KATA
PENGANTAR
Puji syukur
penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Radiokimia tentang Dampak Penggunaan Radiokimia (Limbah Radioaktif) ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada Baginda Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan umatnya yang
masih istiqomah di jalan beliau.
Kelancaran dan Keberhasilan penyelesaian makalah ini, tidak
lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penyempurnaan
makalah ini, baik secara moral maupun materil.
Penulis
menyadari bahwa “tak ada
jalan yang tak berkelok, tak ada gading yang tak retak”,begitu pula dengan makalah ini yang masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan dari semua pihak demi
karya yang lebih baik. Akhir kata dengan segala kerendahan hati semoga makalah ini bermanfaat untuk semua pihak
yang membutuhkan. Amin.
Mataram, Juli 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu
pengetahuan dan teknologi (Iptek) terus dikembangkan dan dimanfaatkan dalam
upaya memenuhi kebutuhan dasar manusia, memperpanjang harapan hidup dan
menstimulasi peningkatan kualitas hidup. Dalam pemanfaatan Iptek untuk berbagai
tujuan selalu ditimbulkan hasil samping proses atau limbah. Demikian juga dalam
pemanfaatan, pengembangan dan pengusaan iptek nuklir selalu akan menimbulkan
limbah radioaktif sebagai hasil samping proses. Limbah radioaktif yang
ditimbulkan harus dikelola dengan baik dan tepat agar tidak mencemari
lingkungan, serta tidak memberikan dampak yang menggangu kesehatan masyarakat.
Limbah
radioaktif umumnya ditimbulkan dari kegiatan pengoperasian reaktor riset,
pemanfaatan sumber radiasi, dan bahan radioaktif dalam bidang industri,
pertanian, kedokteran dan penelitian serta dari berbagai proses industri yang
menggunakan bahan yang mengandung radionuklida alam (Naturally Occurring Radioactive Material, NORM). Di negara-negara
maju, limbah radioaktif juga ditimbulkan dari pengoperasian Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir (PLTN), kegiatan daur ulang Bahan Bakar Nuklir Bekas (BBNB) dan
dekomisioning instalasi/fasilitas nuklir. Pengelolaan limbah radioaktif
dilaksanakan untuk mencegah timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota
masyarakat dan lingkungan hidup.
B.
Rumusan Masalah :
Dari
uraian latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Apakah pengertian limbah radioaktif ?
2. Darimanakah
sumber limbah radioaktif ?
3. Apa saja
klasifikasi limbah radioaktif ?
4. Bagaimanakah cara
pengelolaan limbah radioaktif ?
5. Bagaimanakah
dampak limbah radioaktif ?
C. Tujuan
:
Adapun
tujuan makalah ini, yaitu : Dapat mengetahui tentang yang berkaitan dengan dampak
penggunaan radiokimia yang berkaitan dengan limbah radioaktif.
D. Manfaat
:
Adapun
tujuan makalah ini, yaitu :
1.
Mahasiswa mengetahui pengertian limbah radioaktif
2. Mahasiswa
mengetahui sumber limbah radioaktif
3.
Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi limbah radioaktif
4.
Mahasiswa dapat mengetahui cara mengelola limbah radioaktif
5.
Mahasiswa dapat mengetahui dampak limbah radioaktif
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Limbah
Radioaktif
Gejala keradioaktifan
(radioaktifitas) pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh Henry
Becquerel pada suatu garam uranium. Selanjutnya Pierre & Marry currie
menemukan zat-zat radioaktif lainnya yaitu polonium dan radium. Zat-zat
radioaktif adalah suatu zat yang aktif memancarkan radiasi baik berupa partikel
maupun berupa gekombang elektromagnetik.
