Kamis, 11 Juli 2013

Pengaruh Pertambangan Terhadap Budaya dan Adat Istiadat

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan nasional, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar besarnya untuk kepentingan rakyat dengan memperhatikan kelestarian hidup sekitar. Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumber daya alam adalah kegiatan penambangan bahan galian, tetapi kegiatan-kegiatan penambangan selain menimbulkan dampak positif juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup terutama berubahnya estetika lingkungan, habitat flora dan fauna menjadi rusak, penurunan kualitas tanah, penurunan kualitas air atau penurunan permukaan air tanah, timbulnya debu dan kebisingan. Sumber daya mineral yang berupa endapan bahan galian memiliki sifat khusus dibandingkan dengan sumber daya lain yaitu biasanya disebut wasting assets atau diusahakan ditambang, maka bahan galian tersebut tidak akan “tumbuh” atau tidak dapat diperbaharui kembali. Dengan kata lain industri pertambangan merupakan industri dasar tanpa daur, oleh karena itu di dalam mengusahakan industri pertambangan akan selalu berhadapan dengan sesuatu yang serba terbatas, baik lokasi, jenis, jumlah maupun mutu materialnya. Keterbatasan tersebut ditambah lagi dengan usaha meningkatkan keselamatan kerja serta menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian dalam mengelola sumberdaya mineral diperlukan penerapan sistem penambangan yang sesuai dan tepat, baik ditinjau dari segi teknik maupun ekonomis, agar perolehannya dapat optimal (Prodjosoemanto, 2006).
Kemajuan dalam bidang industri yang sangat pesat diindonesia, mengakibatkan banyak perusahaan membuka lahan pertambangan baru didaerah indonesia. Pertambangan yang dilakukan oleh pengusaha diindonesia dilakukan hanya untuk bertujuan komersial diri pribadi mereka sendiri sehingga dampak hasil yang didapatkan dari pertambangan dapat berimbas kepada lingkungan. Lingkungan yang berada pada sekitaran lahan pertambangan mengakibatkan kesehatan lingkungan berkurang malah makin memburuk. Sebab pertambangan yang dilakukan dapat dikarenakan banyak penyalahgunaan proses pertambangan. Proses pertambangan sudah diatur dalam perizinan pertambangan oleh Kementrian Pertambangan dan Energi, namun banyak pengusaha nakal yang melakukan penyalahgunaan proses pertambangan seperti tidak memerhatikan limbah hasil pembuangan proses pertambangan serta penggunaan lahan yang berlebihan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja pertambangan.
Sektor pertambangan adalah merupakan salah satu sektor yang dapat dikembangkan dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia asalkan dapat dikelolah dengan baik dan bertanggung jawab. Pembangunan sektor pertambangan haruslah diselenggarakan secara terpadu dengan pembangunan daerah  dan pengembangan wilayah. Dalam konteks pembangunan sektor pertambangan secara terpadu ini, maka jelas fungsi dan peran sektor pertambangan rakyat terutama untuk mewujudkan aspek pemerataan dan perluasan lapangan kerja didaerah, khususnya pada sektor pertambangan dan dapat terdistribusi secara layak pada masyarakat luas. Pada umunya di Indonesia, para pengusaha pertambangan rakyat masih  menggunakan cara penambangan dan pengelolaan secara tradisional, namun perhatian dalam melestarikan lingkungan serta penanganan limbahnya masih sangat rendah. Tambang Skala Kecil (Artisanal and Small-scale Mining/ASM) memainkan peranan ekonomi yang penting di banyak negara berkembang. Tambang skala kecil dapat sangat membahayakan lingkungan dan seringkali menghasilkan dampak kesehatan dan resiko keselamatan yang serius bagi pekerja dan masyarakat di sekitarnya. Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas.
