekunder yang dapat mempengaruhi cara pengelolaan lingkungan
yang akan dilakukan untuk meminimalisir dampak kegiatan penambangan tersebut.
Cebakan emas primer dapat ditambang secara tambang terbuka ( open pit
) maupun tambang bawah tanah ( underground minning ). Sementara
cebakan emas sekunder umumnya ditambang secara tambang terbuka.
Cebakan Primer
Cebakan primer merupakan cebakan
yang terbentuk bersamaan dengan proses pembentukan batuan. Salah satu tipe
cebakan primer yang biasa dilakukan pada penambangan skala kecil adalah bijih tipe vein ( urat ), yang umumnya
dilakukan dengan teknik penambangan bawah tanah terutama metode gophering /
coyoting ( di Indonesia disebut lubang tikus ). Penambangan dengan sistem
tambang bawah tanah (underground), dengan membuat lubang bukaan mendatar berupa
terowongan (tunnel) dan bukaan vertikal berupa sumuran (shaft) sebagai akses
masuk ke dalam tambang. Penambangan dilakukan dengan menggunakan peralatan
sederhana ( seperti pahat, palu, cangkul, linggis, belincong ) dan dilakukan
secara selectif untuk memilih bijih yang mengandung emas baik yang berkadar
rendah maupun yang berkadar tinggi.
Terhadap batuan yang ditemukan,
dilakukan proses peremukan batuan atau penggerusan, selanjutnya dilakukan
sianidasi atau amalgamasi, sedangkan untuk tipe penambangan sekunder umumnya
dapat langsung dilakukan sianidasi atau amalgamasi karena sudah dalam bentuk
butiran halus.
Beberapa karakteristik dari bijih
tipe vein ( urat ) yang mempengaruhi teknik penambangan antara lain :
1.
Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada
badan urat.
2.
Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar.
3.
Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit sehingga
rentan dengan pengotoran ( dilution ).
4.
Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi
rekahan, dan zona geser (regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan
terjadinya efek dilution pada batuan samping.
5.
Perbedaan assay ( kadar ) antara urat dan batuan
samping pada umumnya tajam, berhubungan dengan kontak dengan batuan samping,
impregnasi pada batuan samping, serta pola urat yang menjari ( bercabang ).
6.
Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai
rentang yang terbatas, serta mempunyai kadar yang sangat erratic ( acak / tidak
beraturan ) dan sulit diprediksi.
7.
Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle.
Dengan memperhatikan karakteristik
tersebut, metode penambangan yang umum diterapkan adalah tambang bawah tanah (
underground ) dengan metode Gophering, yaitu suatu cara penambangan yang tidak
sistematis, tidak perlu mengadakan persiapan-persiapan penambangan (
development works ) dan arah penggalian hanya mengikuti arah larinya cebakan
bijih. Oleh karena itu ukuran lubang ( stope ) juga tidak tentu, tergantung
dari ukuran cebakan bijih di tempat itu dan umumnya tanpa penyanggaan yang
baik.
Cara penambangan ini umumnya tanpa
penyangga yang memadai dan penggalian umumnya dilakukan tanpa alat-alat
mekanis. Metode tambang emas
seperti ini umum diterapkan di berbagai daerah operasi tambang rakyat di Indonesia, seperti di Ciguha,Pongkor-Bogor;
GunungPeti,Cisolok-Sukabumi; Gunung Subang,Tanggeung-Cianjur;
Cikajang-Garut; Cikidang,Cikotok-Lebak; Cineam-Tasikmalaya; Kokap-Kulonprogo;
Selogiri-Wonogiri; Punung-Pacitan; Tatelu-Menado; BatuGelas,RataTotok-Minahasa;
Bajuin-TanahLaut; Perenggean-PalangkaRaya; Ketenong-Lebong; dan
lain-lain.
Penambangan dilakukan secara
sederhana, tanpa development works, dan langsung menggali cebakan bijih
menuruti arah dan bentuk alamiahnya. Bila cebakan bijih tersebut tidak homogen,
kadang-kadang terpaksa ditinggalkan pillar yang tak teratur dari bagian-bagian
yang miskin.