Pengertian limbah
radioaktif menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif, adalah zat radioaktif dan
atau bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi
radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang
memanfaatkan radiasi pengion yang tidak dapat digunakan lagi. Limbah radioaktif mempunyai potensi bahaya radiasi baik bagi
manusia maupun lingkungan hidup. Karena itu limbah radioaktif harus dikelola
dengan baik sehingga tidak menimbulkan dampak radiologis bagi pekerja,
masyarakat maupun lingkungan.
Limbah radioaktif adalah bahan
yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau
riset radio nuklida.
B. Sumber Limbah Radioaktif
Secara umum limbah radioaktif berasal dari
dua sumber utama (Marsahall, 1981; Day. 1985 dan Lewis, 1978 dalam Las 1989):
(1).Reaktor daya nuklir, dan berbagai kegiatan yang menunjang untuk
beroperasiannya reaktor tersebut, yaitu produksi bahan bakar nuklir, penggunaan
dalam reaktor nuklir, dan pengeluaran serta pengelolaan bahan nuklir bekas.
(2).Pada pemanfaatan bahan radioaktif lainnya, seperti pemanfaatan radioisotop
pada bidang kesehatan, industri, penelitian/riset, dan bidang pertanian.
1. Pengoperasian
Reaktor Nuklir
Reaktor nuklir merupakan sumber yang utama
karena jumlah dan aktivitas limbah yang ditimbulkan beragam. Limbah radioaktif
dari reaktor nuklir berasal dari air pendingin primer reaktor nuklir, bahan
bakar nuklir bekas, dan reaktornya sendiri setelah didismantling. Limbah air pendingin primer reaktor merupakan limbah
aktivitas rendah yang umumnya mengandung 137Cs. Limbah padat yang timbul dari dismantling reaktor jenis aktivitasnya
beragam, dari aktivitas rendah ke tinggi.
2. Pemanfaatan Bahan Radioaktif
a.
Bidang Kesehatan
Di bidang kedokteran sumber
radioaktif terutama digunakan untuk keperluan diagnosa dan terapi penyakit.
Beberapa radioisotop yang sering digunakan untuk keperluan diagnosa antara lain 99Tc, 125I, 153Gd, dan241Am,
sedangkan radioisotop yang digunakan untuk terapi antara lain 60Co, 90Sr, 137Cs dan 192Ir. Radioisotop yang digunakan
dalam bidang kedokteran dapat berupa sumber terbuka (unsealed source) dan sumber tertup (sealed source). Ketika radioisotop tersebut tidak dapat dipergunakan lagi, maka
sumber radioaktif bekas tersebut sudah menjadi limbah radioaktif.
b. Bidang Industri
Pemanfaatan bahan radioaktif dalam bidang industri sangat beragam
tergantung dari tujuan penggunaannya, misalnya untuk pembangkitan energi
(PLTN), pengujian kualitas pengelasan, pengujian ketebalan bahan, sebagai alat
kontrol, pengujian homogenitas suatu campuran (perunut), penentuan kandungan
mineral atau minyak bumi dalam industri pertambangan dan lain-lain. Sesuai
dengan tujuan penggunaan tersebut maka jenis radionuklida yang digunakan
bervariasi sebagai pemancar alpha (α), beta (β), gamma (γ) dan netron dengan
aktivitas yang beragam. Beberapa radionuklida yang sering digunakan dalam
bidang industri adalah 60Co, 85Kr, 137Cs, 192Ir, 241Am, 90Sr dan 241Am-Be. Limbah radioaktif
dari penggunaan sumber radiasi di industri merupakan sumber bekas (spent
source) yang sudah tidak dapat digunakan lagi. Limbah yang dihasilkan dari
PLTN adalah limbah aktivitas rendah, sedang dan bahan bakar nuklir bekas.
c. Lembaga Penelitian dan Pengembangan
Selain dari penggunaan radioisotop dalam bidang kesehatan dan industri, kegiatan litbang nuklir oleh lembaga penelitian dan
pengembangan juga menghasilkan limbah radioaktif. Limbah tersebut dihasilkan
dari pengoperasian (aktivitas) beberapa fasilitas nuklir yang umumnya dimiliki
lembaga litbang nuklir. Fasilitas tersebut dapat berupa reaktor riset,
instalasi produksi radioisotop, instalasi pengelolaan limbah radioaktif serta
laboratorium penunjang lainnya.
