PENDEKATAN, MODEL, METODE DAN TEHNIK DAN STRATEGI
PEMBELAJARAN
A.
PENDEKATAN
Pendekatan
Pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Jadi pendekatan pembelajaran adalah konsep
dasar yang mewadahi, menginsipirasi, menguatkan, dan melatari metode
pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran
terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
1.
pendekatan pembelajaran yang berorientasi
atau berpusat pada siswa (student
centered approach)
2.
pendekatan pembelajaran yang berorientasi
atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara lain :
1.
Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir
pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
dengan tiba-tiba (Suwarna,2005).
Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey
(1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan
Nik Aziz (1999) kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang
membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara
pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu
dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh
pelajar.
Menurut teori
konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif seorang akan
berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau pengalaman baru.
Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep
dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu,
konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman
baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning. Seseorang juga boleh
membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi,
iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan
Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan menggabungkan
konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai parcing.
Pendekatan konstruktivisme sangat penting
dalam proses pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri
dengan menghubungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia
ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka
tentang sesuatu perkara.
Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut dalam Sushkin,
1999) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan
konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan
berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan tradisional.
Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van Boxtel (2003), Curtis
(1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahawa pendekatan konstruktivisme
dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian yang lebih
tinggi dan signifikan
2.
Pendekatan Deduktif – Induktif
1. Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan
konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan
deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan
berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya dan
konsep dasarnya.
Prince dan Felder (2006) menyatakan
pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif,
memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan
teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan
kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit
memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan
dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan
pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan
Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya
adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous
learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi
berbasis pembelajaran sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran
dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi atau konsep.
Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan pembelajaran: (1)
definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan beberapa tugas mirip contoh
dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa tentang definisi
yang disampaikan.
2.
Pendekatan Induktif
Ciri uatama pendekatan induktif dalam
pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk
memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan data primer atau
dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan.
Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya
selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan
induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya
pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis
proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran
dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal
khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah
konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur
berdasar pengamatan siswa sendiri.
Major (2006) berpendapat bahwa pembelajaran
dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau generalisasi.
Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju
konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian
membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus memiliki
pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi tersebut
setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
Dalam fase
pendekatan induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah.
Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas
materi pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika
bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir
deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang
berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal
yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan masalah
siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan menggunakan pola pikir induktif,
pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan secara bergantian.
3.
Pendekatan Kontekstual
Pendekatan
konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan
melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya
sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya
berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa
untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses
pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut
untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip
membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa.(http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam
pembelajaran kontekstual,guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi
siswa dengan cara mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan
di mana anak hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam
masyarakatnya (http.//www.contextual.org.id). Pemahaman, penyajian ilmu
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan
dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen
Dikdasmen, 2001: 8). Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat diarahkan
kepada pemikiranagar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di
lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang
benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari, masa depan mereka, dan
lingkungan masyarakat luas.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah
membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan
strategi daripada memberi informasi. Guru bertugas mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu yang baru
bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil “menemukan
sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.
Penggunaan
pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya untuk mengembangkan ranah
pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk mengembangkan sikap,
nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah yang terkait dengan
kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi dengan sesama teman, misalnya
melalui pembelajaran kooperatif, sehingga juga mengembangkan ketrampilan sosial
(social skills) (Dirjen
Dikmenum, 2002:6). Lebih lanjut Schaible,
Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well
(2000:172) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam
masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada
bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual
atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk merancang
cara dalam mengatasi masalah.
4.
Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
National Science Teachers Association (NSTA) (1990
:1)memandang STM sebagai the
teaching and learning of science in thecontext of human experience. STM
dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks
pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan
kreativitas,
sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan
sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE(2006:1) bahwa STM
merupakan an interdisciplinary
approach whichreflects the widespread realization that in order to meet the
increasingdemands of a technical society, education must integrate
acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan
STMharuslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin
(ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di antara sains,
teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap
hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains
dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting
dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan
tersebut senada dengan pendapat NC
State University (2006: 1), bahwa STM merupakan an interdisciplinery field of study that
seeks to explore a understand the many ways that scinence and technology shape
culture, values, and institution, and how such factors shape science and
technology.STM dengandemikian adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan
untuk mengetahui bagaimana
sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses
sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi.
Hasil penelitian dari National Science Teacher
Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa pembelajaran
sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika
dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan
aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan.
Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang
diterima siswa akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan STM ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu
lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari – hari, yang dalam
pemecahannya menggunakan langkah – langkah ilmia. hhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/)
5.
Pendekatan Keterampilan Proses (PKP)
Keterampilan proses merupakan
kemampuan siswa untuk mengelola (memperoleh) yang didapa dalam kegiatan belajar
mengajar (KBM) yang memberikan kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk
mengamati, menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan
penelitian, mengkomunikasikan hasil perolehan tersebut” (Azhar, 1993: 7)
Sedangkan
“menurut Conny (1990 : 23) pendekatan keterampilan proses adalah pengembangan
sistem belajar yang mengefektifkan siswa (CBSA) dengan cara mengembangkan
keterampilan memproses perolehan pengetahuan sehingga peserta didik akan
menemukan, mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan sikap dan
nilai yang dituntut dalam tujuan pembelajaran khusus”.
Berdasarkan
uraiaan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan keterampilan proses
adalah pendekatan belajar mengajar yang mengarah pada pengembangan kemampuan
dasar berupa mental fisik, dan sosial untuk menemukan fakta dan konsep maupun
pengembangan sikap dan nilai melalui proses belajar mengajar yang telah
mengaktifkan siswa (CBSA) sehingga mampu menumbuhkan sejumlah keterampilan
tertentu pada diri peserta didik.
Dimiyati
(2002: 138) mengatakan bahwa pendekatan keterampilan proses dimaksudkan untuk
mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa adalah :
a. Pendekatan keterampilan proses memberikan kepada pengertian
yang tepat tentang hakekat ilmu pengetahuan siswa dapat mengalami rangsangan
ilmu pengetahuan dan dapat lebih baik mengerti fakta dan konsep ilmu
pengetahuan
b. Mengajar dengan
keterampilan proses berarti memberi kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu
pengetahuan tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu
pengetahuan.
c. Menggunakan keterampilan proses untuk mengajar ilmu
pengetahuan membuat siswa belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus.
Dari pembahasan tentang pengertian keterampilan proses (PKP)
dapat diartikan bahwa pendekatan keterampilan proses dalam penerapannya secara
langsung memberikan kesempatan siswa untuk secara nyata bertindak sebagai
seorang ilmuan karena penerapan pendekatan keterampilan proses menekankan dalam
memperoleh ilmu pengetahuan siswa hendaknya menanamkan sikap dan nilai sebagai
seorang ilmuan.
a. Pentingnya
Pendekatan Keterampilan Proses
Menurut
Dimiyati, mengatakan bahwa pendekatan keterampilan proses (PKP) perlu
diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar berdasarkan alasan-alasan sebagai
berikut:
1.
Percepatan
perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi
2.
Pengalaman intelektual emosional dan fisik
dibutuhkan agar didapatkan agar hasil belajar yang optimal
3.
Penerapan sikap dan nilai sebagai pengabdi
pencarian abadi kebenaran ini. (Dimiyati, 2002: 137)
Pembinaan dan pengembangan kreatifitas berarti mengaktifkan
murid dalam kegiatan belajarnya. Untuk itu cara belajar siswa aktif (CBSA) yang
mengembangkan keterampilan proses yang dimaksud dengan keterampilan di sini
adalah kemampuan fisik dan mental yang mendasar sebagai penggerak
kemampuan-kemampuan lain dalam individu.
Conny (1990 : 14). mengatakan bahwa ada beberapa alasan yang
melandasi perlu diterapkan pendekatan keterampila proses (PKP) dalam kegiatan
belajar mengajar yaitu:
1. Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat
sehingga tak mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada
siswa.
2. Para ahli psikologi umumnya berpendapat bahwa anak-anak muda
memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan
contoh-contoh kongkrit.
3. Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat relatif benar
seratus persen penemuannya bersifat relatif
4. Dalam proses belajar
mengajar pengembangan konsep tidak dilepaskand ari pengembangan sikap dan nilai
dalam diri anak didik.
b.
Pola Pelaksanaan Pendekatan Keterampilan Proses (PKP)
Dalam
pola pelaksanaan keterampilan proses, hendaknya guru harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1.
Asas
pelaksanaan keterampilan proses Menurut (Azhar, 1993) dalam melaksanakan
pendekatan keterampilan proses perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Harus sesuai dan
selalu berpedoman pada tujuan kurikuler, serta pembelajaran yang berupa TPU dan
TPK.
b. Harus berpegang pada dasar pemikiran bahwa semua siswa
mempunyai kemampuan (potensi) sesuai dengan kudratnya.
c. Harus memberi kesempatan, penghargaan dan movitasi kepada
peserta didik untuk berpendapat, berfikir dan mengungkapkan perasaan dan
pikiran.
d. Siswa pembinaan harus berdasarkan pengalaman belajar siswa.
e. Perlu mengupayakan agar pembina mengarah pada kemampuan
siswa untuk mengola hasil temuannya.
f.
Harus
berpegang pada prinsip "Tut Wuri Handayani". Memperhatikan azas-azas
tersebut, nampaknya yang menjadi titik perkenannya adalah siswa itu adalah
siswa itu sendiri sebagai subyek didik dan juga guru dalam melaksanakan
pendekatan keterampilan proses benar-benar memperkirakan perbedaan
masing-masing siswa.
c. Bentuk
dan pelaksanaan pendekatan keterampilan proses (PKP)
Untuk
melaksanakan pendekatan keterampilan proses kepada peserta didik secara
klasikal. Kelompok kecil ataupun individual. Maka kegiatan tersebut harus
mengamati kepada pembangkitan kemampuan dan keterampilan mendasar baik mental,
fisik maupun sosial (menurut Funk dalam Dimiyati, 1999). Adapun keterampilan
yang mendasar dimaksud adalah
1.
Mengamati/observasi
Observasi atau pengamatan merupakan
salah satu keterampilan ilmiah yang paling mendasar dalam proses dan memperoleh
ilmu pengetahuan serta merupakan hal terpenting untuk mengembangkan
keterampilan proses yang lain (Funk 1985 dalam Dimiyati, 1909 :142). Kegiatan
mengamati, menurut penulis dapat dilakukan dengan panca indera seperti melihat,
mendengar, meraba, mencium dan mengecap. Hal ini sejalan dengan pendapat
(Djamarah, 2000 :89). Bahwa "kegiatan mengamati dapat dilakukan peserta
didik melalui kegiatan belajar, melihat, mendengar, meraba, mencicip dan
mengumpulkan dan atau informasi. Jadi kegiatan mengamati merupakan tingkatan
paling rendah dalam pengembangan keterampilan dasar dari peserta didik, karena
hanya sekedar pada penglihatan dengan panca indera. Pada dasarnya mengamati dan
melihat merupakan dua hal yang berbeda walaupu sekilas mengandung pengertian
yang sama. Melihat belum tentu mengamati, karena setiap hari mungkin peserta
didik melihat beraneka ragam tanaman, hewan, benda-benda lain yang ada di
sekitarnya, tetapi sekedar melihat tanpa mengamati bagaimana sebenarnya
tanaman, hewan tersebut berkembang dari kecil hingga menjadi besar.
2.
