Senin, 20 Oktober 2014

Jurnal Pengaruh Model Pembelajaran STAD Dengan Media TTS Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Hasil Belajar Kimia Siswa



PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN STAD DENGAN MEDIA TTS
TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN
HASIL BELAJAR KIMIA
Mirfan, Suryati, Hairun Nikmah
Program Studi Pendidikan Kimia, FPMIPA, IKIP Mataram
Secretariat: Jln. Pemuda No. 59 A Mataram
ABSTRACT
MIRFAN: The Effect of STAD Learning Model with Cross Puzzle Media toward Students’ Creative Thinking and Achievement in Learning Physics. (Supervised by Suryati and Hairun Nikmah).
The research aimed at finding out the effect of STAD learning with cross puzzle media toward Students’ Creative thinking and achievement in learning physics. The research used quasi experimental with posttest-only non-equivalent control group design. The sample of the research was two classes namely experimental and contro groups. Experimental was treated by using STAD with cross puzzle media and control was treated by using STAD. The sample was taken by using probability random sampling technique. The data gathering used observation seat to get students creative thinking and test in multiple-choice items to get students achievement in learning. The data analysis was used SPSS 16 for windows. Based on the data analysis was gotten that 1). Students’ creative thinking tough by using STAD with TTS was higher than students tough by using STAD (79,69% > 73,44%)., 2). Students cognitive achievement that tough by using STAD with TTS was higher than student tough by using STAD (74,44% > 69,33%). So that way, alternative hypothesis was accepted and null hypothesis rejected. Therefore, it tool conclusion that there was significant affect of STAD with TTS learning model toward Students’ Creative thinking and achievement in learning physics.
Key Words: STAD Learning Model, Cross Puzzle Media, Creative Thinking and Achievement.
ABSTRAK
Materi tatanama senyawa memiliki karakteristik yang bersifat  simbolik. Oleh karena itu, untuk dapat memahami konsep-konsepnya dituntut untuk terampil dalam memahami aturan-aturan penamaan dalam materi tersebut dengan tepat dan benar. Model pembelajaran STAD dengan media TTS merupakan salah satu alternatif untuk mempermudah dalam memahami konsep-konsep materi tersebut. Dengan menggunakan model pembelajaran STAD dapat membantu meningkatkan kelancaran dalam proses pembelajaran dan dengan adanya media TTS dapat meningkatkan motivasi, kerjasama serta merangsang kemampuan berpikir kreatif siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran STAD dengan media TTS terhadap kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar kimia. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, jenis quasi ekspereimen dengan desain penelitian Posttest-only Nonequivalent Control Group Desain”. Sampel terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas eksperimen (pembelajaran STAD dengan media TTS) dan kelas kontrol (pembelajaran STAD) yang dipilih dengan teknik sampling jenuh. Pengambilan data menggunakan lembar observasi untuk kemampuan berpkir kreatif dan hasil belajar menggunakan tes dalam bentuk pilihan ganda. Teknik analisis data untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-U dengan bantuan SPSS 16.for windows. Hasil penelitian didapatkan nilai signifikan (2,361) > signifikan α (0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kemampuan berpikir kreatif siswa dengan pembelajaran STAD dan media TTS (79,69%) lebih baik dibandingkan pembelajaran STAD saja (73,44%)., (2) Penerapan model pembelajaran STAD dengan Media TTS tidak berpengaruh secara positif terhadap hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Hal ini dibuktikan dari hasil hipotesis yaitu nilai signifikan (2,361) > 0,05, namun nilai rata-rata untuk kelas eksperimen (74,44) lebih baik dari nilai rata-rata kelas kontrol (69,33).
Kata Kunci:  Model pembelajaran STAD, Media TTS, Berpikir Kreatif, dan Hasil Belajar.