Selain penggunaan sumber radioaktif dilembaga litbang nuklir,
lembaga penelitian lainnya, seperti universitas juga menghasilkan limbah
radioaktif. Aktivitas yang mungkin di lakukan adalah misalnya penggunaan
radioisotop untuk keperluan pemantauan untuk mengetahui sistem metabolisme atau
mekanisme perpindahan (pathways) suatu unsur/mineral di lingkungan,
atau penelitian untuk mengetahui optimalisasi penyerapan pupuk oleh tanaman,
efisiensi penggunaan pestisida dan lain-lain.
C. Klasifikasi
Limbah Radioaktif
Undang-Undang Nomor 10/1997
tentang Ketenaganukliran mengklasifikasikan limbah radiokaktif menjadi 3 (tiga)
jenis, yaitu:
1. Limbah Tingkat Rendah (Low Level Waste-LLW)
2. Limbah Tingkat Sedang (Intermediate Level Waste
- ILW); dan
3. Limbah Tingkat Tinggi (High Level Waste - HLW).
Sedangkan menurut PP No. 27
tahun 2002 tentang pengelolaan limbah radioaktif, limbah aktivitas rendah, sedang dan tinggi di jelaskan sebagai
berikut:
1.
Limbah Aktivitas Rendah
Limbah aktivitas rendah yaitu limbah radioaktif dengan
aktivitas di atas tingkat aman (clearance level) tetapi di bawah tingkat
sedang, yang tidak memerlukan penahan radiasi selama penanganan dalam keadaan
normal dan pengangkutan.
2.
Limbah Aktivitas Sedang
Limbah aktivitas sedang yaitu limbah radioaktif dengan
aktivitas di atas tingkat rendah tetapi di bawah tingkat tinggi yang tidak
memerlukan pendingin, dan memerlukan penahan radiasi selama penanganan dalam
keadaan normal dan pengangkutan.
3.
Limbah Aktivitas Tinggi
Limbah aktivitas tinggi
yaitu limbah radioaktif dengan tingkat
aktivitas di atas tingkat sedang, yang memerlukan pendingin dan penahan radiasi
dalam penanganan pada keadaan normal dan pengangkutan, termasuk bahan bakar
nuklir.
Berdasarkan atas karakteristiknya dan
untuk pengelolaan dalam jangka panjang, maka limbah radioaktif dibagi menjadi 3
golongan, yaitu (Miyasaki et al, 1996 dalam Martono, 2007):
1.
Limbah radioaktif
dengan aktivitas tingkat rendah dan menengah yang mengandung radioisotop
pemancar beta dan gamma berumur pendek (umur paro kurang dari 30 tahun) dan
konsentrasi radionuklida pemancar alfanya sangat rendah atau tidak mengandung
radionuklida pemancar alfa sama sekali. Setelah 30 tahun potensi bahaya
radiasinya dapat diabaikan.
2.
Limbah radioaktif
denga aktivitas tingkat rendah dan menengah yang banyak mengandung radioisotop
berumur paro panjang yaitu golongan aktinida sebagai pemancar alfa dan
terkontaminasi sedikit radionuklida hasil belah, disebut limbah transuranium.
3.
Limbah radioaktif
dengan aktivitas tinggi yang banyak mengandung radioisotope hasil belah dan
sedikit aktinida.
