Rabu, 01 Agustus 2012

Tata Tettib Laboratorium


1.    Umum
Setiap pratikan memiliki Petunjuk Pratikum. sebelum masuk laboratorium, simpan tas ditempat yang disediakan dan kenakan jas. Bawa buku penuntun pratikum dan buku catatan pratikum.
Aspek yang dinilai pelaksanaan pratikum adalah kesiapan, ketrampilan, jawaban atas pertanyaan asisten, kerapihan dalam pengaturan tempat kerja, ketaatan pada peraturan laboratorium dan penguasaan materi praktikum.
2.    Kebersihan
Selama bekerja, jagalah agar meja tempat bekerja tidak kotor, basah atau penuh dengan barang-barang yang tidak perlu. Jangan sekali-kali meninggalkan meja yang kotor. Sebelum meninggalkan meja pastikan kran gas dan kran air tertutup.
3.    Ketertiban
Didalam laboratorium, siswa dilarang merokok, mengenakan topi dan memakai sandal. Selama praktikum siswa diharuskan mengenakan jas laboratorium.
4.    Keamanan
Pada permulaan praktikum, secara berangsur-angsur pimpinan praktikum dan asisten akan memberi penjelasan tentang tindakan-tindakan yang berbahaya dan harus dihindari.
5.    Peraturan dan Cacatan Praktikum
Setiap praktikan harus menyediakan satu buku untuk catatan praktikum. Catatan praktikum merupakan suatu faktor yang sangat penting. Tiap langkah atau pekerjaan harus tercatat didalamnya.
Catatan praktikum sebaiknya berisi:
a.    Prinsip dasar, tujuan atau cara pengerjaan percobaan secara singkat
b.    Pengamatan percobaan
c.    Perhitungan yang perlu
d.   Jawaban pertanyaan.
Format dan Urutan catatan praktikum adalah sebagai berikut:
a.    Cover/Halaman judul
b.    Kata pengantar
c.    Daftar isi
d.   Judul praktikum
e.    Tujuan praktikum
f.     Pelaksanaan praktikum (hari/tanggal, waktu dan tempat)
g.    Landasan teori
h.      Alat dan Bahan
i.      Cara kerja
j.      Skema kerja
k.    Hasil praktikum (tabel, gambar/foto)
l.      Perhitungan-perhitungan
m.  Pembahasan hasil praktikum
n.    Kesimpulan
o.    Daftar pustaka
Format cara pengerjaan dan pengamatan adalah sebagai berikut:
Bahan
Perlakuan
Pengamatan









6.    Laporan
Laporan praktikum dibuat sesuai dengan format yang diberi asisten. Laporan harus dikumpulkan satu minggu setelah praktikum dilakukan.



Teori Belajar Konstruktivistik


Usaha mengembangkan manusia dan masyarakat yang memiliki kepekaan mandiri, bertanggungjawb, dapat mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat serta mampu berkolaborasi dalam memecahkan masalah, diperlukan layanan pendidikan yang dapat melihat cirri – cirri manusia tersebut, dengan praktek – praktek pendidikan dan pembelajaran. Pandangan kontruvistik yang mengemukakan belajar adalah upaya pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilsi dan akomodasi yang menuju pada pembetukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah pada tujuan tersebut. Oleh karna itu, pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembetukan tersebut secara optimal dalam diri siswa. Proses belajar sebagi suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamnnya melalui proses akomodasi dan asimilasi, akan membetuk suatu kontruksi pengetahuan yang menuju pada kemutakhiran struktur kognitifnya.
Guru – guru kontrutivistik yang menghargai dorongan diri manusia atau siswa untuk mengontruksikan pengetahuannya sendiri, kegiatan pembelajaran yang dilakukannya akan diarahkan agar tejadi aktivistas kotruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal.
Karakteristi pembelajaran yang dilakukannya adalah :
·         Membenaskan siswa dari belenggu kurikulum yng berisi fakta – fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan ide –idenya secara lebih luas.
·         Mmennempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya inters untuk membuat hubungan diantara ide – ide atau gagasanyakemudian mengformulasikan kembali ide – ide tersebut serta membuat kesimpulan – kesimpulan.
·         Guru bersama siswa mengkaji pesan – pesan penting bahwa dunia adalah komplek dimana terdapat bermacam – macam pandangan kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
·         Guru mengakui bahwa dalam proses belajar dan peniliannya merupakan suatu usaha yang komplek, sukar dipahami, tidak teratur dan tidak mudah dikelola.