Mengklasifikasikan
Mengklasifikasikan
merupakan keterampilan proses untuk memilih berbagai obyek peristiwa
berdasarkan sifat-sifat khsususnya. Sehingga didapatkan golongan atau kelompok
sejenis dari obyek yang dimaksud, (Dimiyati, 1999 :142). Untuk melakukan kegiatan
mengkalasifikasik menurut Djamarah adalah "peserta didik dapat belajar
melalui proses : mencari persamaan (menyamakan, mengkombinasikan, menggolongkan
dan mengelompokkan( Djamarah, 2000 : 89). Melalui keterampilan mengklasifikasi
peserta didik diharapkan mampu membedakan, menggolongan segala sesuatu yang ada
di sekitar mereka sehingga apa yang mereka lihat sehari-harii dapat menambah
pengetahuan dasar mereka.
3.
Mengkomunikasikan
Mengkomunikasikan dapat diartikan
sebaga "menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep dan prinsip ilmu
pengetahua dalam bentuk suara, visual atau secara visual" (Dimiyati,
1993:143). Kegiatan mengkomunikasi dapat berkembanga dengan baik pada diri
peserta didik apabila mereka melakukan aktivitas seperti : berdiskusi, mendeklamasikan,
mendramatikan, bertanya, mengarang, memperagakan, mengekspresikan dan
melaporkan dalam bentuk lisan, tulisan, gambar dan penampilan” (Djamarah,
2000). Dari pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa mengkomunikasikan bukan
berarti hanya melalui berbicara saja tetapi bisa juga dengan gambar, tulisan
bahkan penampilan dan mungkin lebih baik dari pada berbicara.
4.
Mengukur
Keterampilan
Mengukur sangat
penting dilakukan agar peserta didik dapat mengobservasi dalam bentuk
kuantitatif. Mengukur dapat diartikan "membandingkan yang diukur dengan
satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan" (Dimiyati, 1999 : 144).
Adapun kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan mengukur peserta didik
menurut Conny (1992 :21). Dapat dilakukan dengan cara mengembangkan sesuatu,
karena pada dasarnya mengukur adalah membandingkan, misalnya saja siswa
membandingkan luas kelas, volume balok, kecakapan mobil dan sebagainya.
Kegiatan pengukuran yang dilakukan peserta didik berbeda-beda tergantung dari
tingkat sekolah mereka, karena semakin tinggi tingkat sekolahnya maka semakin
berbeda kegiatan pengukuran yang dikerjakan.
5.
Memprediksi
Memprediksi
adalah "antisipasi atau perbuatan ramalan tentang sesuatu hal yang akan
terjadi di waktu yang akan datang, berdasarkan perkiraan pada pola kecendrungan
tertentu, atau hubungan antara fakta dan konsep dalam ilmu pengetahuan"
(Dimiyati, 1999: 144). Menurut (Djamarah, 2000) untuk mengembangkan
keterampilan memprediksi dapat dilakukan oleh peserta didik melalui kegiatan
belajar antisipasi yang berdasarkan pada kecendrungan/pola. Hubungan antara
data, hubungan informasi. Hal ini dapat dilakukan misalnya memprediksi waktu
tertibnya matahari yang telah diobservasi, memprediksikan waktu yang dibutuhkan
untuk menempuh jarak tertentu dengan menggunakan kendaraan dengan yang
berkecepatan tertentu. Pada prinsipnya memprediksi, observasi dan menarik
kesimpulan merupakan tiga hal yang berbeda, hal tersebut dapat dibatasi sebagai
berikut : "kegiatan yang dilakukan melalui panca indera dapat disebut
dengan observasi dan menarik kesimpulan dapat diungkapkan dengan, mengapat hal
itu bisa terjadi sedangkan kegiatan observasi yang telah dilakukan apa yang
akan diharapkan".
6.
Menyimpulkan
Menyimpulkan
dapat diartikan sebagai "suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan
suatu. Objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang
diketahui (Dimiyati, 1999: 145). Kegiatan yang menampakkan keterampilan
menyimpulkan misalnya: berdasarkan pengamatan diketahui bahwa lilin mati
setelah ditutup dengan gelas rapat-rapat. Peserta didik dapat menyimpulkan
bahwa lilin bisa menyala apabila ada oksigen. Kegiatan menyimpulkan dalam
kegiatan belajar mengajar dilakukan sebagai pengembangan keterampilan peserta
didik yang dimulai dari kegiatan observasi lapangan tentang apa yang ada di
alam ini.
d.
Langkah-langkah melaksanakan keterampilan proses
Untuk
dapat melaksanakan kegiatan keterampilan proses dalam pembelajaran guru harus
melakuka langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Pendahuluan
atau pemanasan
Tujuan dilakukan kegiatan ini adalah
mengarahkan peserta didik pada pokok permasalahan agar mereka siap, baik mental
emosional maupun fisik. Kegiatan pendahuluan atau pemanasan tersebut berupa,
pengulasan atau pengumpulan bahan yang pernah dialami peserta didik yang ada
hubungannya dengan bahan yang akan diajarkan.
2.
Kegiatan
menggugah dan mengarahkan perhatian perserta didik dengan mengajukan
pertanyaan, pendapat dan saran, menunjukkan gambar atau benda lain yang
berhubungan dengan materi yang akan diberikan.
3.
Pelaksanaan
proses belajar megnajar atau bagian inti Dalam kegiatan proses pembelajaran
suatu materi, seperti yang dikemukakan di depan hendaknya selalu
mengikutsertakan secara aktif akan dapat mengembangkan kemampuan proses berupa
mengamati, mengklasifikasi, menginteraksikan, meramalkan, mengaplikasikan
konsep, merencanakan dan melaksanakan penelitian serta mengkunikasikan hasil
perolehannya yang pada dasarnya telah ada pada diri peserta didik. Sedangkan
menurut Djamarah (2002 :92)
kegiatan-kegiatan
yang tergolong dalam langkah-langkah proses belajar mengajar atau bagian inti
yang bercirikan keterampilan proses, meliputi :
a.
Menjelaskan
bahan pelajaran yang diikuti peragakan, demonstrasi, gambar, modal, bangan yang
sesuai dengan keperluan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengembangkan
kemampuan mengamati dengan cepat, cermat dan tepat.
b.
Merumuskan
hasil pengamatan dengan merinci, mengelompokkan atau mengklasifikasikan materi
pelajaran yang diserap dari kegiatan pengamatan terhadap bahan pelajaran
tersebut.
c.
Menafsirkan
hasil pengelompokkan itu dengan menunjukkan sifat, hal dan peristiwa atau
gejala yang terkandung pada tiap-tiap kelompok.
d.
Meramalkan sebab akibat kejadian perihal atau
peristiwa lain yang mungkin terjadi di waktu lain atau mendapat suatu perlakuan
yang berbeda.
e.
Menerapkan
pengetahuan keterampilan sikap yang ditentukan atau diperoleh dari kegiatan
sebelumnya pada keadaan atau peristiwa yang baru atau berbeda.
f.
Merencanakan
penelitian umpamanya mengadakan percobaan sehubungan dengan masalah yang belum
terselesaikan.
g.
Mengkomunikasikan hasil kegiatan pada orang
lain dengan diskusi, ceramah mengarang dan lain-lain.
4.
Penutup
Setelah melaksanakan proses belajar tersebut,
hendaknya sebagai seorang pendidik untuk :
a.
Mengkaji
ulang kegiatan yang telah dilaksanakan serta merumuskan hasil yang telah
diperolehnya
b.
Mengadakan tes akhir
c.
Memberikan tugas-tugas lain .
(Pendekatan Keterampilan Proses Read
more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/01/pendekatan-keterampilan-proses-dalam.html)
Copyright aadesanjaya.blogspot.com
Copyright aadesanjaya.blogspot.com
6.
Pendekatan Konsep dan Proses
1. Pendekatan
Konsep
Pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu
bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses
pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan
beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami konsep. (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
2.
Pendekatan Proses
Pada
pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan
siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan,
menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan
dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut
keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar. (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
Dalam
pendekatan proses, ada dua hal mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap
proses yang berlangsung dalam pendidikan. Pertama, proses mengalami. Pendidikan
harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi peserta didik. Dengan
proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian integral dari diri
peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman yang disodorkan untuk
diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendir. Dengan demikian, pendidikan
mengejawantah dalam diri peserta didik dalam setiap proses pendidikan yang
dialaminya (http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/1907).
7.
Pendekatan
Individual
Pada kasus-kasus tertentu yang timbul dalam kegiatan belajar mengajar dapat
diatasi dengan pendekatan individual.
Misalnya untuk menghentikan anak didik
yang suka bicara. Caranya dengan memisahkan atau memindahkan salah satu dari anak didik tersebut pada tempat yang
terpisah dengan jarak yang cukup jauh. Anak
didik yang suka bicara ditempatkan pada kelompok anak didik yang pendiam. Persoalan kesulitan belajar anak
didik lebih mudah dipecahkan dengan menggunakan pendekatan individual, walaupun suatu saat pendekatan kelompok diperlukan. Jadi pendekatan individual adalah pendekatan yang dilakukan guru dengan memperhatikan perbedaan
anak didik pada aspek individual masing-masing.
8.
Pendekatan
Kelompok
Pendekatan
kelompok memang
suatu saat diperlukan dan digunakan untuk membina dan
mengembangkan sikap sosial anak didik. Hal ini disadari bahwa anak didik adalah sejenis makhluk homo
socius yaitu makhluk yang cenderung untuk hidup bersama.
Dengan penekanan pendekatan kelompok, diharapkan dapat ditumbuhkembangkan rasa
sosial yang tinggi pada diri setiap anak
didik. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egois yang ada pada diri
mereka masing-masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial di kelas.
Dan mereka sadar bahwa hidup ini saling ketergantungan, tidak ada makhluk hidup
yang terus menerus berdiri sendiri tanpa keterlibatan makhluk lain, langsung
atau tidak langsung, disadari atau tidak disadari.
Jadi pendekatan kelompok adalah pendekatan
yang dilakukan guru dengan
tujuan membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik serta membina sikap kesetiakawanan sosial. Misalnya anak
didik dibiasakan hidup bersama, bekerja sama dengan kelompok sehingga akan menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan
kelebihan. Yang mempunyai kelebihan dengan ikhlas mau membantu mereka yang
kekurangan. Sebaliknya mereka yang mempunyai kekurangan dengan rela hati mau
belajar dari mereka yang mempunyai kelebihan tanpa rasa minder. Persaingan yang
positif pun terjadi di kelas dalam rangka untuk mencapai prestasi belajar
yang optimal serta anak didik menjadi aktif, kreatif dan mandiri.
9.
Pendekatan
Variasi
Permasalahan yang dihadapi anak
didik biasanya bervariasi, maka
pendekatan yang digunakan pendidik akan lebih tepat dengan menggunakan pendekatan bervariasi pula. Misalnya anak
didik yang tidak disiplin dan anak didik yang suka berbicara akan berbeda cara
pemecahannya/ penyelesaiannya dan menghendaki pendekatan yang berbeda-beda pula.
Pendekatan
bervariasi bertolak
dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik
dalam belajar adalah
bermacam-macam. Kasus yang biasanya muncul dalam pengajaran adalah berbagai motif sehingga diperlukan variasi teknik pemecahan untuk setiap
kasus. Maka kiranya pendekatan
bervariasi ini sebagai alat yang dapat guru gunakan untuk kepentingan pengajaran.
Jadi
pendekatan variasi adalah suatu
pendekatan yang dilakukan guru
untuk menghadapi permasalahan anak
didik yang bervariasi dengan menggunakan variasi teknik pemecaham masalah tersebut. Misalnya permasalahan
anak didik yang tidak disiplin dan anak didik yang suka bicara akan berbeda
cara pemecahannya dan menghendaki pendekatan yang berbeda pula. Demikian juga
halnya terhadap anak didik yang membuat keributan. Di sini guru dapat
menggunakan teknik pemecahan masalah dengan pendekatan variasi.