Kegiatan pertambangan bahan galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu yang lama terjadi di desa Sekotong, konsep dasar pengolahan relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi peralatan pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan semakin membesar. Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan semakin dalam mencapai lapisan
bumi jauh di bawah permukaan. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak perubahan budaya dan adat istiadat  yang sangat besar dan bersifat penting. Pengaruh kegiatan pertambangan mempunyai dampak yang sangat signifikan terutama berupa kebudayaan yang awalnya mencari nafkah dengan bertani maka beralih menjadi penambang yang sngat beresiko pada kesehatan masyarakat.  Masyarakat yang menambang ini umumnya memiliki sejumlah kendala antara lain seperti: modal yang terbatas, kemampuan teknis penambangan yang rendah, minimnya pemahaman standard lingkungan yang layak, penggunaan peralatan yang tradisional dan sederhana. Umumnya mereka ini bekerja dengan membentuk kelompok kecil dengan keterikatan kerja yang longgar, terkadang masih memiliki keterkaitan tali persaudaraan. Seperti juga perusahaan pertambangan raksasa, masyarakat yang menambang ini juga dituding sebagai sumber terjadinya degradasi lingkungan. Mulai dari rusaknya bentang alam, lenyapnya vegetasi permukaan, meningkatnya erosi, bahkan peristiwa banjir dan kekeringan, serta perubahan budaya dan adat istiadat yang di jalankan masyarakat. (Farrell, L. et al., 2004).
B.     Fokus Infestigasi dan Perumusan Masalah
1.      Apakah ada pengaruh pertambangan terhadap budaya dan adat istiadat masyarakat Sekotong ?
2.      Bagaimana pengaruh pertambangan tersebut terhadap budaya dan adat istiadat masyarakat Sekotong ?
C.    Tujuan Infestigasi
1.      Mengetahui adanya pengaruh pertambangan terhadap budaya dan adat istiadat masyarakat Sekotong.
2.      Mengetahui pengaruh pertambangan tersebut terhadap budaya dan adat istiadat masyarakat sekotong.
D.    Landasan Teori
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas).
Paradigma baru kegiatan industri pertambangan ialah mengacu pada konsep Pertambangan yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan, yang meliputi :
a.         Penyelidikan Umum (prospecting)
b.         Eksplorasi : eksplorasi pendahuluan, eksplorasi rinci
c.          Studi kelayakan : teknik, ekonomik, lingkungan (termasuk studi amdal)
d.         Persiapan produksi (development, construction)
e.          Penambangan (Pembongkaran, Pemuatan,Pengangkutan, Penimbunan)
f.          Reklamasi dan Pengelolaan Lingkungan
g.          Pengolahan (mineral dressing)
h.         Pemurnian / metalurgi ekstraksi
i.           Pemasaran
j.           Corporate Social Responsibility (CSR)
k.         Pengakhiran Tambang (Mine Closure)
Ilmu Pertambangan : ialah ilmu yang mempelajari secara teori dan praktik hal-hal yang berkaitan dengan industri pertambangan berdasarkan prinsip praktik pertambangan yang baik dan benar (good mining practice)
Pertambangan di Indonesia
Menurut UU No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital).
a.    Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium.
b.    Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga.
c.    Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes. Industri pertambangan
Pada industri, emas diperoleh dengan cara mengisolasinya dari batuan bijih emas (ekstraksi). Menurut Greenwood dkk (1989), batuan bijih emas yang layak untuk dieksploitasi sebagai industri tambang emas, kandungan emasnya sekitar 25 g/ton (25 ppm).
Berdasarkan proses terbentuknya, endapan emas dikatagorikan menjadi dua yaitu :
1.        Endapan primer / Cebakan Primer
Pada umumnya emas ditemukan dalam bentuk logam (native) yang terdapat di dalam retakan-retakan batuan kwarsa dan dalam bentuk mineral yang terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karenaproses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal.
2.        Endapan plaser / Cebakan Sekunder
Emas juga ditemukan dalam bentuk emas aluvial yang terbentuk karena proses pelapukan terhadap batuan-batuan yang mengandung emas (gold-bearing rocks, Lucas, 1985). Dimana pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan ( placer ).