Dampak
Negatif Kegiatan Pertambangan Terhadap Sosial Budaya
Berkembangnya usaha tambang rakyat
berimplikasi kepada berbagai aspek, diantaranya adalah pemanfaatan lahan
pertanian untuk lokasi penambangan yang menyebabkan berkurangnya luas garapan
bagi petani. Selanjutnya tenaga kerja di sektor pertanin lebih memilih melakukan
pekerjaan di luar sektor pertanian, termasuk sebagai tenaga kerja pada usaha tambangPerpindahan
tenaga kerja disektor pertanian ke non pertanian diperkirakan akan menghadapi
sejumlah persoalan, baik jangka pendek maupun dalam jangka waktu panjang. Dalam
jangka pendek,pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki petani sering kurang
dan bahkan tidak relevan dengan jenis pekerjaan diluar sektor pertanian. Oleh
sebab itu, tingkat produktivitasnya sebagai tenaga kerja cenderung rendah
sehingga gaji/upah yang diterima relative kecil. Petani sering hanya menjadi
tenaga kerja/buruh untuk berbagai jenis pekerjaan, dan mempunyai kedudukan
sangat rapuh terhadap pekerjaannya. Perkembangan usaha tambang juga menyebabkan
kedatangan tenaga kerja migrant dari berbagai daerah di Indonesia. Tenaga
kerja/pekerja tambang yang seluruhnya adalah laki
-laki, jumlahnya ratusan orang membawa berbagai
kebiasaan dan budaya yang berbeda dari kebiasaan dan budaya masyarakat. Dalam kesehariannya
interaksi antara pekerja migrant dengan masyarakat tempatan memungkinkan
terjadinya pergeseran – pergeseran prilaku dari masyarakat tempatan.
Kegiatan
penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak ekosistem hutan.
Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan secara keseluruhan dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara.
Pencemaran
lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata
lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan
merugikan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran
benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya,
dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan
tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003).
Sebagai
contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih
dilakukan dengan proses amalgamasi di mana merkuri (Hg) digunakan sebagai media
untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran
logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin
secara terarah. Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu
dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang
dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas.
Sedangkan
pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi. Pelaku
tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah,
karena jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai
wilayah konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan
penggalian dimulai dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top
Soil kemudian disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk
penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya adalah menggali batuan
yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke processing plant
dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah sisa
batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.
Limbah
tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan
pertambangan yang tidak diperlukan. Tailing hasil penambangan emas biasanya
mengandung mineral inert (tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa,
kalsit dan berbagai jenis aluminosilikat. Tailing hasil penambangan emas
mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti Arsen (As),
Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lainnya. Sebagian
logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang masuk dalam
kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Misalnya,
Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini bila
bercampur dengan enzime di dalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan
enzime untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting.
Logam Hg ini dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan
kulit. Karena sifatnya beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat
berbahaya jika terhisap oleh manusia, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil.
Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang
terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya
penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan rambut
dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf.
Untuk
mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui
penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus
peningkatan efisiensi penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery)
logam emas.
Solusi
Solusi
Pencegahan
pencemaran adalah tindakan mencegah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia agar kualitasnya tidak turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Dalam
bentuk, pertama, remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan
permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ
(atau on-site) dan ex-situ (atau off-site).
Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini
lebih murah dan lebih mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan
bioremediasi.
Pembersihan
off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah
yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat
pencemar. Caranya, tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian
zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar
dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air
limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
Kedua,
bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi
zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon
dioksida dan air).
Ketiga,
penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan agar
dapat mengurangi pencemaran Hg.
Keempat,
perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam
menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Sebelum
dilaksanakannya, kegiatan penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu dampaknya
terhadap lingkungan. Kajian ini harus dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan
baik dan terus-menerus implementasinya, bukan sekedar formalitas kebutuhan
administrasi.
Kelima,
penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya perlu
dilakukan. Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko
kesehatan masyarakat akibat pencemaran B3 di wilayah penambangan.
E. Manfaat
Infestigasi
a. Manfaat
Teoritis
Secara
teoritis penulisan ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan . Selain itu dengan adanya
tulisan ini penulis berharap dapat menambah dan melengkapi perbendaharaan dan
koleksi karya ilmiah dengan memberikan kontribusi pemikiran bagi pemerintah untuk mencegah dampak negatif yang ditimbulkan
dari pertambangan.
b. Manfaat
Praktis
Secara
praktis penulisan ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan dan landasan bagi
penulis lanjutan, dan mudah-mudahan dapat memberikan masukan bagi pembaca
terutama bagi masyarakat dan
pemerintah dalam menetapkan kebijaksanaan lebih lanjut
terhadap pelaksanaan atau pun pemberlakuan pertambangan yang dapat memberikan
dampak yang besar bagi masyarakat. Penulisan ini juga diharapkan dapat
bermanfaat bagi masyarakat sehingga masyarakat dapat mengetahui dam memberikan
tanggapan terhadap pengaruh
pertambangan terhadap budaya dan adat istiadat masyarakat.