10.
Pendekatan Edukatif
Pendekatan
yang benar
bagi pendidik adalah dengan pendekatan
edukatif. Setiap tindakan, sikap dan perbuatan yang guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan
untuk mendidik anak didik agar
menghargai norma hukum, norma susila,
norma sosial dan norma agama. Dengan tujuan meletakkan dan membina watak
anak didik dengan pendidikan
akhlak yang mulia. Membimbing anak didik bagaimana cara memimpin kawan-kawannya
dan anak-anak lainnya, membina bagaimana cara menghargai orang lain dengan cara
mematuhi semua perintah yang bernilai kebaikan.
Jadi pendekatan edukatif adalah suatu pendekatan yang dilakukan guru terhadap anak didik yang bernilai pendidikan dengan tujuan
untuk mendidik anak didik agar
menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, norma sosial dan norma
agama. Misalnya ketika lonceng tanda masuk kelas telah berbunyi, anak-anak
jangan dibiarkan masuk dulu, tetapi mereka disuruh berbaris di depan pintu
masuk dan ketua kelas diperintahkan untuk mengatur barisan, dan anak-anak
berbaris dalam kelompok sejenisnya. Kemudian guru berdiri sambil
mengontrol mereka. semuanya dipersilahkan masuk kelas satu persatu menyalami
guru dan mencium tangan guru sebelum dilepas. Akhirnya semua anak masuk dan
pelajaran pun dimulai.
B. MODEL PEMBELAJARAN
Model Pembelajaran pada
dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir
yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan
teknik pembelajaran. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model
pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Beberapa model pembelajaran
1. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama,
yakni kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuik
mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan pembelajaran
kooperatif adalah utnuk membangkitkan interaksi yang efektif diantara anggota
kelompok melalui diskusi. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran
berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk
memecahkan masalah (tugas). Dengan interaksi yang efektif dimungkinkan semua
kelompok dapat menguasai materi pada tingkat yang relatif sejajar.
a.
Prinsip-Prinsip Dalam Pembelajaran Kooperatif
Menurut Nurhadi & Senduk (2003)
dan Lie (2002) yang dikutip dalam buku Made Wena (2009) ada berbagai elemen
yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif, yaitu :
1.
Saling Ketergantungan Positif
Dalam pembelajaran kooperatif, setiap
anggota kelompok sadar bahwa mereka perlu bekerja sama dalam mencapai tujuan,
suasana tersbut dapat diciptakan melalui berbagai strategi, yaitu :
2.
Saling ketergantungan dalam pencapaian
tujuan. Dalam hal ini masing-masing siswa merasa memerlukan temannya dalam
usaha mencapai tujuan pembelajaran.
3.
Saling ketergantugan dalam menyelesaikan
tugas. Dalam hal ini masing-masing siswa membutuhkan teman dalam menyelesaikan
tugas-tugas pembelajaran. Siswa yang kurang pandai merasa perlu bertanya pada
siswa yang lebih pandai dan sebaliknya.
4.
Saling ketergantungan bahan atau sumber
belajar. Siswa yang tidak memiliki sumber belajar akan berusaha meminjam pada
temannya dan sebaliknya.
5.
Saling ketergantungan peran. Siswa yang
sebelumnya sering bertanya pada temannya, suatu saat ia akan berusaha mengajari
temannya yang mengalami masalah, demikian juga untuk siswa yang sering meminjam
bahan ajar pada temannya suatu saat akan meminjamkan pula pada temannya yang
lebih memutuhkan.
6.
Saling ketergantungan hadiah. Penghargaan
atau hadiah yang diberikan kepada kelompok, karena hasil kerja adalah hasil
kerja kelompok, bukan hasil kerja individual atau perorangan.
b.
Saling Tatap Muka
Interaksi tatap muka menuntut para
siswa dalam kelompok saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan
dialog, tidak hanya dengan guru tetapi dengan sesama siswa. Jadi dalam hal ini
semua anggota kelompok berinteraksi saling berhadapan, dengan menerapkan
keterampilan bekerja sama dalam menjalin hubungan sesama anggota kelompok.
c.
Akuntabilitas Individual
Setiap anggota harus belajar dan
menyumbangkan pikiran demi keberhasilan pekerjaa kelompok.
d.
Keterampilan Menjalin Hubungan Antar Pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif dituntut
untuk membimbing siswa agar dapat berkolaborasi, bekerja sama, dan
bersosialisasi antar anggota kelompok.
Dalam
bukunya, Retno Dwi (2010), menambahkan evaluasi proses kelompok dalam
pokok-pokok pembelajaran kooperatif yaitu pengajar perlu menjadwalkan waktu
khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja
sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efktif.
Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri :
a.
Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa
belajar dalam kelompok secara kooperatif.
b.
Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
c.
Jika dalam kelas terdapat siswa yang terdiri
dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelmin yang berbeda maka diusahakan utuk
membentuk kelompok yang terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin pula.
d.
Penghargaan lebih diutamakan pada kerja
kelompok dari pada perorangan.
Ciri-ciri
pembelajaran kooperatif menurut para ahli antara lain:
Menurut Stahl (1994) dalam bukunya Ismail (2003),
ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah:
1). belajar dengan teman
2). tatap muka antar teman
3). mendengarkan antar anggota
4). belajar dari teman sendiri dalam kelompok
5). belajar dalam kelompok kecil
6). produktif berbicara atau mengemukakanpendapat/gagasan
7). siswa membuat keputusan, dan
8). siswa aktif
1). belajar dengan teman
2). tatap muka antar teman
3). mendengarkan antar anggota
4). belajar dari teman sendiri dalam kelompok
5). belajar dalam kelompok kecil
6). produktif berbicara atau mengemukakanpendapat/gagasan
7). siswa membuat keputusan, dan
8). siswa aktif
Sedangkan menurut Johnson (1984) belajar kooperatif
mempunyai ciri-ciri:
1). saling ketergantungan yang positif
2). dapat dipertanggungjawabkan secara individu
3). heterogin
4). berbagi kepepimpinan
5). berbagi tanggungjawab
6). ditekankan pada tugas dan kebersamaan
7). mempunyai keterampilan dalam berhubungan sosial
8). guru mengamati, dan
9). efektivitas tergantung pada kelompok
1). saling ketergantungan yang positif
2). dapat dipertanggungjawabkan secara individu
3). heterogin
4). berbagi kepepimpinan
5). berbagi tanggungjawab
6). ditekankan pada tugas dan kebersamaan
7). mempunyai keterampilan dalam berhubungan sosial
8). guru mengamati, dan
9). efektivitas tergantung pada kelompok
Dengan demikian dapat diringkas bahwa pembelajaran
kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1)
Siswa belajar dalam kelompok, produktif
mendengar, mengemukakan pendapat, dan membuat keputusan secara bersama.
2)
Kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang
memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
3)
Jika dalam kelas terdapat siswa- siswa yang
terdiri dari berbagai ras, suku, agama, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda,
maka diupayakan agar dalam setiap kelompok pun terdapat ras, suku, agama, dan
jenis kelamin yang berbeda pula.
4)
Penghargaan lebih diutamakan pada kerja
kelompok daripada kerja perorangan.
Proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif
dimulai dengan membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil (3 – 5 siswa per
kelompok). Setiap siswa ditempatkan di dalam kelas sedemikian rupa sehingga
antara anggota kelompok dapat belajar dan berdiskusi dengan baik tanpa
mengganggu kelompok yang lain. Guru membagi materi pelajaran, baik berupa
lembar kerja siswa, buku, atau penugasan. Selanjutnya guru menjelaskan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai dan memberikan pengarahan tenatng materi yang harus
dipelajari dan permasalahan-permasalahan yang harus diselesaikan. Siswa secara
sindiri-sendiri mempelajari materi pelajaran, dan jika ada kesulitan mereka
saling berdiskusi dengan teman-temannya dalam kelompok. Untuk menguasai materi
pelajaran atau menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan, setiap siswa dalam
kelompok ikut bertanggungjawab secara bersama, yakni dengan cara berdiskusi,
saling tukar ide/gagasan, pengetahuan dan pengalaman, demi tercapainya tujuan
pembelajaran secara bersama-bersama. Evaluasi dilakukan berdasarkan pencapaian
hasil belajar komulatif dalam kelompok. Kemampuan atau prestasi setiap anggota
kelompok sangat menentukan hasil pencapaian belajar kelompok. Untuk itu
penguasaan materi pelajaran setiap siswa sangat ditekankan dalam pembelajaran
kooperatif.
Guru melakukan pemantauan terhadap kegiatan belajar
siswa, mengarahkan keterampilan kerjasama, dan memberikan bantuan pada saat
diperlukan.
Aktifitas belajar berpusat pada siswa, guru hanya berfungsi sebagai fasilitator dan dinamisator. Dengan model pembelajaran kooperatif diharapkan siswa dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal dengan cara berpikir aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran.
Aktifitas belajar berpusat pada siswa, guru hanya berfungsi sebagai fasilitator dan dinamisator. Dengan model pembelajaran kooperatif diharapkan siswa dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal dengan cara berpikir aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pengelolaan
pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif, paling tidak ada tiga tujuan
yang ingin dicapai, yaitu :
a.
Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dlam membantu siswa yang sulit.
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dlam membantu siswa yang sulit.
b.
Pengakuan adanya keragaman
Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan ras, suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.
Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan ras, suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.
c.
Pengembangan keterampilan sosial
Model Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif antara lain adalah : berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, bekerja dalam kelompok, dan sebagainya.
Model Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif antara lain adalah : berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, bekerja dalam kelompok, dan sebagainya.
Dalam model
pembelajaran kooperatif terdapat enam langkah utama, yang dimulai dengan
langkah guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar,
hingga diakhiri dengan langkah memberikan penghargaan terhadap usaha-usaha
kelompok maupun individu.
Selanjutnya langkah - langkah pembelajaran kooperatif dari awal hingga akhir dapat dilihat pada tabel berikut.
Selanjutnya langkah - langkah pembelajaran kooperatif dari awal hingga akhir dapat dilihat pada tabel berikut.
§
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif.
1.
Fase
2.
Indikator
3.
Kegiatan guru
a.
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif
b.
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan cara demonstrasikan atau lewat bahan bacaan
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan cara demonstrasikan atau lewat bahan bacaan
c.
Mengorganisasikan siswa dalam
kelompok-kelompok
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
d.
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas-tugas
Guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas-tugas
e.
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari dan juga terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari dan juga terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok
f.
Memberi penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok
Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok
Apabila diperhatikan langkah-langkah model pembelajaran
kooperatif diatas maka tampak bahwa proses demokrasi dan peran aktif siswa di
kelas sangat menonjol dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain.
Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk
siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil
belajar yang signifikan. Cooper mengungkapkan keuntungan dari metode
pembelajaran kooperatif, antara lain:
1) siswa mempunyai
tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran,
2) siswa dapat
mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi,
3) meningkatkan
ingatan siswa, dan
4) meningkatkan kepuasan siswa terhadap materi
pembelajaran ( Mahmudin
word press, 2009).
Pada praktiknya metode pembelajaran kooperatif ini memiliki
banyak metode atau teknik. Menurut Chairarri (2003: 3) Ada beberapa model dalam
pembelajaran kooperatif yaitu: TGT (Teams-Games-Tournament), TAI (Teams
Assisted Individualization), LT (Learning Together), Gl (Group Investigasion),
Jigsaw, STAD (Student-Teams-Achievement-Division).