Metode penambangan emas sangat dipengaruhi oleh karakteristik cebakan emas primer atau sekunder yang dapat mempengaruhi cara pengelolaan lingkungan yang akan dilakukan untuk meminimalisir dampak kegiatan penambangan tersebut. Cebakan emas primer dapat ditambang secara tambang terbuka ( open pit ) maupun tambang bawah tanah ( underground minning ). Sementara cebakan emas sekunder umumnya ditambang secara tambang terbuka.
Cebakan Primer
Cebakan primer merupakan cebakan yang terbentuk bersamaan dengan proses pembentukan batuan. Salah satu tipe cebakan primer yang biasa dilakukan pada penambangan skala kecil adalah bijih tipe vein ( urat ), yang umumnya dilakukan dengan teknik penambangan bawah tanah terutama metode gophering / coyoting ( di Indonesia disebut lubang tikus ). Penambangan dengan sistem tambang bawah tanah (underground), dengan membuat lubang bukaan mendatar berupa terowongan (tunnel) dan bukaan vertikal berupa sumuran (shaft) sebagai akses masuk ke dalam tambang. Penambangan dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana ( seperti pahat, palu, cangkul, linggis, belincong ) dan dilakukan secara selectif untuk memilih bijih yang mengandung emas baik yang berkadar rendah maupun yang berkadar tinggi.
Terhadap batuan yang ditemukan, dilakukan proses peremukan batuan atau penggerusan, selanjutnya dilakukan sianidasi atau amalgamasi, sedangkan untuk tipe penambangan sekunder umumnya dapat langsung dilakukan sianidasi atau amalgamasi karena sudah dalam bentuk butiran halus.
Beberapa karakteristik dari bijih tipe vein ( urat ) yang mempengaruhi teknik penambangan antara lain :
1.        Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat.
2.        Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar.
3.        Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit sehingga rentan dengan pengotoran ( dilution ).
4.        Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser (regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution pada batuan samping.
5.        Perbedaan assay ( kadar ) antara urat dan batuan samping pada umumnya tajam, berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada batuan samping, serta pola urat yang menjari ( bercabang ).
6.        Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang terbatas, serta mempunyai kadar yang sangat erratic ( acak / tidak beraturan ) dan sulit diprediksi.
7.        Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle.
Dengan memperhatikan karakteristik tersebut, metode penambangan yang umum diterapkan adalah tambang bawah tanah ( underground ) dengan metode Gophering, yaitu suatu cara penambangan yang tidak sistematis, tidak perlu mengadakan persiapan-persiapan penambangan ( development works ) dan arah penggalian hanya mengikuti arah larinya cebakan bijih. Oleh karena itu ukuran lubang ( stope ) juga tidak tentu, tergantung dari ukuran cebakan bijih di tempat itu dan umumnya tanpa penyanggaan yang baik.
Cara penambangan ini umumnya tanpa penyangga yang memadai dan penggalian umumnya dilakukan tanpa alat-alat mekanis. Metode tambang emas seperti ini umum diterapkan di berbagai daerah operasi tambang rakyat di Indonesia, seperti di Ciguha,Pongkor-Bogor; GunungPeti,Cisolok-Sukabumi;  Gunung Subang,Tanggeung-Cianjur; Cikajang-Garut; Cikidang,Cikotok-Lebak; Cineam-Tasikmalaya; Kokap-Kulonprogo; Selogiri-Wonogiri; Punung-Pacitan; Tatelu-Menado; BatuGelas,RataTotok-Minahasa; Bajuin-TanahLaut; Perenggean-PalangkaRaya; Ketenong-Lebong;  dan lain-lain. 
Penambangan dilakukan secara sederhana, tanpa development works, dan langsung menggali cebakan bijih menuruti arah dan bentuk alamiahnya. Bila cebakan bijih tersebut tidak homogen, kadang-kadang terpaksa ditinggalkan pillar yang tak teratur dari bagian-bagian yang miskin.