BAB II
METODE
PENGUMPULAN DATA
A. Pendekatan dan jenis infestigasi
Pendekatan yang digunakan
adalah perspektif social: Melakukan interpretasi atas kehidupan masyarakat
sekitar pertambangan, memahami prilaku social masyarakat daerah pertambangan
emas di sekotong. bagaimana interaksinya dengan pewawancara
Jenis investigasi: Wawancara
kepada narasumber dan observasi: Oservasi yang kami lakukan dengan melihat
langsung bagaimana kehidupan pekerja tambang dan masyarakat
setempat(orang-orang yang terlibat)
B. Kehadiran investigasi
Semua anggota kelompok hadir
dalam investigasi dan aktif dalam investigasi
C. Lokasi Infestigasi
Dusun jati, Desa pelangan,
Kecamatan sekotong, Kabupaten Lombok barat
D. Sumber Data
-
Narasumber pekerja tambang emas
di desa sekotong (Arsyah)
-
Pengamatan langsung proses
ekstraksi emas
E. Prosedur Pengumpulan Data
-
Mencatat dan merekam visual hasil
wawancara dengan pekerja tambang
-
Melakukan dokumentasi terhadap proses ekstraksi emas
F.
Analisis Data
-
Hasil wawancara tidak akurat karena perbedaan penuturan dari narasumber
1 dengan narasumber 2
-
Hasil penuturan narasumber tidak relevan dengan situasi keadaan
sebenarnya pada lokasi pertambangan emas
-
Perbedaan tingkah laku social dari narasumber sebelum dan sesudah
investigasi
G. Tahap-tahap Infestigasi
-
Merancang pertanyaan untuk narasumber
-
Menentukan narasumber
-
Melakukan infestigasi kepada narasumber 1(pekerja tambang)
-
Melakukan wawancara kepada narasumber 2( Pemilik tambang emas)
-
Melakukan pengamatan ekstraksi
emas dan pembuangan limbah emas
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN HASIL INFESTIGASI
Dari hasil penelitian yang kami lakukan, berikut adalah
paparan dari beberapa data yang kami peroleh dari hasil wawancara dan
observasi:
1.
Pertambangan illegal ini sudah berjalan sejak 6 tahun dan tidak ada ijin
resmi dari pemerintah setempat.
2.
Sering ada surat teguran dari pemerintah namun tak dihiraukan
masyarakat, jika pertambangan dihentikan maka maling akan merajalela.
3.
Sebelum ada pertambangan emas ini mayoritas penduduk mata pencahariannya
adalah bertani.
4.
Namun sejak 3 tahun terakhir 95%
petani beralih menjadi pekerja tambang karena pertambangan dirasa lebih
menjanjikan daripada bertani.
5.
Pekerja tambang mayoritas adalah pendatang dari usia anak-anak hingga
dewasa.
6.
Proses ekstraski emas berjalan selama 3 malam 3 hari.
7.
Dengan begitu Keagamaan terganggu, seperti solat dan lainya karena harus
menjaga tong kerucut selama proses ekstraksi emas berjalan.
8.
Rata –rata dalam 1 tong kerucut dapat mengekstraksi 40-50 gram emas
9.
Mengenai masalah pendidikan. Mungkin tidak banyak yang terobsesi pada
pendidikan tinggi, karena pekerja tambang sudah terlihat banyak anak kecil.
Dengan begitu mereka berpikir bahwa tanpa pendidikan tinggipun mereka dapat
menghasilkan uang.
10. Tidak ada teknik khusus
dalam pembuangan limbah dengan cara aman, hanya dengan di alirkan ke sungai
atau di alirkan saja ke kubangan lumpur.