2. Model pembelajaran learning cycle
Model pembelajaran
learning cycle adalah suatu model pembelajaran yang terpusat pada siswa
(student centered). Learning cycle mwrupakan rangkaian tahapan-tahapan kegiatan
(fase) yang diorganisir sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai
kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan
berperan aktif (Fajaroh dan Dasna, 2005).
Leraning cycle
merupakan strategi pengajaran yang secara formal digunakan diprogram sains
sekolah dasar yaitu Science Curriculum Improvement Study (SCIS). Meskipun
straegi ini diterapkan pertaa kali disekolah dasar, beberapa study menunjukkan
bahwa penerapan teknik pengajaran ini telah menyebar luas diberbagai tingkat
kelas, termasuk universitas. Model pengajaran ini duiajukan sebagai “ guided
discovery” dan digunakan dalam progra sains sekolah dasar SCIS. Karplus
menggunakan istialah exploration, invention, dan discovery. Istilah-istilah
tersebut kemudian dimodifikasi menjadi exploration, concept introduction dan
concept aplikation (karplus dalam Fajaroh, 2008).
Ketiga tahapan dalam
siklus belajar diunjukan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1
Tiga Tahap Siklus Belajar
Selama fase
eksplorasi, siswa terlibat dalam memecahkan masalah atau tugas. Tujuan fase ini
adalah melibatkan siswa dalam aktifitas yang memotifasi, membutuhkan pengalaman
hands-on dan interaksi ferbal, yang akan meyediakan dasar bagi perkembangan konsep
tertentu atau konsep dan kosa kata yang berhubungan dengan konsep. Fase ini
juga menyediakan kesempatan yang bagus bagi siswa untuk menyadari konsep
personal mereka tentang fenomena alam tertentu dan bagi pengajar untuk membantu
siswa dalam tanya jawab guna memahami dunia alam sebagaimaa juga membantu
miskonsepsi yang ada.
Fase kedua dari
siklus belajar yaitu pengenalan konsep, pengajar mengumpulkan informasi dari
siswa tentang pengalaman eksplorasinya dan menggunakan informasi tersebut untuk
mengenalkan konsep utama dari pelajaran serta dari setiap kosa katayang
berhubungan dengan konsep. Selama fase ini, pengajar menggunakan buku acuan,
bantuan audio fisual, bahan tertulis lainnya atau ceramah singkat.
Fase trahir yaitu
apliasi konsep, siswa mempelajari contoh konsep utama pelajaran atau melakukan
tugas baru yang dapat dipecahkan berdasarkan aktifitas eksplorasi dan
pengenalan konsep sebelumnya.
Dalam siklus belajar,
dari satu pembelajaran terhadap pembelajaran lainnya ada suatu keterkaitan yang
saling berhubungan sehingga jika kita gambarkan, siklus belajar ini akan
membentuk diagram seperti ditunjukan pada gambar 2.2.
Gambar diatas
menunjukan ketika siklus belajar digunakan dalam pembelajaran yang baru, maka
konep pembelajaranyanglalu kadang-kadang masih berhubungan dan kemudian kita
gunakan sebagai salah satu fungsi asimilasi bagi siswa.
Banyak versi siklus
belajar bermunculan dalam kurikulu sains dengan fase yang berkisar dari 3 ke 5
(5E) sampai tujuh (7E), “siklus belajar 5E berdasarkan pengajaran yang dibagun
oleh biological sciences curriculum study (BSCS) pada tahun 1989, tediri atas
lima fase yaitu engagement, exploration, explanation, elaboration dan
evaluation. Sejak tahun 1980an BSCS telah menggunakan model 5E sebagai inovasi
sentral di sekolah dasar, menengah dan atas program biologi serta program sains
terintegrasi” (Bybee dalam Fajaroh, et al, 2008).
Setelah siklus
belajar mengalami pengkhususan menjadi lima tahapan, maka Eisenkraft (2003)
mengembangkan siklus belajar menjadi 7 tahapan. Perubahan yang terjadi pada
tahapan sklus belajar 5E menjai 7E terjadi pada fase engage menjadi 2 tahapan
yaitu elicit dan engage, sedangkan pada tahapan elaborate dan evaluate menjadi
3 tahapan yaitu menjadi elaborate, evaluate dan extend.perubahan tahapan siklus
belajar dari 5E menjadi7E.
1.
Tahapan model
pembelajaran learning cycle
Sepertiyang diungkapkan oleh
eisencraft 2003 ketuju tahapan ini
meliputi
a.
Elicit (mendatangkan
pengetahuan awal siswa), yaitu fase untuk mengetahui sampai dimana pengetahuan
awal siswa terhadap pelajaran yang akan dipelajari engan memberikan
ertanyaan-pertanyaan yang meransang pengetahuan awal siswa agar timbul dari
pemikiran siswa serta menimbulkan kepenasaranan tentang jawaban dari pertanyaan
yang diajukan oleh guru. Fase ini dimilai dengan pertanyaan mendasar yang
berhubungan dengan pelajaran yang akan dipelajari dengan mengambil contoh yang
mudah diketahui siswa seperti kejadian sehari-hari yang secara umum memang
terjadi.
b.
Engage (ide, rencana
pembelajaran dan pengalaman) yaitu fase dimana siswa dan guru akan
salingmemerikan informasi dan pengalaman tentang pertanyaan-pertanyaan awal
tadi, memberitahukan siswa tentang ide dan rencana dan pembelajaran sekaligus
memotifasi siswa agar lebih berminat untuk mempeljari konsep dan memperhatikan
guru dalam mengajar. Fase ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, diskusi,
membaca, atau aktifitas lain yang dignakan untuk membuka pengetahuan siswa dan
mengembangkan keingintahuan siswa.
c.
Explore (menyelidiki), yaitu
fase yang membawa siswa untuk memperoleh pengetahuan dengan pengalaman lansung
yang berhubunagn dengan konsep yang akan dipelajari. Siswa dapat mengobservasi,
bertanya dan menyelidiki konsep dari baha pembelajaran yang telah disampaikan
sebelumnya.
d.
Explain (menjelasskan),
yaitu fase yang didalamnya berisi ajakan terhadap siswa untukmenjelaskan
konsep-konsep dan definisi-definsi awal yang mreka daptkan ketika fase
explorasi. Kemudian daridefinisi dan konsep yang telah ada didiskusikan
sehingga pada akhirnya menuju konsep dan definisi yang lebih formal.
e.
Elaborate (menerapakan) yaitu
fase yang beryujuan untuk membawa siswa menrapkan simbol-simbol, definisi-definisi,
konsep-konsep, dan keterampilan pada permaslahan yang berkaitan dengan contoh
dari pelajaran yang dipelajari.
f.
Evaluate (menlai), yaitu fase
evalusi danhasil pelajaran yang telah dilakukan. Pada fase ini dapat digunakan
sebagai strategi penilaian formal dan informal. Guru diharapkan secara terus
menerus mengobservasi dan memperhatikan siswa terhadap kemampuan dan
keterampilannya untuk menilai tingkat pengetahuan dan atau kemampuannya,
kemudian melihat perubaan pemikiran siswa terhadap pemikiran awalnya.
g.
Extend (memperluas), yaitu
fae yang bertujuan untuk berfikir, mencari, menemukan dan menjelaskan contoh
penerapan konsep yang telah dipejari.
Ketujuh tahapan
diatas adalah hal-hal yang harus dilakukan guru dan siswa untuk menerapkan
siklus belajar 7E pada pembelajaran dikelas.
2.
Kelebihan dan
kelemahan model pebelajaran learning cycle 7E
Model learning cycle
7E memiliki beberapa kelebihan antara lain :
a.
Meransang siswa untuk mengingat kembali
materi pelajaran yang telah mereka dapatkan sebelumnya.
b.
Memberikan motivasi kepada siswa menjadi
lebih aktif dan menambah rasa keingintahuan.
c.
Melatih siswa belajar menemukan konsep
melalui kegiatan eksperimen.
d.
Melatih siswa untuk menyampaikan secara lisan
konsep yang telah mereka pelajari.
e.
Memberikan kesempatan pada siswa untuk
berfikir, mencari, menemukan, dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang
telah dipelajari.
f.
Guru dan siswa menjalankan tahapan-tahapan
pembelajaran yang saling mengis sau sama lainnya.
g.
Guru dapat menerapkan model ini dengan metode
yang berbeda-beda (lorsbach, 2006; Huang, 2009 dalam Alamsyah)
Sementara
kelemahan model pembelajaran siklus belajar adalah :
a.
Efektifitas guru rendah jika guru kurng
menguasai materi serta langkah-langkah pebelajaran.
b.
Menuntut kesungguhan dan kreatifitas guru dalam
merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
c.
Memerluan waktu dan tenaga yang lebih bayak
dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran (Soebagyo dalam Fajaroh,
2008)
3.
Model
Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran
langsung dirancang secara khusus untuk menunjang proses belajar siswa berkenaan
dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur
dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah.
Pembelajaran langsung
tidak sama dengan metode ceramah, tetapi ceramah dan resitasi (mengecek
pemahaman dengan tanya jawab) berhubungan erat dengan model pembelajaran
langsung.
Pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang cukup rinci terutama pada analisis tugas. Pembelajaran langsung berpusat pada guru, tetapi harus tetap menjamin keterlibatan siswa. Jadi lingkungan belajar harus diciptakan yang berorientasi pada tugas-tugas yang diberikan kepada siswa.
Pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang cukup rinci terutama pada analisis tugas. Pembelajaran langsung berpusat pada guru, tetapi harus tetap menjamin keterlibatan siswa. Jadi lingkungan belajar harus diciptakan yang berorientasi pada tugas-tugas yang diberikan kepada siswa.
Ciri-ciri
pembelajaran langsung :
a.
Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur
penilaian hasil belajar.
b.
Sintaks atau pola keseluruhan dan alur
kegiatan pembelajaran
c.
Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar
yang mendunkung berlangsung dan
berhasilnya pembelajaran.
Pada model
pembelajaran langsung terdapat fase-fase yang penting. Pada awal pembelajaran
guru menjelaskan tujuan, latar belakang pembelajaran, dan juga menyiapkan siswa
untuk memasuki materi baru dengan mengingatkan kembali pada hasil belajar yang
telah dimiliki siswa yang relevan dengan materi yang akan dipelajari
(apersepsi).
Fase ini dilakukan
untuk memberi motivasi pada siswa untuk berperan penuh pada proses
pembelajaran.Setelah itu dilanjutkan dengan presentasi materi ajar atau
demonstrasi mengenai ketrampilan tertentu. Pada fase mendemonstrasikan pengetahuan,
hendaknya guru memberikan informasi yang jelas dan spesifik kepada siswa,
sehingga akan memberi dampak yang positif terhadap proses belajar siswa.
Kemudian guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk melakukan latihan dan memberi umpan balik terhadap
keberhasilan siswa. Pada fase ini siswa diberi kesempatan untuk menerapkan
pengetahuan atau keterampilan yasng telah dipelajarinya dalam kehidupan nyata
4.
Model
Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pembelajaran
berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses
berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses
informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka
sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk
mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan, 2002 : 123).
Macam-Macam
Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Macam-macam
pembelajaran berdasarkan masalah Menurut Arends (1997), antara lain :
a.