Dampak Negatif Kegiatan Pertambangan Terhadap Sosial Budaya

Berkembangnya usaha tambang rakyat berimplikasi kepada berbagai aspek, diantaranya adalah pemanfaatan lahan pertanian untuk lokasi penambangan yang menyebabkan berkurangnya luas garapan bagi petani. Selanjutnya tenaga kerja di sektor pertanin lebih memilih melakukan pekerjaan di luar sektor pertanian, termasuk sebagai tenaga kerja pada usaha tambangPerpindahan tenaga kerja disektor pertanian ke non pertanian diperkirakan akan menghadapi sejumlah persoalan, baik jangka pendek maupun dalam jangka waktu panjang. Dalam jangka pendek,pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki petani sering kurang dan bahkan tidak relevan dengan jenis pekerjaan diluar sektor pertanian. Oleh sebab itu, tingkat produktivitasnya sebagai tenaga kerja cenderung rendah sehingga gaji/upah yang diterima relative kecil. Petani sering hanya menjadi tenaga kerja/buruh untuk berbagai jenis pekerjaan, dan mempunyai kedudukan sangat rapuh terhadap pekerjaannya. Perkembangan usaha tambang juga menyebabkan kedatangan tenaga kerja migrant dari berbagai daerah di Indonesia. Tenaga kerja/pekerja tambang yang seluruhnya adalah laki
-laki, jumlahnya ratusan orang membawa berbagai kebiasaan dan budaya yang berbeda dari kebiasaan dan budaya masyarakat. Dalam kesehariannya interaksi antara pekerja migrant dengan masyarakat tempatan memungkinkan terjadinya pergeseran – pergeseran prilaku dari masyarakat tempatan.
Kegiatan penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak ekosistem hutan. Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan secara keseluruhan dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara.
Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003).
Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi di mana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah. Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas.
Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi. Pelaku tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian dimulai dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya adalah menggali batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke processing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah sisa batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.
Limbah tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan. Tailing hasil penambangan emas biasanya mengandung mineral inert (tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa, kalsit dan berbagai jenis aluminosilikat. Tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lainnya. Sebagian logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Misalnya, Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini bila bercampur dengan enzime di dalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzime untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifatnya beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika terhisap oleh manusia, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf.
Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.
Solusi
Pencegahan pencemaran adalah tindakan mencegah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia agar kualitasnya tidak turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Dalam bentuk, pertama, remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya, tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
Kedua, bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Ketiga, penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan agar dapat mengurangi pencemaran Hg.
Keempat, perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Sebelum dilaksanakannya, kegiatan penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu dampaknya terhadap lingkungan. Kajian ini harus dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan baik dan terus-menerus implementasinya, bukan sekedar formalitas kebutuhan administrasi.
Kelima, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya perlu dilakukan. Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko kesehatan masyarakat akibat pencemaran B3 di wilayah penambangan.
E.     Manfaat Infestigasi
a.       Manfaat Teoritis
Secara teoritis penulisan ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan  . Selain itu dengan adanya tulisan ini penulis berharap dapat menambah dan melengkapi perbendaharaan dan koleksi karya ilmiah dengan memberikan kontribusi pemikiran bagi pemerintah untuk mencegah dampak negatif yang ditimbulkan dari pertambangan.
b.      Manfaat Praktis
Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan dan landasan bagi penulis lanjutan, dan mudah-mudahan dapat memberikan masukan bagi pembaca terutama bagi masyarakat dan pemerintah dalam menetapkan kebijaksanaan lebih lanjut terhadap pelaksanaan atau pun pemberlakuan pertambangan yang dapat memberikan dampak yang besar bagi masyarakat. Penulisan ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat sehingga masyarakat dapat mengetahui dam memberikan tanggapan terhadap pengaruh pertambangan terhadap budaya dan adat istiadat masyarakat. 