D. Pengelolaan
Limbah Radioaktif
Pengelolaan
limbah radioaktif di Indonesia diatur oleh Undang-undang Ketenaganukliran,
Undang-undang Lingkungan Hidup dan Undang-undang lainnya yang terkait serta
berbagai produk hukum di bawahnya. Teknologi pengolahan limbah radioaktif yang
diadopsi adalah teknologi yang telah mapan (proven) dan umum digunakan di
negara-negara industri nuklir. Dalam pengelolaan limbah radioaktif sesuai
ketentuan yang berlaku diterapkan program pemantauan lingkungan yang
dilaksanakan secara berkesinambungan, sehingga keselamatan masyarakat dan
lingkungan dari potensi dampak radiologik yang ditimbulkan selalu berada dalam
batas keselamatan yang direkomendasikan secara nasional maupun internasional.
1.
Minimisasi
Limbah
Dalam
pemanfaatan iptek nuklir minimisasi limbah diterapkan mulai dari perencanaan,
pemanfaatan (selama operasi) dan setelah masa operasi (pasca operasi). Pada
tahap awal/perencanaan pemanfaatan iptek nuklir diterapkan azas justifikasi,
yaitu “tidak dibenarkan memanfaatkan suatu iptek nuklir yang menyebabkan
perorangan atau anggota masyarakat menerima paparan radiasi bila tidak
menghasilkan suatu manfaat yang nyata”. Dengan menerapkan azas justifikasi
berarti telah meminimisasi
potensi paparan radiasi dan kontaminasi serta membatasi limbah/dampak lainnya
yang akan ditimbulkan pada sumbernya. Setelah penerapan azas justifikasi atas
suatu pemanfaatan iptek nuklir, pemanfaatan iptek nuklir tersebut harus lebih
besar manfaatnya dibandingkan kerugian yang akan ditimbulkannya, dan dalam
pembangunan dan pengoperasiannya harus mendapat izin lokasi, pembangunan, dan
pengoperasian dari Badan Pengawas, seperti telah diuraikan sebelumnya.
2.
Teknologi
Pengolahan Limbah Radioaktif
Tujuan
utama pengolahan limbah adalah mereduksi volume dan kondisioning limbah, agar
dalam penanganan selanjutnya pekerja radiasi, anggota masyarakat dan lingkungan
hidup aman dari paparan radiasi dan kontaminasi.
Teknologi
pengolahan yang umum digunakan antara lain adalah Teknologi Alih-Tempat (Dekontaminasi, Filtrasi, dll.), Teknologi
Pemekatan (Evaporasi, Destilasi, dll.),
Teknologi Transformasi (Insinerasi, Kalsinasi)
dan Teknologi Kondisioning (Integrasi dengan
wadah, Imobilisasi, Adsorpsi/Absorpsi). Limbah yang telah mengalami reduksi
volume selanjutnya dikondisioning dalam matrik beton, aspal, gelas, keramik,
sindrok, dan matrik lainnya, agar zat radioaktif yang terkandung terikat dalam
matrik sehingga tidak mudah terlindi dalam kurun waktu yang relatif lama
(ratusan/ribuan tahun) bila limbah tersebut disimpan secara lestari/di disposal
ke lingkungan. Pengolahan limbah ini bertujuan agar setelah ratusan/ribuan
tahun sistem disposal ditutup (closure), hanya sebagian kecil radionuklida
waktu-paro (T1/2) panjang yang sampai ke lingkungan hidup (biosphere), sehingga
dampak radiologi yang ditimbulkannya minimal dan jauh di bawah NBD yang
ditolerir untuk anggota masyarakat.
3.
Pembuangan
Limbah Radioaktif
Limbah radioaktif sebagian
dapat dibuang ke lingkungan apabila kandungannya (konsentrasi dan
radioaktivitasnya) telah dibawah batas ambang yang ditetapkan oleh Pemerintah
(Badan Pengawas Tenaga Nuklir, BAPETEN). Namun sebagian lagi karena
aktivitasnya dan umurnya panjang maka harus disimpan dalam jangka yang sangat
panjang.