Pembelajaran berdasarkan proyek
(project-based instruction), pendekatan pembelajaran yang memperkenankan siswa
untuk bekerja mandiri dalam mengkonstruk pembelajarannya.
b.
pembelajaran berdasarkan pengalaman
(experience-based instruction), pendekatan pembelajaran yang memperkenankan
siswa melakukan percobaan guna mendapatkan kesimpulan yang benar dan nyata.
c.
belajar otentik (authentic learning),
pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa mengembangkan ketrampilan
berpikir dan memecahkan masalah yang penting dalam konsteks kehidupan nyata.
d.
Pembelajaran bermakna (anchored instruction),
pendekatan pembelajaran yang mengikuti metodologi sains dan memberi kesempatan
untuk pembelajaran bermakna.
Ciri-Ciri dan Tahapan pada
Pembelajaran Berdasarkan Masalah
ciri-ciri dari
model pembelajaran berdasarkan masalah menurut Arends (2001 : 349),
antara lain :
a.
Pengajuan pertanyaan atau masalah.
b.
Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
c.
Penyelidikan autentik. Pembelajaran
berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk
mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis
dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan,
mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan),
membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.
d.
Menghasilkan produk dan memamerkannya.
e.
Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah
dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering
secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi
untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak
peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan
sosial dan ketrampilan berfikir.
Pengajaran
berdasarkan masalah terdiri dari 5 langkah utama yang dimulai dengan guru
memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian
dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan
langkah-langkah berikut.
1. Tahap-1 Orientasi
siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik
yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk
memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan
2. Tahap-2
Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3. Tahap-3Membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok. Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
4. Tahap-4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model
serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
5. Tahap-5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa
untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan. (Sumber: Ibrahim, 2000 : 13).
Tujuan
Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pembelajaran
berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan
untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan
keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan
mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom
dan mandiri (Ibrahim, 2000:7).
Menurut
Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan
masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan
bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari
buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.
Peran Guru
dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Menurut
Ibrahim (2003:15), di dalam kelas PBI, peran guru berbeda dengan kelas
tradisional. Peran guru di dalam kelas PBI antara lain sebagai berikut:
1
Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa
kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.
2
Memfasilitasi/membimbing penyelidikan
misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/ percobaan.
3
Memfasilitasi dialog siswa.
4
Mendukung belajar siswa.
Ciri-ciri utama
pembelajaran berdasarkan masalah adalah meliputi suatu pengajuan pertanyaan
atau masalah, memusatkan keterkaitan antar disiplin. Penyelidikan autentik,
kerjasama, dan menghasilkan karya dan peragaan. Pembelajaran berdasarkan
masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
sebanyak-banyaknya kepada siswa.
Pembelajaran
berdasarkan masalah bertujuan :
a.
Membantu siswa mengembangkan keterampilan
berpikir dan keterampilan pemecahan masalah
b.
Belajar peranan orang dewasa yang autentik
c.
Menjadi pemelajar yang mandiri
Pada model
pembelajaran berdasarkan masalah terdapat lima tahap utama yang dimulai dengan
tahap memperkenalkan siswa dengan suatu masalah dan diakhiri dengan tahap
penyajian dan analisis hasil kerja siswa.
Kelima langkah dari model pembelajaran berdasarkan masalah dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Kelima langkah dari model pembelajaran berdasarkan masalah dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Langkah-langkah Model
Pembelajaran Berdasarkan Masalah
1. Fase
2. Indikator
3. Kegiatan Guru
a.
Orientasi siswa kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat aktif dan kreatif dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat aktif dan kreatif dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya
b.
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
c.
Membimbing penyelidikan individual maupun
kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
d.
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiuapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiuapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
e.
Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
5.
Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pertama kali
dikembangkan oleh Aronson. dkk di Universitas Texas. Model pembelajaran
kooperatif tipe Model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif
dimana siswa belajar dalam kelompok
kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling
ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi
pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota
kelompok yang lain.
Pada
model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok nahli. Kelompok asal yaitu kelompok
induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan,asal,dan latar belakang
keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli.
Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang
berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugus-tugas
yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota
kelompok asal. Para anggota dari kelompok asal
yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi
dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta
membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut.
Disini, peran guru adalah mefasilitasi dan memotivasi para
anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan. Setelah
pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal
dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada
saat pertemuan di kelompok ahli.Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi
pengetahuan yang di dapatkan saat melakuakn diskusi di kelompok ahli, sehingga
pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal.
Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap
anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan.
Jigsaw
didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya
sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi
yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut kepada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling
tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerjasama secara kooperatif untuk
mempelajari materi yang ditugaskan.
Model Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe
pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok
yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends,
1997). Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu
untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic
pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali
pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain
tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Langkah-langkah
Model kooperatif Tipe Jigsaw
1.
Guru membagi satu kelas menjadi beberapa
kelompok, dengan setiap kelompok terdiri
dari 4-6 siswa dengan kemampuan
yang berbeda
2.
Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok asli
maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan persentasi masing-masing kelompok
3.
Guru memberikan quis untuk siswa secara
individual
4.
Guru memberikan penghargaan terhadap kelompok
melalui skor berdasarkannilai
5.
Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi
menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif model
TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah
diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan
status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Pembelajaran
kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif
yang melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan
reinforcement.
Menurut
Jhonson-jhonson (dalam Caroly W Rouviere) TGT adalah belajar kooperatif yang
terdiri dari pengajaran (teaching), belajar dalam tim(team study), dan
pertandingan akademik(game tournament). (Slavin, 2009)
Permainan
dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulispada kartu-kartu yang
diberi angka. Tiap siswa, misalnya, akan mengambil sebuah kartu yang diberi
angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka
tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari semua tingkat kemampuan
(kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya. Prinsipnya, soal sulit
untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam
bentuk turnamen
ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif atau dapat
pula sebagai reviu materi pembelajaran. (salvin:2009)
Tahapan-tahapan TGT
a.
Penyajian kelas (Class Presentations)
Guru
menyampaikan materi dalam penyajian kelas atau sharing juga disebut dengan
presentasi kelas (Class Presentations). Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan
pengajaran langsung atau dengan ceramah yang dipimpin oleh guru.
b.
Kelompok (Teams)
Dalam belajar
kelompok ini kegiatan siswa adalah mendiskusikan masalah-masalah, membandingkan
jawaban, memeriksa, dan memperbaiki kesalahan-kesalahan konsep temannya jika
teman satu kelompok melakukan kesalahan.
c.
Permainan (Games)
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang
relevan dengan materi, dan dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat
siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok.
d.
Turnamen (Tournament)
Turnamen
adalah struktur belajar, dimana game terjadi. Biasanya turnamen dilakukan pada
akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan
kelompok sudah mengerjakan lembar kerja siswa (LKS)
e.
Penghargaan kelompok
Guru
kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat
sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang
ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau
lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila
rata-ratanya 30-40
Kelebihan dan Kelemahan
v Kelebihan
§ Dengan model
pembelajaran ini akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling menghargai sesama
anggota kelompoknya
§ Dalam model
pembelajaran ini membuat siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran
§ Dalam
pembelajaran ini dapat membuat siswa menjadai lebih senang dalam mengikuti
pelajaran
v Kelemahan
§ Dalam model
pembelajaran ini harus menggunakan waktu yang sangat lama
§ Guru yang
menggunakan model pembelajaran ini harus pandai memilih materi pelajaran yang
cocok untuk model ini
§ Guru harus
mempersiapkan model ini dengan baik sebelum diterapkan. Misalnya membuat soal
untuk setiap meja tournamen dan guru harus tau urutan akademis siswa dari yang
tertinggi hingga terendah. (Slavin:2009)
7.
Model
pembelajaran kooperatif tipe STAD
STAD (Student Teams Achievement Divisions) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada
belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap
minggu menggunakan presentasi verbal dan teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu
dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah
heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku,
memiliki kemampuan tinggi , sedang, dan rendah. Anggota kelompok menggunakan lembar
kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi
pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan
pelajaran melalui guru, kuis, satu sama lain atau melakukan diskusi. Secara
individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis itu
diskor, dan setiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini
tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi seberapa jauh skor itu
melampui rata-rata skor yang lalu.
Tahapan-tahapan
pembelajaran STAD
a. Tahap Penyajian Materi
Guru
menyajikan materi melalui metode ceramah, demonstrasi, ekspositori, atau
membahas buku pelajaran matematika. Dalam tahap ini guru menyampaikan tujuan
pembelajaran khusus dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep yang
akan dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan apa yang telah dimiliki dengan
yang di sampaikan oleh guru. Dalam hal ini, siswa harus benar-benar
memperhatikan agar dapat mengerjakan soal-soal yang di berikan oleh guru.
b.
Tahap
Kegiatan Kelompok
Guru
membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang dipelajari guna kerja
kelompok. Guru menginformasikan bahwa LKS harus benar-benar di pahami bukan
sekedar diisi dan diserahkan pada guru. LKS juga di gunakan sebagai
keterampilan kooperatif siswa. Dalam hal ini, apabila di antara anggoata
kelompok yang belum memahami maka teman sekelompoknya wajiib memberi penjelasan
kembali karena guru hanya sekedar menjadi fasilitator yang memonitor kegiatan
setiap kelompok.
c.
Tahap
Tes Individu ( Hasil Belajar )
Tes
Individu atau hasil belajar ini dilakukan setelah kegiatan kelompok usai dan di
kerjakan secara individu. Tes ini bertujuan supaya siswa dapat menunjukkan apa
yang mereka pahami saat kegiatan kelompok berlangsung dan disumbangkan sebagai
nilai kelompok.
d. Tahap Nilai Perkmbangan Individu
Nilai
tes di peroleh atas jawaban benar, setelah diperoleh nilai maka di hitung
berdasarkan suatu aturan nilai yang di peroleh dapat menunjukkan keberhasilan
dalam kelompoknya.
e. Tahap Penghargaan Kelompok
Penghargaan
kelompok diberikan secara sederhana oleh peneliti atas dasar aktivitas dan
jumlah siswa yang tuntas belajar. Bentuk penghargaannya sangat situsional.
Peneliti ( Guru ) bisa memberikan point pada kelompok dengan aturan-aturan
khusus ataupun dengan cara sederhana yang intinya kerja keras siswa beserta
kelompoknya di hargai sekecil apapun hasilnya.
Unsur-unsur dalam pembelajaran STAD
Pembelajaran
kooperatif memiliki tiga tujuan, yakni prestasi akademik, penerimaan
keanekaragaan, dan pengembangan keterampilan sosial (Arrends, 1997). Diharapkan
melalui kelompok yang kooperatif, rata-rata prestasi belajar siswa dapat
terangkat; karena diantara siswa yang berprestasi redah dan tinggi secara
bersama-sama menangani tugas yang dibebankan melalui teman kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif menyajikan peluang bagi siswa dari dari berbagai latar
belakang dan kondisi saling ketergantungan yang positif dalam menangani tigas
kelompok. Dari aspek keterampilan sosial, pembelajaran kooperatif mampu
membentuk sikap dan berkolaborasi.
Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut :
a.
Para
siswa harus memiliki persepsi mereka tenggelam atau berenang bersama.
b.
Para
siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain
dalam kelompoknya, selain tangung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari
materi yang dihadapi.
c.
Para
siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
d.
Para
siswa di bagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota kelompok.
e.
Para
siswa di berikan satu evaluasi atau penghargaan yang ikut berpengaruh terhadap
evaluasi kelompok.
f.
Para
siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama
selama belajar.
g.
Setiap
siswa akan diminta mempertangungjawabkan secara individual materi yang
ditangani dalam kelompok kooperatif.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pembelajaran STAD
Faktor – faktor yang
mempengaruhi hasil belajar tersebut antara lain :
a.