A.  PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang harus selalu ditingkatkan kualitasnya. Terkait dengan itu pemerintah melakukan berbagai upaya dalam memperbaiki maupun meningkatkan mutu pendidikan antara lain dengan pembaharuan metode mengajar maupun pembaharuan kurikulum. Pada Tahun 2013 muncul kebijakan baru di bidang kurikulum yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2006 yakni kurikulum 2013. Pengembangan kurikulum 2013 adalah untuk mendapatkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa) keterampilan (tahu bagaimana) dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Terkait dengan penerapan Kurikulum 2013, seorang guru tidak hanya dituntut untuk penguasaan materi dalam kurikulum saja, namun juga harus memiliki kemampuan dalam mengelola pembelajaran yang bermutu sehingga dapat menyajikan pembelajaran yang menarik, kreatif, menantang, dan menyenangkan bagi siswa (Herwanti, 2013).
Pelaksanaan kurikulum 2013 merupakan sesuatu yang baru bagi guru, tak terkecuali guru IPA. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk (BSNP, 2006).
Ilmu kimia dapat dipahami melalui tiga aspek representasi kimia yaitu  aspek makroskopik,  mikroskopik,  dan  simbolik. Oleh karena itu, untuk dapat memahami suatu konsep kimia yang utuh, maka ketiga aspek representasi kimia tersebut harus diberikan atau disampaikan dalam proses pembelajaran secara terintegrasi dan proporsional (Jefriadi, 2013). Materi tata nama senyawa termasuk dalam level simbolik. Adanya karakteristik yang simbolik dari materi tatanama senyawa ini menuntut siswa untuk terampil dalam memahami aturan-aturan penamaan dalam materi tersebut dengan tepat dan benar, hal ini menjadikan siswa beranggapan bahwa materi tersebut merupan materi yang sulit dipahami terutama pada konsep-konsep seperti pemberian nama senyawa yang mempunyai biloks lebih dari satu seperti unsur Fe dan Cr.
Berdasarkan hasil observasi awal di kelas X di SMAN 1 Sukamulia, memang dalam proses belajar mengajar guru sudah menerapkan metode pembelajaran yang melibatkan siswa berdiskusi secara berkelompok, namun strategi yang digunakan masih belum tepat sehingga siswa kurang aktif dalam berdiskusi, bahkan masih banyak siswa yang tidak mendengarkan penjelasan materi yang disampaikan guru karena tidak tertarik dengan motode pembelajaran yang digunakan oleh guru mereka. Sehingga menyebabkan siswa menjadi pasif dan tidak mampu mengeluarkan ide-ide yang terkait dengan materi yang dipelajari. Akibatnya, hasil serta aktivitas belajar siswa menjadi rendah.
Berdasarkan permasalahan tersebut, guru harus terampil dalam menentukan metode yang sesuai, sehingga dapat meningkatkan semangat belajar siswa serta menciptakan situasi dan kondisi kelas yang aktif serta kondusif agar proses belajar mengajar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Melihat permasalahan tersebut, peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran STAD yang merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal (Isjoni, 2010).
Pada model pembelajaran STAD, langkah guru menyusun dan mengembangkan konsep materi sebelum pembelajaran dimulai merupakan langkah baik dan cukup tepat untuk dapat mendukung kelancaran proses pembelajaran. Di samping itu, dengan adanya kuis individu dalam langkah pembelajaran STAD menuntut pemahaman materi secara mandiri, dan dengan adanya penghargaan menjadikan siswa lebih termotivasi untuk belajar. Agar hasil yang diperoleh dalam pembelajaran STAD lebih optimal perlu adanya penunjang untuk mempermudah proses pembelajaran yaitu berupa media teka-teki silang (TTS).
Teka-teki silang (TTS) adalah susunan kotak-kotak yang diberi nomor yang diisi dengan kata-kata, setiap kotak diisi satu huruf sehingga membentuk suatu kata yang ditempatkan secara horisontal maupun vertikal. Penggunaan teka teki silang dalam pembelajaran ini akan mengurangi rasa jenuh yang dialami siswa ketika terlibat dalam proses belajar mengajar karena siswa akan merasakan suasana yang berbeda ketika belajar. Selain itu keuntungan penggunaan media TTS antara lain: 1) dapat meningkatkan motivasi siswa dalam menjawab soal karena terdapat unsur permainan, 2) meningkatkan kerjasama yang sehat antar siswa, 3) merangsang siswa untuk berpikir kritis dan kreatif, 4) memacu siswa untuk lebih teliti dalam mengerjakan soal (Sugiharti, 2013).