BAB  II
METODE PENGUMPULAN DATA
A.  Pendekatan dan jenis infestigasi
Pendekatan yang digunakan adalah perspektif social: Melakukan interpretasi atas kehidupan masyarakat sekitar pertambangan, memahami prilaku social masyarakat daerah pertambangan emas di sekotong. bagaimana interaksinya dengan pewawancara
Jenis investigasi: Wawancara kepada narasumber dan observasi: Oservasi yang kami lakukan dengan melihat langsung bagaimana kehidupan pekerja tambang dan masyarakat setempat(orang-orang yang terlibat)
B.  Kehadiran investigasi
Semua anggota kelompok hadir dalam investigasi dan aktif dalam investigasi
C.  Lokasi Infestigasi
Dusun jati, Desa pelangan, Kecamatan sekotong, Kabupaten Lombok barat
D.  Sumber Data
-             Narasumber pekerja tambang emas di desa sekotong (Arsyah)
-             Pengamatan langsung proses ekstraksi emas
E.  Prosedur Pengumpulan Data
-            Mencatat dan merekam visual  hasil wawancara dengan pekerja tambang
-            Melakukan dokumentasi terhadap proses ekstraksi emas
F.   Analisis Data
-            Hasil wawancara tidak akurat karena perbedaan penuturan dari narasumber 1 dengan narasumber 2
-            Hasil penuturan narasumber tidak relevan dengan situasi keadaan sebenarnya pada lokasi pertambangan emas
-            Perbedaan tingkah laku social dari narasumber sebelum dan sesudah investigasi
G. Tahap-tahap Infestigasi
-            Merancang pertanyaan untuk narasumber
-            Menentukan narasumber
-            Melakukan infestigasi kepada narasumber 1(pekerja tambang)
-            Melakukan wawancara kepada narasumber 2( Pemilik tambang emas)
-            Melakukan pengamatan  ekstraksi emas dan pembuangan limbah emas
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN HASIL INFESTIGASI
Dari hasil penelitian yang kami lakukan, berikut adalah paparan dari beberapa data yang kami peroleh dari hasil wawancara dan observasi:
1.        Pertambangan illegal ini sudah berjalan sejak 6 tahun dan tidak ada ijin resmi dari pemerintah setempat.
2.        Sering ada surat teguran dari pemerintah namun tak dihiraukan masyarakat, jika pertambangan dihentikan maka maling akan merajalela.
3.        Sebelum ada pertambangan emas ini mayoritas penduduk mata pencahariannya adalah bertani.
4.        Namun sejak 3 tahun terakhir 95%  petani beralih menjadi pekerja tambang karena pertambangan dirasa lebih menjanjikan daripada bertani.
5.        Pekerja tambang mayoritas adalah pendatang dari usia anak-anak hingga dewasa.
6.        Proses ekstraski emas berjalan selama 3 malam 3 hari.
7.        Dengan begitu Keagamaan terganggu, seperti solat dan lainya karena harus menjaga tong kerucut selama proses ekstraksi emas berjalan.
8.        Rata –rata dalam 1 tong kerucut dapat mengekstraksi 40-50 gram emas
9.        Mengenai masalah pendidikan. Mungkin tidak banyak yang terobsesi pada pendidikan tinggi, karena pekerja tambang sudah terlihat banyak anak kecil. Dengan begitu mereka berpikir bahwa tanpa pendidikan tinggipun mereka dapat menghasilkan uang.
10.    Tidak ada teknik khusus dalam pembuangan limbah dengan cara aman, hanya dengan di alirkan ke sungai atau di alirkan saja ke kubangan lumpur.
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil observasi yang telah kami laksanakan di desa Sekotong kabupaten lombok barat pada hari minggu tanggal 30 juni 2013 terkait dengan pengaruh pertambangan terhadap sosial budaya masyarakat setempat, kami dapat mengutarakan seputar objek yang menjadi pertanyaan. Pada lokasi pengolahan emas, kami melontarkan beberapa pertanyaan kepada karyawan pada lokasi tersebut termasuk pemilik tempat pengolahan emas, berdasarkan hasil pertanyaan bahwa penambangan didaerah sekotong telah berlangsung 6 tahun dan penambangan tersebut berpengaruh besar terhadap kesejahteraaan masyarakat sekotong, dari ekonomi  yang sangat rendah mengalami peningkatan yang signifikan dan dari rumah bedek berubah menjadi rumah bertembok dan berkeramik, selain itu rata-rata karyawan penambangan emas tersebut memiliki kendaraan pribadi.