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil observasi yang telah kami laksanakan di desa Sekotong kabupaten lombok
barat pada hari minggu tanggal 30 juni 2013 terkait dengan pengaruh
pertambangan terhadap sosial budaya masyarakat setempat, kami dapat
mengutarakan seputar objek yang menjadi pertanyaan. Pada lokasi pengolahan
emas, kami melontarkan beberapa pertanyaan kepada karyawan pada lokasi tersebut
termasuk pemilik tempat pengolahan emas, berdasarkan hasil pertanyaan bahwa
penambangan didaerah sekotong telah berlangsung 6 tahun dan penambangan
tersebut berpengaruh besar terhadap kesejahteraaan masyarakat sekotong, dari
ekonomi yang sangat rendah mengalami
peningkatan yang signifikan dan dari rumah bedek berubah menjadi rumah
bertembok dan berkeramik, selain itu rata-rata karyawan penambangan emas
tersebut memiliki kendaraan pribadi.
Masyarakat
sekotong sebelum melakukan penambangan, sebagian besar bekerja sebagai petani,
berkebun dan berternak, setelah ada penambangan ini, 95% masyarakat sekotong
beralih profesi menjadi penambang emas, karena dengan bekerja sebagai
penambang, masyarakat sekotong lebih sejahtera dari segi ekonomi, keuntungan
yang didapatkan lebih banyak. Yang dulunya didesa sekotong rawan sekali
pencurian dan perampokan, berkat adanya tambang emas tersebut menjadi tidak ada
lagi. Jamaah yang bisa berangkat haji ada peningkataan , dari dulu yang minim
sekali. Itu semua bisa dikatakan adanya pengaruh besar penambangan terhadap
masyarakat sekotong. Kalau dalam segi agama, kegiataan-kegiatan keagamaan tetap
berlangsung, seperti zikiran, pengajian, musyawarah dan sholat jum’at pun tetap
berlangsung seperti biasa, tetapi pengecualian untuk sholat berjamaah 5 kali sehari bagi karyawaan
kemungkinan jarang sekali dilaksanakan, karena kondisi mereka yang tidak
memungkinkan untuk berjamaah akibat penambangan dan proses pengolahan yang
cukup lama, dan kemungkinan juga mereka tidak bisa mengatur waktu antara sholat
dan bekerja.
Kehidupan
masyarakat sekotong yang laki-laki sebagian besar keseharianya menghabiskan
waktu ditempat penambangan dan pengolahan emas. Pergi pagi pulang sore, kondisi
tersebut tetap dilakukan setiap hari karena proses tersebut membutuhkan waktu
yang cukup lama. Oleh karena itu masyarakat sangat jarang ditemukan kumpul
bersama keluarga mereka di siang hari karena kebanyakan dilokasi penambangan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambangan emas membawa dampak yang sangat
besar terhadap kebiasaan hidup masyarakat sekotong. Dari bertani, berkebun dan
berternak beralih kepenambangan, dari yang rawan pencurian dan perampokan
menjadi tidak ada karena masyarakat sudah sejahtera, pergi pagi pulang sore
setiap hari, kegiatan keagamaan dalam hal ini sholat tetap berlangsung meskipun
agak berkurang dalam segi kebersamaan.
BAB V
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya
dalam suatu masyarakat. Adanya pengaruh pertambangan emas di wilayah Sekotong
Kecamatan Lombok Barat terhadap budaya warga di wilayah tersebut dimana sebelum
adanya pertambangan emas ini sebagian besar mata pencaharian warga sekotong
yaitu bertani namun dengan adanya pertambangan emas ini para petani berpindah
profesi menjadi penambang emas karena
keuntungan yang di hasilkan memang jauh lebih besar menjadi penambang emas di
bandingkan menjadi petani. Walaupun adanya aktifitas penambangan ini, kegiatan
keagamaan tetap berjalan seperti wajibnya melaksanakan ibadah sholat jumat
namun penambangan tetap berjalan.
b.
Kritik dan Saran
Berdasarkan uraian
masalah mengenai pengaruh pertambangan
terhadap budaya dan adat istiadat, penulis kemukakan
beberapa saran sebagai berikut :
1. Pemerintah harus mengkaji ulang, serta merevisi peraturan-peraturan yang
sudah tidak sesuai lagi mengenai pertambangan umum dan lainnya.
2. Penegakan supremasi hukum harus terus dilakukan oleh pemerintah dan segenap
masyarakat
3. Masyarakat harus memiliki kesadaran akan dampak dari
pertambangan terhadap kebudayaan.
Kami menyadari
dalam penulisan laporan hasil observasi dan pengambil data ini belum sempurna
oleh sebab itu kami masih membutuhkan bimbingan dari ibu dosen dan kritikan dan
saran yang bersifat membangun agar kedepannya bisa lebih baik lagi.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Makasih Udah Kunjungi Blog Saya :)
"Smoga Postting ini Bermanfaat"