A.    Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivistik
Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan konstruktivistik, dan dari aspek-aspek si-belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.Proses belajar konstruktivistik. Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Proses tersebut berupa “…..constructing and restructuring of knowledge and skills (schemata) within the individual in a complex network of increasing conceptual consistency…..”. Pemberian makna terhadap obyek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi dalam jaringan sosial yang unik, yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun di luar kelas. Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijasah, dan sebagainya. dan sebagainya.
                                                                            
1.      Peranan Siswa (Si-belajar).
Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kamampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.

2.      Peranan Guru
Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian belajar oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak menstransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.
Peranan kunci guru dalam interaksi pedidikan adalah pengendalian yang meliputi;
a.       Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak.
b.      Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.
c.       Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.
3.      Sarana belajar.
Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional.



4.      Evaluasi belajar.
Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman. Hal ini memunculkan pemikiran terhadap usaha mengevaluasi belajar konstruktivistik. Ada perbedaan penerapan evaluasi belajar antara pandangan behavioristik (tradisional) yang obyektifis dan konstruktivistik. Pembelajaran yang diprogramkan dan didesain banyak mengacu pada obyektifis, sedangkan Piagetian dan tugas-tugas belajar discovery lebih mengarah pada konstruktivistik. Obyektifis mengakui adanya reliabilitas pengetahuan, bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah tersetruktur dengan rapi. Guru bertugas untuk menyampaikan pengetahuan tersebut. Realitas dunia dan strukturnya dapat dianalisis dan diuraikan, dan pemahaman seseorang akan dihasilkan oleh proses-proses eksternal dari struktur dunia nyata tersebut, sehingga belajar merupakan asimilasi obyek-obyek nyata. Tujuan para perancang dan guru-guru tradisional adalah menginterpretasikan kejadian-kejadian nyata yang akan diberikan kepada para siswanya.
Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang. Manusia mengkonstruksi dan menginterpretasikannya berdasarkan pengalamannya. Konstruktivistik mengarahkan perhatiannya pada bagaimana seseorang mengkonstruksi pengetahuan dari pengalamannya, struktur mental, dan keyakinan yang digunakan untuk menginterpretasikan obyek dan peristiwa-peristiwa. Pandangan konstruktivistik mengakui bahwa pikiran adalah instrumen penting dalam menginterpretasikan kejadian, obyek, dan pandangan terhadap dunia nyata, di mana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara individual.
Teori belajar konstruktivistik mengakui bahwa siswa akan dapat menginterpretasi-kan informasi ke dalam pikirannya, hanya pada konteks pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri, pada kebutuhan, latar belakang dan minatnya. Guru dapat membantu siswa mengkonstruksi pemahaman representasi fungsi konseptual dunia eksternal.