Materi tatanama senyawa cocok dibelajarkan dengan model pembelajaran STAD dengan media TTS karena dalam pembelajarannya materi tatanama senyawa membutuhkan pemahaman konsep yang tepat seperti pemahaman tentang penamaan penamaan senyawa yang memiliki biloks lebih dari satu, sangat sesuai jika dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran STAD yang menitik beratkan proses pembelajaran pada kerjasama antar siswa dalam kelompok yang heterogen sehingga memungkinkan terjadinya transfer ilmu antar siswa, dan membuat belajar menjadi lebih mudah serta pemahaman tentang penamaan senyawa menjadi mudah di mengerti oleh siswa. Karena materi tata nama senyawa sebagian besar terbatas pada hafalan-hafalan dan pemberian nama-nama suatu senyawa, maka dalam mempelajarinya dapat digunakan media TTS yang berupa susunan kotak-kotak yang diisi dengan kata-kata, dimana setiap kotak diisi satu huruf sehingga membentuk suatu kata yang ditempatkan secara “mendatar” dan “menurun” sehingga siswa lebih tertarik, aktif, kreatif, dan bersemangat dalam belajar.
Berdasarkan uraian di atas, diduga bahwa penggunaan model pembelajaran STAD dengan media TTS dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif dan meningkatkan hasil belajar siswa.
B.  KAJIAN LITERATUR
Pembelajaran Kreatif yaitu pembelajaran yang mendorong siswa untuk melakukan proses pembelajaran yang kreatif. Pembelajaran kreatif yaitu pembelajaran yang membangun kreatifitas peserta didik dalam berinteraksi dengan lingkungan, bahan ajar dan sesama peserta didik, utamanya dalam menghadapi tantangan atau tugas yang harus diselesaikan dalam pembelajaran (Yuliani, 2013). Pelaksanaan pembelajaran kreatif dapat dilakukan dengan pemecahan masalah, curah pendapat, belajar dengan melakukan (learning by doing), menggunakan banyak metode yang disesuaikan dengan konteks, kerja kelompok.
Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang di dalamnya terdiri dari beberapa kelompok kecil siswa dengan level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara akademik, siswa juga dikelompokkan secara beragam berdasarkan gender, ras, dan etnis (Huda, 2013). STAD terdiri atas lima komponen utama: presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan pemberian penghargaan kelompok (Slavin, 2005).
Agar hasil yang diperoleh dalam pembelajaran STAD lebih optimal perlu adanya penunjang berupa media pembelajaran, media yang digunakan harus dapat membuat siswa menjadi lebih aktif, motivasi serta mengurangi rasa jenuh pada siswa, dalam penelitian ini media yang digunakan adalah media teka-teki silang (TTS). Teka-teki silang (TTS) adalah susunan kotak-kotak yang diberi nomor yang diisi dengan kata-kata, setiap kotak diisi satu huruf sehingga membentuk suatu kata yang ditempatkan secara “mendatar” dan “menurun”. Penggunaan teka teki silang dalam pembelajaran ini akan mengurangi rasa jenuh yang dialami siswa ketika terlibat dalam proses belajar mengajar karena siswa akan merasakan suasana yang berbeda ketika belajar.Selain itu mengisi teka-teki silang atau biasa disebut dengan TTS memang sungguh sangat mengasikan, selain juga berguna untuk mengingat kosakata yang populer, selain itu juga berguna untuk pengetahuan kita yang bersifat umum dengan cara santai. Melihat karakteristik TTS yang santai dan lebih mengedepankan persamaan dan perbedaan kata, maka sangat sesuai kalau misalnya dipergunakan sebagai sarana peserta didik untuk latihan dikelas yang diberikan oleh guru yang tidak monoton hanya berupa pertanyaan-pertanyaan baku saja (Hidayati, 2012).