Strategi
pembuangan limbah radioaktif umumnya dibagi kedalam 2 konsep pendekatan, yaitu: konsep "Encerkan
dan Sebarkan" (EDS) atau "Pekatkan dan Tahan" (PDT). Kedua
strategi ini umumnya diterapkan dalam pemanfaatan iptek nuklir di negara
industri nuklir, sehingga tidak dapat dihindarkan menggugurkan strategi zero
release.
Pembuangan
efluen dalam pengoperasian instalasi nuklir tidak dapat dihindarkan terjadinya
pembuangan efluen ke atmosfer dan ke badan-air. Efluen gas/partikulat yang
dibuang langsung ke atmosfer berasal dari sistem ventilasi. Udara sistem
ventilasi di tiap instalasi nuklir sebelum dibuang ke atmosfer melalui
cerobong, dibersihkan kandungan gas/ partikulat radioaktif yang terkandung di
dalamnya dengan sistem pembersih udara yang mempunyai efisiensi 99,9 %. Efluen
cair yang dapat dibuang langsung ke badan-air hanya berasal sistem ventilasi
dan dari unit pengolahan limbah cair radioaktif. Tiap jenis radionuklida yang
terdapat dalam efluen yang di buang ke lingkungan harus mempunyai konsentrasi
di bawah BME.
Pembuangan
efluen radioaktif secara langsung, setelah proses pengolahan/dibersihkan dan
setelah peluruhan ke lingkungan merupakan penerapan strategi EDS. Dalam
pembuangan secara langsung, setelah dibersihkan dan setelah peluruhan
aktivitas/konsentrasi radionuklida yang terdapat dalam efluen harus berada di
bawah BME. Radionuklida yang terdapat dalam efluen akan terdispersi dan
selanjutnya melaui berbagai jalur perantara (pathway) yang terdapat di
lingkungan akan sampai pada manusia sehingga mempunyai potensi meningkatkan
penerimaan dosis terhadap anggota masyarakat. Penerimaan dosis terhadap anggota
masyarakat ini harus dibatasi serendah-rendahnya (penerapan azas optimasi).
Dosis
maksimal yang diperkenankan dapat diterima anggota masyarakat dari pembuangan
efluen ke lingkungan dari seluruh jalur perantara yang mungkin adalah 0,3 mSv
per tahun. Dosis pembatas (dose constrain) sebesar 0,3 mSv memberikan
kemungkinan terjadinya efek somatik hanya sebesar 3,3x10-6.
Berdasarkan dosis pembatas ini BME tiap jenis radionuklida yang diizinkan
terdapat dalam efluen dapat dihitung dengan teknik menghitung balik pada metode
prakiraan dosis. BME
tiap jenis radioaktif ini harus mendapat izin dan tiap jenis radionuklida yang
terlepaskan ke lingkungan harus dimonitor secara berkala dan dilaporkan ke
Badan Pengawas.
4.
Lokasi
Disposal
Pemilihan
lokasi untuk pembangunan fasilitas disposal mengacu pada proses seleksi yang
direkomendasikan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA). Faktor-faktor
teknis yang dipertimbangkan diantaranya faktor geologi, hidrogeologi, geokimia,
tektonik dan kegempaan, berbagai kegiatan yang ada di sekitar calon lokasi,
meteorologi, transportasi limbah, tata-guna lahan, distribusi penduduk dan
perlindungan lingkungan hidup. Faktor lainnya yang sangat penting adalah
penerimaan oleh masyarakat.
Di
negara-negara industri nuklir moto "Not In My Backyard"
(NYMBY) telah merintangi dalam pemilihan lokasi, tidak hanya untuk disposal
limbah radioaktif juga terhadap limbah industri lainnya. Oleh karena itu
perhatian terhadap faktor-faktor sosial (societal issues) selama pase awal
proses pemilihan lokasi memerlukan perhatian ekstra hati-hati dan seksama. Isu
ini menyebabkan negara-negara industri nuklir cenderung memilih lokasi (site)
nuklir yang telah ada untuk pembangunan fasilitas disposal. Sebagai contoh
diantaranya fasilitas disposal Drig (United Kingdom), Centre de la Manche
(Perancis), Rokkasho (Jepang) dan Oilkiluoto (Finlandia).