Faktor dalam, yaitu faktor-faktor yang
berasal dari siswa yang sedang belajar, antara lain :
1.
Faktor Fisiologis, meliputi: kondisi
fisiologis dan panca indera Faktor
fisiologis berhubungan dengan pertumbuhan fisik anak.
2.
Faktor Psikologis, meliputi: minat,
kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif. Faktor psikologis sangat
mempengaruhi kondisi siswa dalam proses pembelajaran. Siswa yang memiliki minat
dan motivasi belajar yang tinggi cenderung lebih memperhatikan pelajaran
daripada siswa yang minat dan motivasinya kurang.
b.
Faktor luar, yaitu faktor-faktor yang berasal
dari luar diri siswa, antara lain :
1.
Faktor Lingkungan, terdiri dari lingkungan
alami dan sosial budaya Lingkungan di mana siswa berada atau tinggal sangat
mempengaruhi proses belajar siswa.
2.
Faktor Instrumental, meliputi: kurikulum,
program, sarana dan fasilitas serta guru. Faktor instrumental juga sangat
mempengaruhi dalam penyelenggaraan pembelajaran.
8.
Model Pembelajaran Problem Posing
Probelem posing adalah istilah dalam bahasa inggris yaitu
dari kata “probelm” artinya
masalah,soal/persoalan dan kata “pose”
yang artinya mengajukan. Jadi probelm posing bisa diartikan sebagai pengajuan
soal atau pengajuan masalah.
Probelm posing adalah salah satu pembelajaran yang menuntut
adanya keaktifan siswa baik mental maupun fisik. (Roestiah. 2001)
Pendekatan Probelm
Posing merupakan salah satu model pembelajaran yang mengarah pada model
pembelajaran yang bernuansa PAKEM. (Djamrah.2002).
Probelm Posing merupaka suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa
untuk untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara
mandiri. (Ahmad sugandi dan harianto.
2004)
Pembelajaran
dengan mengajukan masalah berdasarkan masalah yang tersedia disebut pembelajaran dengan pendekatan probelm
posing
Langkah-langkah
Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Probelm
Posing
a.
Guru
menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk
memperjelas konsep sangat disarankan.
b.
Guru
memberikan latihan soal secukupnya.
c.
Siswa
diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang
bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan
secara kelompok.
d.
Pada
pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal
temuannya di depan kelas.
e.
Guru
memberikan tugas rumah secara individual.
Kelebihan dan Kekurangan Strategi Probelm Posing
v Kelebihan
o
Mendidik
siswa berpikir kritis
o
Siswa
aktif dalam pembelajaran
o
Perbedaan
pendapat antara siswa dapat diketahui, sehingga mudah diarahkan pada diskusi
yang sehat
o
Belajar
menganalisis suatu masalah
o
Mendidik
anak percaya pada diri sendiri.
v Kekurangan
o
Memerlukan
waktu yang cukup banyak
o
Tidak
bisa digunakan pada kelas-kelas rendah
o
Bisa
menjadi tertinggal sebab satu dua masalah yang sulit dipecahkan memakan waktu
yang tidak sedikit
o
Tidak
semua siswa terampil bertanya.
(4) organizing (anggota kelompok menulis laporan,
merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji moderator, dan
notulis),
(5) presenting (salah satu kelompok
menyajikan, kelompok lainmengamati,
mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan), dan
(6) evaluating
(masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi
kelas, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yangdilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang
difokuskan pada pencapaian pemahaman.Sistem
sosial yang berkembang adalah minimnya arahan guru, demokratis, gurudan siswamemiliki
status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh
kesepakatan.
9.
Two Stay-Two Stray (TS-TS)
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model
TSTS. “Dua tinggal dua tamu” yang dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan
biasa digunakan bersama dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan Kepada kelompok membagikan
hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak
kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu.
Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang
lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja
manusia saling bergantung satu sama lainnya.
Ciri-ciri model pembelajaran Two Stay Two Stray
Ciri-ciri model pembelajaran Two Stay Two Stray
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara
kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang
memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari
ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada
kelompok dari pada individu
Tujuan Model Pembelajaran Two Stay
Two Stray
Dalam model pembelajaran ini siswa
dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika
sedang bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa
yang diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam
proses ini, akan terjadi kegiatan menyimak materi pada siswa.
Dalam model pembelajaran kooperatif TSTS ini memiliki tujuan yang sama dengan pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di bahas sebelumnya. Siswa di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar.
Dalam model pembelajaran kooperatif TSTS ini memiliki tujuan yang sama dengan pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di bahas sebelumnya. Siswa di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar.
Dengan demikian, pada dasarnya
kembali pada hakekat keterampilan berbahasa yang menjadi satu kesatuan yaitu
membaca, berbicara, menulis dan menyimak. Ketika siswa menjelaskan materi yang
dibahas oleh kelompoknya, maka tentu siswa yang berkunjung tersebut melakukan
kegiatan menyimak atas apa yang di jelaskan oleh temannya. materi kepada teman
lain. Demikian juga ketika siswa kembali ke kelompoknya untuk menjelaskan
materi apa yang di dapat dari kelompok yang dikunjungi. Siswa yang kembali
tersebut menjelaskan materi yang di dapat dari kelompok lain, siswa yang bertugas
menjaga rumah menyimak hal yang dijelaskan oleh temannya.
Dalam proses pembelajaran dengan model two stay two stray, secara sadar ataupun tidak sadar, siswa akan melakukan salah satu kegiatan berbahasa yang menjadi kajian untuk ditingkatkan yaitu keterampilan menyimak. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif TSTS seperti itu, siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan menyimak secara langsung, dalam artian tidak selalu dengan cara menyimak apa yang guru utarakan yang dapat membuat siswa jenuh. Dengan penerapan model pembelajaran TSTS, siswa juga akan terlibat secara aktif, sehingga akan memunculkan semangat siswa dalam belajar (aktif).
Sedangkan tanya jawab dapat dilakukan oleh siswa dari kelompok satu dan yang lain, dengan cara mencocokan materi yang didapat dengan materi yang disampaikan. Dengan begitu, siswa dapat mengevaluasi sendiri, seberapa tepatkah pola pikirnya terhadap suatu konsep dengan pola pikir nara sumber. Kemudian bagi guru atau peneliti, menjadi acuan evaluasi berapa persenkah keberhasilan penggunaan model pemelajaran kooperatif two stay two stray ini dalam meningkatkan keterampilan menyimak siswa.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
Dalam proses pembelajaran dengan model two stay two stray, secara sadar ataupun tidak sadar, siswa akan melakukan salah satu kegiatan berbahasa yang menjadi kajian untuk ditingkatkan yaitu keterampilan menyimak. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif TSTS seperti itu, siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan menyimak secara langsung, dalam artian tidak selalu dengan cara menyimak apa yang guru utarakan yang dapat membuat siswa jenuh. Dengan penerapan model pembelajaran TSTS, siswa juga akan terlibat secara aktif, sehingga akan memunculkan semangat siswa dalam belajar (aktif).
Sedangkan tanya jawab dapat dilakukan oleh siswa dari kelompok satu dan yang lain, dengan cara mencocokan materi yang didapat dengan materi yang disampaikan. Dengan begitu, siswa dapat mengevaluasi sendiri, seberapa tepatkah pola pikirnya terhadap suatu konsep dengan pola pikir nara sumber. Kemudian bagi guru atau peneliti, menjadi acuan evaluasi berapa persenkah keberhasilan penggunaan model pemelajaran kooperatif two stay two stray ini dalam meningkatkan keterampilan menyimak siswa.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
Adapun langkah-langkah model
pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (dalam Lie, 2002:60-61) adalah sebagai
berikut:
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok
berempat seperti biasa.
2. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing
kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok
yang lain.
3. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas
membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
4. Tamu mohon diri dan kembali ke
kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil
kerja mereka
Tahapan-tahapan Dalam Model
Pembelajaran TSTS
Pembelajaran kooperatif model TSTS
terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru
adalah membuat silabus dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan
tugas siswa dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing
anggota 4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan
prestasi akademik siswa dan suku.
2. Presentasi Guru
Pada tahap ini guru menyampaikan indikator
pembelajaran, mengenal dan menjelaskan materi sesuai dengan rencana
pembelajaran yang telah dibuat.
3. Kegiatan Kelompok
Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempela-jarinya dalam kelompok kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesai-kan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya serta mancocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempela-jarinya dalam kelompok kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesai-kan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya serta mancocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
4. Formalisasi
Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.
Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.
5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan
Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif model TSTS. Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi.
Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif model TSTS. Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi.
Kelebihan
Dan Kekurangan Model TSTS
v Adapun kelebihan dari model TSTS
a. Dapat diterapkan pada semua
kelas/tingkata
b. Kecenderungan belajar siswa menjadi
lebih bermakna
c. Lebih berorientasi pada keaktifan.
d. Diharapkan siswa akan berani
mengungkapkan pendapatnya
e. Menambah kekompakan dan rasa percaya
diri siswa.
f.
Kemampuan
berbicara siswa dapat ditingkatkan.
g. Membantu meningkatkan minat dan
prestasi belajar
v Sedangkan kekurangan dari model TSTS
adalah
a. Membutuhkan waktu yang lama
b. Siswa cenderung tidak mau belajar
dalam kelompok
c. Bagi guru, membutuhkan banyak
persiapan (materi, dana dan tenaga)
d. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan
kelas.
Untuk mengatasi kekurangan
pembelajaran kooperatif model TSTS, maka sebelumpembelajaran guru terlebih
dahulu mempersiapkan dan membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen
ditinjau dari segi jenis kelamin dan kemampuan akademis. Berdasarkan sisi jenis
kelamin, dalam satu kelompk harus ada siswa laki-laki dan perempuannya. Jika
berdasarkan kemampuan akademis maka dalam satu kelompok terdiri dari satu orang
berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu
lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. Pembentukan kelompok heterogen
memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung sehingga memudahkan
pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis
tinggi yang diharapkan bisa membantu anggota kelompok yang lain.
10. Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI (Group
Investigation)
Model
pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation) dikembangkan oleh Shlomo
dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv. Stahl (1999: 257-258) menyebutkan
bahwa:
group investigationin particular encourages students’ initiative and responsibility for their work, as individuals,
as members of study groups, and as members of an entire class. The investigation combines independent study as weel as work in pairs and in small groups (from three to five students). When they complete their search, groups integrate and summarize their findings and decide how to present the essence of their work to their classmates.
Makna dari pendapat Stahl di atas menyatakan bahwa dalam investigasi kelompok siswa diberikan tanggung jawab terhadap pekerjaan mereka, baik secara individu, berpasangan maupun dalam kelompok. Setiap kelompok investigasi terdiri dari 3-5 orang, dan akhirnya siswa dapat menggabungkan, mempersentasikan dan mengikhtisarkan jawaban mereka.
Pelaksanaan investigasi kelompok menurut Stahl (1999: 265-266) dapat dilakukan dengan:
chosing the problem to investigate, preparing for a group investigation task, and introducing the project, sedangkan guru dapat berperan dalam guiding the students and facilitating the process of investigation and helping maintain cooperative norms of behavior.
Pernyataan di atas mengandung makna bahwa pelaksanaan investigasi kelompok dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu memilih persoalan untuk diivestigasi, menyiapkan tugas investigasi kelompok dan memperkenalkan proyek yang berhubungan dengan materi pembelajaran. Sedangkan peran guru selama pembelajaran investigasi kelompok adalah: membimbing siswa dan memfasilitasi proses investigasi dan membantu menjaga aturan perilaku kooperatif.