Evaluasi belajar pandangan behavioristik tradisional lebih diarahkan pada tujuan belajar. Sedangkan pandangan konstruktivistik menggunakan goal-free evaluation, yaitu suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik. Evaluasi akan lebih obyektif jika evaluator tidak diberi informasi tentang tujuan selanjutnya.
 Jika tujuan belajar diketahui sebelum proses belajar dimulai, proses belajar dan evaluasinya akan berat sebelah. Pemberian kriteria pada evaluasi mengakibatkan pengaturan pada pembelajaran. Tujuan belajar mengarahkan pembelajaran yang juga akan mengontrol aktifitas belajar siswa.Pembelajaran dan evaluasi yang menggunakan kriteria merupakan prototipe obyektifis/behavioristik, yang tidak sesuai bagi teori konstruktivistik.
Hasil belajar konstruktivistik lebih tepat dinilai dengan metode evaluasi goal-free. Evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar konstruktivistik, memerlukan proses pengalaman kognitif bagi tujuan-tujuan konstruktivistik.
Bentuk-bentuk evaluasi konstruktivistik dapat diarahkan pada tugas-tugas autentik, mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi seperti tingkat “penemuan” pada taksonomi Merrill, atau “strategi kognitif” dari Gagne, serta “sintesis” pada taksonomi Bloom. Juga mengkonstruksi pengalaman siswa, dan mengarahkan evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagai perspektif.
B.     Tujuan dan Hasil Belajar
Seirama dengan kesesuaian penerapan paradigma desain pembelajaran, tidak terlepas pula dalam penetapan tujuan belajar yang disasar dan hasil belajar yang diharapkan.
Tujuan belajar menurut paradigma konstruktivistik mendasarkan diri pada tiga fokus belajar, yaitu:
1.      proses
2.      tranfer belajar
3.      bagaimana belajar.
Fokus yang pertama—proses, mendasarkan diri pada nilai sebagai dasar untuk mempersepsi apa yang terjadi apabila siswa diasumsikan belajar. Nilai tersebut didasari oleh asumsi, bahwa dalam belajar, sesungguhnya siswa berkembang secara alamiah. Oleh sebab itu, paradigma pembelajaran hendaknya mengembalikan siswa ke fitrahnya sebagai manusia dibandingkan hanya menganggap mereka belajar hanya dari apa yang dipresentasikan oleh guru. Implikasi nilai tersebut melahirkan komitmen untuk beralih dari konsep pendidikan berpusat pada kurikulum menuju pendidikan berpusat pada siswa. Dalam pendidikan berpusat pada siswa, tujuan belajar lebih berfokus pada upaya bagaimana membantu para siswa melakaukan revolusi kognitif. Model pembelajaran perubahan konseptual (Santyasa, 2004) merupakan alternatif strategi pencapaian tujuan pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang fokus pada proses pembelajaran adalah suatu nilai utama pendekatan konstruktivstik. Fokus yang kedua—transfer belajar, mendasarkan diri pada premis “siswa dapat menggunakan dibandingkan hanya dapat mengingat apa yang dipelajari”. Satu nilai yang dapat dipetik dari premis tersebut, bahwa meaningful learning harus diyakini memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan rote learning, dan deep understanding lebih baik dibandingkan senseless memorization. Konsep belajar bermakna sesungguhnya telah dikenal sejak munculnya psikologi Gestal dengan salah satu pelopornya Wertheimer (dalam Mayer, 1999). Sebagai tanda pemahaman mendalam adalah kemampuan mentransfer apa yang dipelajari ke dalam situasi baru. Fokus yang ketiga—bagimana belajar (how to learn) memiliki nilai yang lebih penting dibandingkan dengan apa yang dipelajari (what to learn). Alternatif pencapaian learning how to learn, adalah dengan memberdayakan keterampilan berpikir siswa. Dalam hal ini, diperlukan fasilitas belajar untuk ketarampilan berpikir. Belajar berbasis keterampilan berpikir merupakan dasar untuk mencapai tujuan belajar bagaimana belajar (Santyasa, 2003).