Penggabungan model pembelajaran STAD dengan media TTS dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan motivasi belajar siswa serta mempengaruhi proses belajar siswa. Penggunaan media teka-teki silang sebagai media belajar yang diterapkan sesuai dengan langkah-langkah dari model pembelajaran STAD. Pada model pembelajaran STAD langkah guru menyusun dan mengembangkan konsep materi sebelum pembelajaran dimulai merupakan langkah baik dan cukup tepat untuk dapat mendukung kelancaran proses pembelajaran. Di samping itu dengan adanya kuis individu menuntut pemahaman materi secara mandiri, karena keberhasilan kelompok bergantung pada skor tiap anggotanya, dan dengan adanya penghargaan menjadikan siswa lebih termotivasi untuk belajar (Sugiharti, 2013).
TTS diberikan sebagai bahan diskusi pada kegiatan inti dalam model pembelajaran STAD merupakan salah satu kegiatan mengisi ruang-ruang kosong (berbentuk kotak-kotak) dengan huruf-huruf sehingga membentuk sebuah kata berdasarkan petunjuk atau pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Petunjuk dalam pengisian TTS biasanya dibagi kedalam kategori “mendatar” dan “menurun”. Mengisi teka-teki silang atau biasa disebut dengan TTS memang sungguh sangat mengasikan, selain juga berguna untuk mengingat kosakata yang populer, selain itu juga berguna untuk pengetahuan kita yang bersifat umum dengan cara santai. Maka sangat sesuai kalau dipergunakan sebagai sarana peserta didik untuk latihan dikelas yang diberikan oleh guru yang tidak monoton hanya berupa pertanyaan-pertanyaan baku saja. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam menjawab soal karena terdapat unsur permainan, meningkatkan kerjasama yang sehat antar siswa, merangsang siswa untuk berpikir kritis dan kreatif serta memacu siswa untuk lebih teliti dalam mengerjakan soal sehingga dapat menigkatkan kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar siswa (Hidayati, 2012).
C.  METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan  di SMAN 1 Sukamulia, Desa Sukamulia Timur Kecamatan Sukamulia Kabupaten Lombok Timur, Jalan AMD Sukamulia Telp. (0376) 21366. Pada siswa kelas X Semester II (genap) Tahun Pelajaran 2013/2014, yaitu mulai Bulan April sampai Mei Tahun 2014.
 Penelitian ini menggunakan metode Eksperimental jenis Quasi Eksperimental, dengan desain Posttest-only Nonequivalent Control Group Desain. desain penelitian dipaparkan pada tabel 1.
Tabel 1. Desain Penelitian
Kelas
Perlakuan
Post-test
E
X
O1
K
Y
O1
Keterangan:
E     : Kelas eksperimen
K    : Kelas control
X   : Perlakuan (model pembelajaran STAD dengan media TTS
Y      : Perlakuan dengan model
pembelajaran STAD.
O1     : Posttest yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
 Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas X IPA SMAN 1 Sukamulia tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari 2 kelas dengan jumlah seluruh siswa 52 orang siswa.  Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Sampling Jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2012). Sampel penelitian yaitu X IPA1 sebagai kelas kontrol (model pembelajaran STAD) dan kelas X IPA2 sebagai kelas eksperimen (model pembelajaran STAD dengan media TTS). Variabel dalam penelitian ada 2 macam yaitu: a) variabel terikat yaitu kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar , b) variabel bebas yaitu model pembelajaran STAD dengan media TTS.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan: 1) instrumen tes, dilakukan untukmengukur hasil belajar kognitif, dalam penelitian digunakan bentuk tes obyektif (pilihan ganda), dan 2) lembar observasi, digunakan jenis lembar observasi  nonpartisipan untuk mendapatkan data hasil belajar afektif serta kemampuan berpikir kreatif.