Menurut Slavin (1995: 113-114) dalam implementasi teknik group investigation dapat dilakukan melalui 6 (enam) tahap yaitu :
group investigationin particular encourages students’ initiative and responsibility for their work, as individuals,
as members of study groups, and as members of an entire class. The investigation combines independent study as weel as work in pairs and in small groups (from three to five students). When they complete their search, groups integrate and summarize their findings and decide how to present the essence of their work to their classmates.
Makna dari pendapat Stahl di atas menyatakan bahwa dalam investigasi kelompok siswa diberikan tanggung jawab terhadap pekerjaan mereka, baik secara individu, berpasangan maupun dalam kelompok. Setiap kelompok investigasi terdiri dari 3-5 orang, dan akhirnya siswa dapat menggabungkan, mempersentasikan dan mengikhtisarkan jawaban mereka.
Pelaksanaan investigasi kelompok menurut Stahl (1999: 265-266) dapat dilakukan dengan:
chosing the problem to investigate, preparing for a group investigation task, and introducing the project, sedangkan guru dapat berperan dalam guiding the students and facilitating the process of investigation and helping maintain cooperative norms of behavior.
Pernyataan di atas mengandung makna bahwa pelaksanaan investigasi kelompok dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu memilih persoalan untuk diivestigasi, menyiapkan tugas investigasi kelompok dan memperkenalkan proyek yang berhubungan dengan materi pembelajaran. Sedangkan peran guru selama pembelajaran investigasi kelompok adalah: membimbing siswa dan memfasilitasi proses investigasi dan membantu menjaga aturan perilaku kooperatif.
Menurut Slavin (1995: 113-114) dalam implementasi teknik group investigation dapat dilakukan melalui 6 (enam) tahap yaitu :
1) identifying the topic and organizing pupils
into groups
2) planning the learning task
3) carring out the investigation
4) preparing a final report
5) presenting the final report, and
6) evaluation.
Dengan melihat tahapan tersebut, maka
pembelajaran dengan teknik group investigation berawal dari mengidentifikasi
topik dan mengatur murid kedalam kelompok, merencanakan tugas yang akan
dipelajari, melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir,
mempersentasikan laporan akhir dan berakhir pada evaluasi.
Dari uraian pendapat Slavin, di atas dapat dijelaskan bahwa dalam group investigation, para siswa bekerja melalaui enam tahapan. Tahapan-tahapan ini dan komponen-komponennya dapat dijabarkan sebagai berikut:
Dari uraian pendapat Slavin, di atas dapat dijelaskan bahwa dalam group investigation, para siswa bekerja melalaui enam tahapan. Tahapan-tahapan ini dan komponen-komponennya dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.
Mengidentifikasikan topik dan mengatur siswa ke dalam kelompok.
a) Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik dan
mengkategotikan saran-saran.
b) Para siswa begabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang
mereka pilih.
c) Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat
homogen.
d) Guru membantu dalam mengumpulkan informasi dan memfasilitasi pengaturan.
3. Merencanakan tugas yang akan
dipelajari
Para siswa
merencanakan bersama mengenai apa yang akan dipelajari, bagaiman
memepelajarinya dan pembagian tugas .
4. Melaksanakan investigasi
a. Para siswa mengumpulkan informasi, mengenai
data dan membuat kesimpulan
b. Tiap anggota kelompok berkontribusi
untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya.
c. Para siswa saling bertukar,
bediskusi, mengklasifikasi, dan mensintesis semua gagasan.
5. Menyiapkan laporan akhir
a. Anggota kelompok menentukan
pesan-pesan esensial dari tugas mereka
b. Anggota kelompok merencanakan apa yang mereka
laporkan, dan bagaiman mereka membuat pesentasinya.
c. Wakil-wakil kelompok membentuk
panitia untuk mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi
6. Mempresentasikan laporan akhir
a. Presentasi yang dibuat untuk semua kelas dan
berbagai macam bentuk
b. Presentasi harus dapat melibatkan
peseta secara aktif
c. Para peserta mengevaluasi kejelasan
dan penampilan presentasi berdasarkan keriteria yang telah ditentukan
sebelumnya.
7. Evaluasi
a. Para siswa saling meberikan umpan
balik mengenai topik tersebut.
b. Guru dan murid berkolaborasi dalam
mengevaluasi pembelajaran siswa.
c. Penilaian atas pembelajaran harus
mengevaluasi pemikiran paling tinggi.
d. Pendekatan lain untuk mengevaluasi dapat
dengan membuat para siswa merekonstruksi proses investigasi yang telah mereka
lakukan dan memetakan langkah-langkah yang telah mereka terapkan dalam
pembelajaran mereka.
Slavin
(1995: 113-114) menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas investigasi siswa
dapat:
1. students gather information, analyze the data and reach conclusions, 2. each group member contributes to the group effort, and 3. students exchange discuss clarify, and synthesize ideas.
1. students gather information, analyze the data and reach conclusions, 2. each group member contributes to the group effort, and 3. students exchange discuss clarify, and synthesize ideas.
Dalam menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang
dilakukan adalah:
1. group members determine the essential message
of their project
2. group members plan what they will
report and how they will make their presentation and
3. group representatives form a
steering committee to coordinate plans for the presentation.
Pada tahap mempersentasekan laporan akhir
yang harus dipehatikan adalah the presentation is made to the entire class in a
variety of forms, part of the presentation should actively involve the
audience, and the audience evaluates the clarity and appeal of presentation
according to criteria determined in advance by the whole class. Sedangkan dalam
evaluasi, aktifitas siswa adalah students share feedback about the topik, about
the work they did, and about their effective experiences (1) teachers and
pupils collaborate in evaluating student learning, and (3) assessment of
learning should evaluate higher-level thinking.
Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa dalam melaksanakan tugas investigasi siswa dapat mengumpulkan informasi, menganalisis, dan membuat simpulan, setiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya, dan saling bertukar pikiran, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis semua gagasan, sedangkan dalam menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan siswa adalah nggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari pekerjaan mereka, anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana membuat persentase, wakil-wakil kelompok membentuk sebuah tim untuk mengkoordinasikan rencana persentasi. Dalam mempersentasikan laporan akhir, persentase harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif dan pendengar menevaluasi berdasrakan keriteria yang telah ditentukan sebelumnya, sedangakan pada tahap evaluasi, siswa saling memberikan umpan balik, kolaborasi guru dan murid dalam mengevaluasi pembelajaran dan penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran yang paling tinggi
Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa dalam melaksanakan tugas investigasi siswa dapat mengumpulkan informasi, menganalisis, dan membuat simpulan, setiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya, dan saling bertukar pikiran, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis semua gagasan, sedangkan dalam menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan siswa adalah nggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari pekerjaan mereka, anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana membuat persentase, wakil-wakil kelompok membentuk sebuah tim untuk mengkoordinasikan rencana persentasi. Dalam mempersentasikan laporan akhir, persentase harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif dan pendengar menevaluasi berdasrakan keriteria yang telah ditentukan sebelumnya, sedangakan pada tahap evaluasi, siswa saling memberikan umpan balik, kolaborasi guru dan murid dalam mengevaluasi pembelajaran dan penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran yang paling tinggi
Sumber: http://weblogask.blogspot.com/2012/08/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-gi.html#ixzz2AkA94S9y
C.
METODE
PEMBELAJARAN
Dapat dikatakan bahwa
metode pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat
dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran. Dapat pula dikatakan bahwa
metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan.
Metode Pembelajaran dapat
diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang
sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Ada banyak sekali metode
pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran mulai dari yang
paling sedikit melibatkan siswa (Expository = expositition = guru ceramah)
sampai dengan metode yang sangat besar melibatkan siswa (Discovery = Inquiry =
siswa menemukan sendiri). Berikut macam-macam metode Pembelajaran :
1.
Metode Lecturing (Ceramah).
Yaitu teknik pembelajaran
menggunakan presentasi secara lisan mengenai suatu fakta, dalil dan
prinsip-prinsip kepada siswa. Metode ceramah adalah sebuah metode mengajar
dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah
siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Metode ceramah dapat dikatakan
sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi,
dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang
sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa.
Metode ceramah ini
dapat diklasifikasikan sebagai metode tradisional atau konvensional. Dalam
metode ceramah, guru menerangkan dan murid mendengarkan informasi yang
disampaikan oleh sang guru. Selesai, habis perkara. Namun demikian, metode
ceramah yang lebih bagus dapat menggunakan alat peraga untuk menjelaskan,
berupa gambar atau grafik yang digunakan untuk lebih memperjelas
informasi.Dalam pengajaran yang menggunakan metode ceramah terdapat unsur
paksaan. Dalam hal ini siswa hanya diharuskan melihat dan mendengar serta
mencatat tanpa komentar informasi penting dari guru yang selalu dianggap benar
itu. Padahal dalam diri siswa terdapat mekanisme psikologis yang
memungkinkannya untuk menolak disamping menerima informasi dari guru. Inilah
yang disebut kemampuan untuk mengatur dan mengarahkan diri.
Beberapa kelebihan
metode ceramah adalah :
a. Guru mudah menguasai kelas.
b. Guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar
c. Dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar.
d. Mudah dilaksanakan
a. Guru mudah menguasai kelas.
b. Guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar
c. Dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar.
d. Mudah dilaksanakan
Beberapa kelemahan metode ceramah adalah :
a.
Membuat siswa pasif
b.
Mengandung unsur paksaan kepada siswa
c.
Mengandung daya kritis siswa
d. Anak didik
yang lebih tanggap dari visi visual akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih
tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya.
e.
Sukar mengontrol sejauhmana pemerolehan
belajar anak didik.
f. Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme
(pengertian kata-kata).
g.
Bila terlalu lama membosankan
2.
Metode Drill
atau latihan.
Yaitu teknik pembelajaran
menggunakan kegiatan secara teratur yang berulangkali dengan tujuan untuk
menguasai pengetahuan atau skill tertentu. Dalam buku Nana
Sudjana,Metode drill adalah satu kegiatan melakukan hal yang
sama,berulang-ulang secara sungguh-sungguh dengan tujuan untuk memperkuatsuatu
asosiasi atau menyempurnakan suatu ketrampilan agar menjadi bersifatpermanen.
Ciri yang khas dari metode ini adalah kegiatan berupapengulangan yang
berkali-kali dari suatu hal yang sama.
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa drill adalah latihan dengan praktek yang dilakukan
berulang kali atau kontinyu/untuk mendapatkanketerampilan dan ketangkasan
praktis tentang pengetahuan yang dipelajari.Lebih dari itu diharapkan agar pengetahuan
atau keterampilan yang telahdipelajari itu menjadi permanen, mantap dan dapat
dipergunakan setiap saatoleh yang bersangkutan. Harus disadari sepenuhnya bahwa
apabilapenggunaan metode tersebut tidak/kurang tepat akan menimbulkan
hal-halyang negatif; anak kurang kreatif dan kurang dinamis.
Macam-macam Metode Drill
Bentuk-
bentuk Metode drill menurut Muhaimin dan Abdul Mujib,dapat
direalisasikan dalam berbagai bentuk teknik, yaitu sebagai berikut :
a. Teknik Inquiry (kerja
kelompok)
Teknik ini dilakukan
dengan cara mengajar sekelompok anak didik untuk bekerja sama dan memecahakan
masalah dengan cara mengerjakan tugas yang diberikan.
b. Teknik Discovery (penemuan)
Dilakukan dengan melibatkan anak didik
dalam proses kegiatan mentalmelalui tukar pendapat, diskusi.
c. Teknik Micro Teaching
Digunakan untuk mempersiapkan diri
anak didik sebagai calon guruuntuk menghadapi pekerjaan mengajar di depan kelas
denganmemperoleh nilai tambah atau pengetahuan, kecakapan dan sikap
sebagaiguru.
d. Teknik Modul Belajar
Digunakan dengan cara mengajar anak
didik melalui paket belajarberdasarkan performan (kompetensi).
e. Teknik Belajar Mandiri
Dilakukan
dengan cara menyuruh anak didik agar belajar sendiri, baik didalam kelas maupun
di luar kelas.