C.     Perbandingan Pembelajaran Tradisional (Behavioristik) dan Pembelajaran Konstruktivistik
Proses pembelajaran akan efektif jika diketahui inti kegiatan belajar yang sesungguhnya. Pada bagian ini akan dibahas ciri-ciri pembelajaran tradisional atau behavioristik dan ciri-ciri pembelajaran konstruktivistik.Kegiatan pembelajaran yang selama ini berlangsung, yang berpijak pada teori behavioristik, banyak didominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, dengan harapan siswa dapat memahaminya dan memberikan respon sesuai dengan materi yang diceramahkan. Dalam pembelajaran, guru banyak menggantungkan pada buku teks. Materi yang disampaikan sesuai dengan urutan isi buku teks. Diharapkan siswa memiliki pandangan yang sama dengan guru, atau sama dengan buku teks tersebut. Alternatif-alternatif perbedaan interpretasi di antara siswa terhadap fenomena sosial yang kompleks tidak dipertimbangkan. Siswa belajar dalam isolasi, yang mempelajari kemampuan tingkat rendah dengan cara melengkapi buku tugasnya setiap hari.
Ketika menjawab pertanyaan siswa, guru tidak mencari kemungkinan cara pandang siswa dalam menghadapi masalah, melainkan melihat apakah siswa tidak memahami sesuatu yang dianggap benar oleh guru. Pengajaran didasarkan pada gagasan atau konsep-konsep yang sudah dianggap pasti atau baku, dan siswa harus memahaminya. Pengkonstruksian pengetahuan baru oleh siswa tidak dihargai sebagai kemampuan penguasaan pengetahuan.
Berbeda dengan bentuk pembelajaran di atas, pembelajaran konstruktivistik membantu siswa menginternalisasi dan mentransformasi informasi baru. Transformasi terjadi dengan menghasilkan pengetahuan baru yang selanjutnya akan membentuk struktur kognitif baru. Pendekatan konstruktivistik lebih luas dan sukar untuk dipahami. Pandangan ini tidak melihat pada apa yang dapat diungkapkan kembali atau apa yang dapat diulang oleh siswa terhadap pelajaran yang telah diajarkan dengan cara menjawab soal-soal tes (sebagai perilaku imitasi), melainkan pada apa yang dapat dihasilkan siswa, didemonstrasikan, dan ditunjukkannya.
Secara rinci perbedaan karakteristik antara pembelajaran tradisional atau behavioristik  dan pembelajaran konstruktivistik adalah sebagai berikut.
Pembelajaran tradisional
Pembelajaran konstruktivistik
1.    Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju ke seluruhan dengan menekankan pada ketrampilan-ke-trampilan dasar.
1.        Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju ke bagian-bagian, dan lebih mendekatkan pada konsep-konsep yang lebih luas.
2.    Pembelajaran sangat taat pada kuri-kulum yang telah ditetapkan.
2.        Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa.
3.    Kegiatan kurikuler lebih banyak me-ngandalkan pada buku teks dan buku kerja.
3.        Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber-sumber data primer dan manipulasi bahan.
4.     Siswa-siswa dipandang sebagai “kertas kosong” yang dapat digoresi infor-masi oleh guru, dan guru-guru pada umumnya menggunakan cara didak-tik dalam menyampaikan informasi kepada siswa.
4.        Siswa dipandang sebagai pemikir-pemikir yang dapat memunculkan teori-teori tentang dirinya.
5.    Penilaian hasil belajar atau pengeta-huan siswa dipandang sebagai bagian dari pembelajaran, dan biasanya dilakukan pada akhir pelajaran dengan cara testing.
5.        Pengukuran proses dan hasil belajar siswa terjalin di dalam kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara guru mengamati hal-hal yang sedang dilakukan siswa, serta melalui tugas-tugas pekerjaan.
6.     Siswa-siswa biasanya bekerja sendiri-sendiri, tanpa ada group process dalam belajar.
6.        Siswa-siswa banyak belajar dan bekerja di dalam group process.
.