Sebelum digunakan untuk pengambilan data, maka instrument untuk mengukur hasil belajar kognitif terlebih dahulu  diuji cobakan, hal ini dimaksudkan  untuk memperoleh soal tes yang layak. instrument dikatakan layak apabila memenuhi validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda. 1) Uji validitas, penentuanvaliditas tes menggunakan Corrected Item- Total Correlation, setelah dilakukan uji coba, dari 40 soal,21 soal valid  2) Uji releabilitas, digunakan Cronbach's Alpha, hasil uji coba reliabilitas, instrument dinyatakan reliabel dengan kriteria tinggi (0,871), 3) Uji tingkat kesukaran, ditentukan atas banyaknya siswa yang menjawab benar butir soal disbanding jumlah seluruh siswa yang mengikuti tes, seelah dilakukan uji coba, dari 40 soal, 6 soal mudah, 27 soal sedang dan 7 soal yang sukar, 4) Uji daya pembeda suatu item, ditentukan dari proporsi test kelompok atas yang dapat menjawab dengan benar butir item yang bersangkutan dikurangi proporsi test kelompok bawahyang dapat menjawab dengan benar butir item tersebut, setelah dilakukan uji coba, dari 40 soal, 7 soal jelek, 13 cukup, 19 soal baik dan 1 soal dengan kategori baik sekali. Sehingga berdasarkan uji coba yang dilakukan, diperoleh 21 soal yang layak digunakan untuk postest dalam mengukur hasil belajar kognitif.
Sebelum uji hipotesis, dilakukan uji proporsional analisis yaitu uji normalitas yang digunakan kolmogrorov smirnov dan uji homogenitas adalah Levene’s Tes of equality of Variance’s. Pengujian hipotesis menggunakan Kolmogorov-Smirnov Z.

D.  HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi kemampuan berpikir kreatif siswa, hasil belajar afektif dan kognitif siswa.
1.    Data Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Data kemampuan berpikir berpikir kreatif siswa diperoleh dari hasil observasi oleh observer dengan mengisi  lembar observasi yang telah dirancang sebelumnya tentang berpikir kreatif siswa selama proses pembelajaran. Secara singkat hasil yang diperoleh untuk aktifitas kemampuan berpikir siswa dipaparkan pada tabel 2 dan gambar 1.

Tabel 2. Perbandingan Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kreatif
X IPA2 (Eksperimen)
X IPA1 (Kontrol)
Pertemuan
Pertemuan
I
II
I
II
60,00%
(Cukup Kreatif)
61,25%
(Kreatif)
58,75%
(Cukup Kreatif)
60,00%
(Cukup Kreatif)


Gambar 1.  Perbandingan % Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
2.    Data Hasil Beelajar Afektif Kelas
Data hasil belajar afektif siswa merupakan data seluruh aktivitas siswa dari awal hingga akhir pada saat proses pembelajaran. Secara singkat hasil yang diperoleh untuk penilaian afektif kelas dipaparkan pada tabel 3 dan gambar 2.
Tabel 3. Hasil Belajar Afektif Kelas
X IPA2 (Eksperimen)
X IPA1 (Kontrol)
Pertemuan
Pertemuan
I
II
I
II
62,50
(Baik)
65
(Baik)
60
(Baik)
60
(Baik)
Gambar 2.           Gambar 2. Perbandingan Afektif Kelas
3.    Data Hasil Belajar Kognitif Siswa
Hasil belajar kognitif (post-tes) kelas eksperimen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran STAD dengan media TTS dan hasil post-test kelas kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran STAD saja, dipaparkan pada tabel 4 dan gambar 3.