E. Dampak
Limbah Radioaktif
Karena limbah memancarkan
radiasi, maka apabila tidak diisolasi dari masyarakat dan lingkungan maka
radiasi limbah tersebut dapat mengenai manusia dan lingkungan. Misalnya, limbah
radioaktif yang tidak dikelola dengan baik meskipun telah disimpan secara
permanen di dalam tanah, radionuklidanya dapat terlepas ke air tanah dan
melalui jalur air tanah tersebut dapat sampai ke manusia.
Bahaya radiasi adalah, radiasi dapat melakukan ionisasi dan merusak sel organ tubuh manusia. Kerusakan sel tersebut mampu menyebabkan terganggunya fungsi organ tubuh. Disamping itu, sel-sel yang masih tetap hidup namun mengalami perubahan, dalam jangka panjang kemungkinan menginduksi adanya tumor atau kanker. Ada kemungkinan pula bahwa kerusakan sel akibat radiasi mengganggu fungsi genetika manusia, sehingga keturunannya mengalami cacat.
Bahaya radiasi adalah, radiasi dapat melakukan ionisasi dan merusak sel organ tubuh manusia. Kerusakan sel tersebut mampu menyebabkan terganggunya fungsi organ tubuh. Disamping itu, sel-sel yang masih tetap hidup namun mengalami perubahan, dalam jangka panjang kemungkinan menginduksi adanya tumor atau kanker. Ada kemungkinan pula bahwa kerusakan sel akibat radiasi mengganggu fungsi genetika manusia, sehingga keturunannya mengalami cacat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan yaitu,
sebagai berikut:
1. Limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan atau bahan serta peralatan
yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi
nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion yang tidak dapat
digunakan lagi. Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nuklida.
2. Limbah radioaktif dihasilkan
dari segala aktivitas yang memanfaatkan bahan radioaktif, baik dari seluruh
tahapan dalam pengoperasian reaktor nuklir, produksi dan penggunaan radioisotop
(bahan radioaktif) dalam bidang kesehatan, industri dan penelitian.
3. Limbah radioaktif mempunyai
potensi bahaya radiasi baik bagi manusia maupun lingkungan hidup. Karena itu
limbah radioaktif harus dikelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan dampak
radiologis bagi pekerja, masyarakat maupun lingkungan.
B. Saran
Karena makalah
ini masih kurang sempurna, oleh sebab itu saya masih membutuhkan bimbingan dari
Ibu Dosen serta kritikan dan saran yang
bersifat membangun agar kedepannya bisa
lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Cotton, F Albert, Wilkinon, Geoffrey, 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI
Press.
Marsahal, W.1981. Nuclear Power Technologi. Oxford, Inggris: Clarendon Press.
Martono, H. 1997. Status Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Limbah Aktinitas Tinggi
Di Pisat Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif. Prosiding Pertemuan dan
Presentasi Ilmiah Teknologi Pengolahan Limbah I, Batang: Serpong.
Martono, H. Wati. 2007. Karakteristik Laju Pelindihan Gelas-Limbah. Prosiding Seminar
Nasional XVI “Kimia dalam Industry dan Lingkungan: Yogyakarta.
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2002 tentang
Pengelolaan Limbah Radioaktif.
Skripsi. AJENG
SARTIOKA KUSNADI-FST.pdf (SEKURED), diakses, senin 15 Juli 2013
http://ingebinzoez.wordpress.com/radioaktif/,
diakses, senin 15 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Makasih Udah Kunjungi Blog Saya :)
"Smoga Postting ini Bermanfaat"