DAFTAR PUSTAKA


RPP Elektrolisiss SMA Kelas XII


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP 1)

Nama Sekolah        : SMAN 1 SAPE
Mata Pelajaran        : Kimia.
Kelas/Semester       : XII/I (Ganjil).
Tema                       : Elektrolisis.
Alokasi Waktu       : 2 x 45 Menit (2 Jam Pelajaran).
A.  Standar Kompetensi :
2.    Menerapkan konsep reaksi oksidasi-reduksi dan elektrokimia dalam teknologi dan kehidupan sehari-hari.
B.  Kompetensi Dasar :
2.2  Menjelaskan reaksi oksidasi-reduksi dalam sel elektrolisis.
C.  Indikator :
1.    Mengamati reaksi yang terjadi di anoda dan katoda pada reaksi elektrolisis melalui percobaan
2.    Menuliskan reaksi yang terjadi di anode dan katode pada larutan atau cairan dengan elektroda aktif ataupun elektroda inert.
D.  Tujuan Pembelajaran :
Setelah pembelajaran ini, diharapkan Siswa dapat :
1.    Mengamati reaksi yang terjadi di anoda dan katoda pada reaksi elektrolisis melalui percobaan
2.    Menuliskan reaksi yang terjadi di anoda dan katoda pada larutan atau cairan dengan elektrode aktif ataupun elektrode inert.
E.  Pendekatan, Model, dan Metode Pembelajaran :
Pendekatan : Konstruktivistik
Model         : Kooperatif Tipe STAD
Metode       : Penyampaian Informasi, Diskusi Kelompok, Penugasan.
F.   Sumber Belajar :
Ø Buku kimia SMA Kelas XII
Ø Lembar kerja siswa (LKS)
Ø Multimedia
G. Materi Pembelajaran :
Ø Susunan Sel Elektrolisis
Ø Reaksi-reaksi elektrolisis
Ø Reaksi-reaksi di Katode (Reduksi)
Ø Reaksi-reaksi di Anode (Oksidasi)
H.  Langkah-Langkah Pembelajaran :
1.    Kegiatan awal (10 menit)
a.    Menmbuka pelajaran dengan Salam
b.    Memeriksa kehadiran siswa
c.    Guru menjelaskan judul dan tujuan pembelajaran
d.   Memotivasi siswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan topik yang dipelajari.
2.    Kegiatan Inti (70 menit)
No
Kegiatan Pembelajaran
Waktu
1
a.    Guru menyajikan  informasi  berupa  peta konsep tentang sel elektrolisis
b.    Guru menjelaskan reaksi-reaksi dalam sel elektrolisis.
c.    Guru memberikan contah soal
20 Menit
2
a.    Guru membagi siswa menjadi kelompok-kelompok belajar secara heterogen yang setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang
b.    Siswa duduk sesuai dengan kelompok masing-masing
c.     Guru memberikan LKS (Lembar kerja siswa) kepada siswa
d.    Siswa mengerjakan LKS yang  diberikan oleh guru
e.     Guru membimbing siswa dalam diskusi dengan mendatangi setiap kelompok pada saat diskusi kelompok
f.     Guru memberikan arahan kepada setiap anggota kelompok dalam mengajarkan anggota kelompok yang belum mengerti
g.    Setelah siswa selesai mengerjakan LKS (Lembar kerja siswa), salah seorang siswa sebagai perwakilan dari tiap-tiap kelompok maju di depan untuk menuliskan jawaban yang didiskusikannya.
35 Menit
3
a.    Guru memberikan evaluasi pada hasil kerja kelompok
b.    Siswa kembali ketempat duduk masing-masing
c.    Guru mengadakan Quis untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa (tes individu)
d.   Guru memberikan penghargaan pada hasil skor terbaik  dari tes individu.
15 Menit
3.    Kegiatan Akhir (10 menit)
a.       Guru memberi tugas untuk pertemuan berikutnya.
b.      Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari materi selanjutnya
c.       Salam penutup.
I.     Penilaian
1.    Penilaian Hasil PR
2.    Penilaian Psikomotor
3.    Penilaian Afektif
4.    Penilaian Kognitif


Mengetahui,                                                             Mataram,     Juli 2012.


Kepala Sekolah,                                                       Guru Mata Pelajaran Kimia


…………………….........                                                 =MIRFAN=
NIP.                                                                                NIP.10.231.100.


Sintaks – Sintaks STAD

Fase – Fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD:
1.    Fase 1, Penyajian kelas. Guru menyajikan materi pelajaran sesuai dengan yang direncanakan. Setiap awal dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD selalu dimulai dengan penyajian kelas.
2.    Fase 2, Belajar kelompok. Tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih ketrampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman dalam satu kelompok.
3.    Fase 3, Pemberian kuis. Kuis dikerjakan siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok.
4.    Fase 4, Pemberian penghargaan. Pemberian penghargaan kelompok berdasarkan pada rata-rata nilai perkembangan individu dalam kelompoknya.

Sedangkan menurut Slavin (1995) belajr kooperatif tipe STAD melalui lima tahapan yang meliputi:
1.    Tahap penyajian materi, yang mana guru memulai dengan menyampaikan indicator yang harus dicapai hari itu dan memotivasi siswa tentang materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan pemberian persepsi dengan tujuan untuk mengingatkan siswa dengan materi prasarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang dimiliki.
2.    Tahap kerja kelompok, pada tahap ini siswa diberi lembar kerja sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang dibahas dan satu lembar kerja dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok.
3.    Tahap tes individu, untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai, diadakan tes secara individual mengenai materi yang telah dibahas. Skor individu didata dan diarsipkan yang nantinya akan digunakan pada perhitungan skor kelompok.
4.    Tahap perhitungan skor perkembangan individu, dihitung berdasarkan skor awal. Hal ini dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya.
5.    Pemberian penghargaan, diberikan berdasarkan perolehan skor rata – rata yang dikategorikan menjadi kelomok baik, kelompok hebat dan kelompok super.