Tabel 4. Data Hasil Post-test Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol
Kategori
Kelas X IPA2
(Eksperimen)
Kelas X IPA1 (Kontrol)
Nilai Tertinggi
95.23
85.71
Nilai Terendah
47.62
38.10
Rata-rata
74,44
69,33
Jumlah siswa yang tuntas
13
13
Jumlah siswa yang tidak tuntas
11
12
% ketuntasan
54,17%
52,00%
Gambar 3.  Perbandingan Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki ketuntasan klasikal pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 54,17% dan 52,00%, ketuntasan ini termasuk kategori yang rendah dengan KKM 75. Ketuntasan klasikal yang rendah ini menunjukan bahwa pemahaman siswa dikelas masih belum maksimal. Akan tetapi, Secara signifikan hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan siswa kelas kontrol. Dengan demikian, penggunaan model pembelajaran STAD dengan menggunakan media TTS berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Hal ini sesuai dengan teorinya, bahwa pembelajaran STAD dapat memperlancar proses pembelajaran dan lebih mengaktifkan siswa (Isjoni, 2010). Disamping itu, media TTS yang digunakan juga berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar kognitif siswa, serta dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran seperti: ketelitian dalam menjawab soal, serius dalam berdiskusi dan semangat dalam belajar.
Berdasakan uji-Z dimana hasilnya nenunjukkan bahwa secara statistik model pembelajaran STAD dengan Media TTS tidak memberi pengaruh terhasil hasil belajar kognitif siswa, hal ini ditunjukkan melalui hasil analisis hipotesis, dimana signifikan (2,361) > 0,05, sehingga dapat disimpulkam bahwa model pembelajaran STAD dengan media TTS tidak berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, hasil belajar dalam hal ini adalah nilai yang diporeh setelah diberikan perlakuan. Proses belajar berbanding lurus dengan hasil  belajar  siswa, hal ini dapat dilihat dalam penelitian ini. Oleh karena itu, setiap guru perlu memperhatikan pendekatan, strategi dan media pembelajaran yang digunakan sehingga tidak menimbulkan kejenuhan dan suasana belajar yang membosankan dalam proses belajar, sehingga pada akhirnya  akan  berdampak  pada  hasil  belajar  siswa.
E.  KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1) Kemampuan berpikir kreatif siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran STAD dengan media TTS lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran STAD saja. Hal ini dibuktikan dari skor presentasi kelas eksperimen yaitu 79,69%  sedangkan kelas kontrol 73,44 % dengan kategori kreatif, 2) Penerapan model pembelajaran STAD dengan Media TTS tidak berpengaruh secara positif terhadap hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Hal ini dibuktikan dari hasil hipotesis yaitu nilai signifikan (2,361) > 0,05, namun nilai rata-rata untuk kelas eksperimen yaitu 74,44 dengan ketuntasan klasikal 54,17% lebih baik dari nilai rata-rata kelas kontrol yaitu 69,33 dengan ketuntasan klasikal 52%. Sedangkan untuk hasil belajar siswa pada ranah afektif menunjukkan hasil yang positif. Dimana kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol, hal ini dibuktikan oleh skor afektif kelas eksperimen yaitu 78,90 lebih tinggi dari skor kelas kontrol yaitu 75,00 dengan kategori baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Anonim
Hermawanti, K. 2013. Belajar IPA Menurut Kurikulum 2013. Jurnal Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang.
Hidayati, N. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Prestasi Belajar Kimia Pada Materi Pokok Kesetimbangan Kimia Siswa Kelas XI Man Klaten Tahun Pelajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 2 No. 2 Tahun 2013. Universitas Sebelas Maret
Huda, M. 2013. Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Isjoni. 2010. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
Robert, Slavin. 2005. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.
Sugiharti, S. 2013. Studi Komparasi Penggunaan Media TTS Dan LKS Pada Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Divisions (STAD) Pada Materi Pokok Sistem Periodik Unsur Kelas X Semester Gasal SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 2 No. 1 Tahun 2013. Universitas Sebelas Maret.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Yuliani, Tri Wahyu. 2013. Implementasi Model Pembelajaran Kreatif Untuk Meningkatkan Kreativitas Dalam Pembuatan Lenan Rumah Tangga Mata Pelajaran Ketrampilan Tata Busana Pada Siswa Kelas XI SMA N 1 Patuk Wonosari. Jurnal. Diakses pada tanggal 8 Januari 2014.