Masyarakat sekotong sebelum melakukan penambangan, sebagian besar bekerja sebagai petani, berkebun dan berternak, setelah ada penambangan ini, 95% masyarakat sekotong beralih profesi menjadi penambang emas, karena dengan bekerja sebagai penambang, masyarakat sekotong lebih sejahtera dari segi ekonomi, keuntungan yang didapatkan lebih banyak. Yang dulunya didesa sekotong rawan sekali pencurian dan perampokan, berkat adanya tambang emas tersebut menjadi tidak ada lagi. Jamaah yang bisa berangkat haji ada peningkataan , dari dulu yang minim sekali. Itu semua bisa dikatakan adanya pengaruh besar penambangan terhadap masyarakat sekotong. Kalau dalam segi agama, kegiataan-kegiatan keagamaan tetap berlangsung, seperti zikiran, pengajian, musyawarah dan sholat jum’at pun tetap berlangsung seperti biasa, tetapi pengecualian untuk sholat  berjamaah 5 kali sehari bagi karyawaan kemungkinan jarang sekali dilaksanakan, karena kondisi mereka yang tidak memungkinkan untuk berjamaah akibat penambangan dan proses pengolahan yang cukup lama, dan kemungkinan juga mereka tidak bisa mengatur waktu antara sholat dan bekerja.
Kehidupan masyarakat sekotong yang laki-laki sebagian besar keseharianya menghabiskan waktu ditempat penambangan dan pengolahan emas. Pergi pagi pulang sore, kondisi tersebut tetap dilakukan setiap hari karena proses tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu masyarakat sangat jarang ditemukan kumpul bersama keluarga mereka di siang hari karena kebanyakan dilokasi penambangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambangan emas membawa dampak yang sangat besar terhadap kebiasaan hidup masyarakat sekotong. Dari bertani, berkebun dan berternak beralih kepenambangan, dari yang rawan pencurian dan perampokan menjadi tidak ada karena masyarakat sudah sejahtera, pergi pagi pulang sore setiap hari, kegiatan keagamaan dalam hal ini sholat tetap berlangsung meskipun agak berkurang dalam segi kebersamaan.
BAB V
PENUTUP
a.         Kesimpulan
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Adanya pengaruh pertambangan emas di wilayah Sekotong Kecamatan Lombok Barat terhadap budaya warga di wilayah tersebut dimana sebelum adanya pertambangan emas ini sebagian besar mata pencaharian warga sekotong yaitu bertani namun dengan adanya pertambangan emas ini para petani berpindah profesi  menjadi penambang emas karena keuntungan yang di hasilkan memang jauh lebih besar menjadi penambang emas di bandingkan menjadi petani. Walaupun adanya aktifitas penambangan ini, kegiatan keagamaan tetap berjalan seperti wajibnya melaksanakan ibadah sholat jumat namun penambangan tetap berjalan.
b.        Kritik dan Saran
Berdasarkan uraian masalah mengenai pengaruh pertambangan terhadap budaya dan adat istiadat, penulis kemukakan beberapa saran sebagai berikut :
1.      Pemerintah harus mengkaji ulang, serta merevisi peraturan-peraturan yang sudah tidak sesuai lagi mengenai pertambangan umum dan lainnya.
2.      Penegakan supremasi hukum harus terus dilakukan oleh pemerintah dan segenap masyarakat
3.      Masyarakat harus memiliki kesadaran akan dampak dari pertambangan terhadap kebudayaan.
Kami menyadari dalam penulisan laporan hasil observasi dan pengambil data ini belum sempurna oleh sebab itu kami masih membutuhkan bimbingan dari ibu dosen dan kritikan dan saran  yang bersifat membangun  agar kedepannya bisa lebih baik lagi.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makasih Udah Kunjungi Blog Saya :)
"Smoga Postting ini Bermanfaat"