Tidak
disangka ternyata di dalam metode drill itu sendiri juga
terdapatbeberapa teknik yang bisa dipakai untuk melaksanakan metode drill tersebut.Yang
mana semua metode tersebut bagus untuk pembelajaran tetapi semuaitu tidak
terlepas dari pemilihan materi yang cocok dengan teknik metodetersebut.
Tujuan
Penggunaan Metode Drill
Metode drill
biasanya digunakan untuk tujuan agar siswa :
a.
Memiliki kemampuan motoris/gerak, seperti
menghafalakan kata-kata,menulis, mempergunakan alat.
b.
Mengembangkan kecakapan intelek, seperti
mengalikan, membagi,menjumlahkan.
c.
Memiliki kemampuan menghubungkan antara
sesuatu keadaan denganyang lain. Dengan adanya tujuan tersebut, kita bisa
mengetahui berbagaikemampuan yang dimiliki oleh setiap peserta didik.
Syarat-Syarat
dalam Metode Drill
1.
Masa latihan harus menarik dan menyenangkan.
a.
Agar hasil latihan memuaskan, minat
instrinsik diperlukan.
b.
Tiap-tiap langkah kemajuan yang dicapai harus
jelas.
c.
Hasil
latihan terbaik yang sedikit menggunakan emosi
2.
Latihan-latihan hanyalah untuk ketrampilan
tindakan yang bersifatotomatik.
3.
Latihan diberikan dengan memperhitungkan
kemampuan/daya tahanmurid, baik segi jiwa maupun jasmani.
4.
Adanya pengerahan dan koreksi dari guru yang
melatih sehingga muridtidak perlu mengulang suatu respons yang salah.
5.
Latihan diberikan secara sistematis.
6.
Latihan lebih baik diberikan kepada
perorangan karena memudahkanpengarahan dan koreksi.
7.
Latihan-latihan harus diberikan terpisah
menurut bidang ilmunya.
Hal-hal yang
Perlu Diperhatikan
Dalam
penggunaan teknik latihan agar bila berhasil guna dan berdayaguna perlu
ditanamkan pengertian bagi instruktur maupun siswa ialah:
a.
Tujuan harus dijelaskan kepada siswa sehingga
selesai latihan merekadiharapkan dapat mengerjakan dengan tepat sesuai apa yang
diharapkan.
b.
Tentukan dengan jelas kebiasaan yang
dilatihkan sehingga siswamengetahui apa yang harus dikerjakan.
c.
Lama latihan harus disesuaikan dengan
kemampuan siswa.
d.
Selingilah latihan agar tidak membosankan.
e.
Perhatikan kesalahan-kesalahan umum yang
dilakukan siswa untuk perbaikan secara kiasikal sedangkan kesalahan perorangan
dibetulkansecara perorangan pula.
Guru perlu
memperhatikan dan memahami nilai dari latihan itu sendiri serta kaitannya
dengan keseluruhan pelajaran di sekolah. Dalampersiapan sebelum memasuki
latihan, guru harus memberikan pengertian danperumusan tujuan yang jelas bagi
siswa, sehingga mereka mengerti danmemahami apa tujuan latihan dan bagaimana
kaitannya dengan pelajaranpelajaranlain yang diterimanya. Persiapan yang baik
sebelum latihanmendorong/mernotivasi siswa agar responsif yang fungsional,
berarti danbermakna bagi penerima pengetahuan dan akan lama tinggal dalam
jiwanyakarena sifatnya permanen, serta siap untuk digunakan/dimanfaatkan
olehsiswa dalam kehidupan.
Prinsip Dan Petunjuk Menggunakan Metode Drill
1.
Siswa harus diberi pengertian yang mendalam
sebelum diadakan latihantertentu.
2.
Latihan untuk pertama kalinya hendaknya
bersifat diagnosis, mula-mulakurang berhasil, lalu diadakan perbaikan untuk
kemudian bisa lebihsempurna.
3.
Latihan tidak perlu lama asal sering
dilaksanakan.
4.
Harus
disesuaikan dengan taraf kemampuan siswa.
5.
Proses latihan hendaknya mendahulukan hal-hal
yang esensial dan berguna.
6.
Drill
hanyalah untuk bahan atau perbuatan yang bersifat Latihan itu pada umumnya
digunakan untuk memperoleh suatuketangkasan atau ketrampilan dari apa yang
telah dipelajari. Tapi juga tidaklepas dari seberapa jauh kemampuan siswa
tersebut. Selain itu, metode initidak usah terlalu lama digunakan, asalkan
sering dipakai. Sehingga muridlama-kelamaan akan terbiasa dengan penggunaan
metode tersebut. Jadimetode ini tidak boleh terlalu dipaksakan ketika siswa
sudah dirasa tidakmampu menerima materi tersebut dengan metode ini.
Mengingat
latihan ini kurang mengembangkan bakat/inisiatif siswauntuk berfikir, maka
hendaknya guru/pengajar memperhatikan tingkat kewajaran dari metode ini:
a.
Latihan, wajar digunakan untuk hal-hal yang
bersifat motorik sepertimenulis, permainan, pembuatan dan lain-lain.
b.
Untuk melatih kecakapan mental, misalnya
perhitungan penggunaanrumus-rumus dan lain-lain.
c.
Untuk melatih hubungan, tanggapan seperti
penggunaan bahasa, grafik, simbul peta dan lain-lain.
Langkah-Langkah
Penerapan Drill
Untuk kesuksesan pelaksanaan teknik
latihan itu perlu instruktur/guru memperhatikan langkah-langkah/prosedur yang
disusun demikian:
a.
Gunakanlah latihan ini hanya untuk pelajaran
atau tindakan yangdilakukan secara otomatis, ialah yang dilakukan siswa
tanpamenggunakan pemikiran dan pertimbangan yang mendalam. Tetapi
dapatdilakukan dengan cepat seperti gerak refleks saja, seperti:
menghafal,menghitung, lari dan sebagainya.
b.
Guru harus memilih latihan yang mempunyai
arti luas ialah yang dapatmenanamkan pengertian pemahaman akan makna dan tujuan
latihansebelum mereka melakukan. Latihan itu juga mampu menyadarkan siswaakan
kegunaan bagi kehidupannya saat sekarang ataupun dimasa yangakan datang. Juga
dengan latihan itu siswa merasa perlunya untukmelengkapi pelajaran yang
diterimanya.
c.
Di dalam latihan pendahuluan instruktur harus
lebih menekankan padadiagnosa, karena latihan permulaan itu kita belum bisa
mengharapkansiswa dapat menghasilkan ketrampilan yang sempurna. Pada
latihanberikutnya guru perlu meneliti kesukaran atau hambatan yang timbul
dandialami siswa, sehingga dapat memilih/menentukan latihan mana yangperlu
diperbaiki. Kemudian instruktur menunjukkan kepada siswarespons/tanggapan yang
telah benar dan memperbaiki respons-responsyang salah. Kalau perlu guru
mengadakan variasi latihan denganmengubah situasi dan kondisi latihan, sehingga
timbul response yangberbeda untuk peningkatan dan penyempurnaan kecakapan
atauketrampilannya.
d.
Perlu mengutamakan ketepatan, agar siswa
melakukan latihan secaratepat, kemudian diperhatikan kecepatan; agar siswa
dapat melakukankecepatan atau ketrampilan menurut waktu yang telah ditentukan;
jugaperlu diperhatikan pula apakah respons siswa telah dilakukan dengantepat
dan cepat.
e.
Guru memperhitungkan waktu/masa latihan yang
singkat saja agar tidakmeletihkan dan membosankan, tetapi sering dilakukan puda
kesempatanyang lain. Masa latihan itu harus menyenangkan dan menarik, bila
perludengan mengubah situasi dan kondisi sehingga menimbulkan optimismepada
siswa dan kemungkinan rasa gembira itu bisa menghasilkanketrampilan yang baik.
f.
Guru dan siswa perlu memikirkan dan
mengutamakan proses yangesensial/yang pokok atau inti; sehingga tidak tenggelam
pada hal-hal yangrendah/tidak perlu kurang diperlukan.
g.
Instruktur perlu memperhatikan perbedaan
individual siswa.Sehingga kemampuan dan kebutuhan siswa
masing-masingtersalurkan/dikembangkan. Maka dalam pelaksanaan latihan guru
perlumengawasi dan memperhatikan latihan perseorangan.
Dengan
langkah-langkah itu diharapkan bahwa latihan akan betul-betul bermanfaat bagi
siswauntuk menguasai kecakapan itu. Serta dapat menumbuhkan pemahamanuntuk
melengkapi penguasaan pelajaran yang diterima secara teori danpraktek di
sekolah.
Keuntungan dan Kelebihan Metode Drill
a.
Bahan pelajaran yang diberikan dalam suasana
yang sungguh-sungguhakan lebih kokoh tertanam dalam daya ingatan murid, karena
seluruhpikiran, perasaan, kemauan dikonsentrasikan pada pelajaran
yangdilatihkan.
b.
Anak didik akan dapat mempergunakan daya
fikirannya denganbertambah baik, karena dengan pengajaran yang baik maka anak
didikakan menjadi lebih teratur, teliti dan mendorong daya ingatnya.
c.
Adanya pengawasan, bimbingan dan koreksi yang
segera serta langsungdari guru, memungkinkan murid untuk melakukan perbaikan
kesalahansaat itu juga. Hal ini dapat menghemat waktu belajar disamping itu
jugamurid langsung mengetahui prestasinya.
d.
Siswa akan memperoleh ketangkasan dan
kemahiran dalam melakukansesuatu sesuai dengan apa yang dipelajarinya.
e.
Dapat menimbulkan rasa percaya diri bahwa
para siswa yang berhasildalam belajarnya telah memiliki suatu keterampilan
khusus yang bergunakelak di kemudian hari.
f.
Guru bisa lebih mudah mengontrol dan dapat
membedakan mana siswayang disiplin dalam belajarnya dan mana yang kurang
denganmemperhatikan tindakan dan perbuatan siswa disaat
berlangsungnyapengajaran.
g.
Untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti
menulis, melafalkan huruf,kata-kata atau kalimat, membuat alat-alat,
menggunakan alat-alat (mesinpermainan dan atletik) dan terampil menggunakan
peralatan olah raga.
h.
Untuk memperoleh kecakapan mental dan
memperoleh kecakapan dalambentuk asosiasi yang dibuat serta pembentukan
kebiasaan yang dilakukandan menambah ketepatan serta kecepatan pelaksanaan.
i.
Pemanfaatan kebiasaan-kebiasaan yang tidak
memerlukan konsentrasidalam pelaksanaannya serta pembentukan
kebiasaan-kebiasaan tersebut.
j.
Pengertian siswa lebih luas melalui latihan
berulang-ulang.
Dengan adanya
berbagai keuntungan dari penggunaan metode drill inimaka diharapkan
bahwa latihan akan benar-benar bermanfaat bagi siswauntuk menguasai materi
tersebut. Serta dapat menumbuhkan pemahamanuntuk melengkapi penguasaan
pelajaran yang diterima secara teori danpraktek di sekolah.
Kelemahan Metode
Drill dan Petunjuk Untuk Mengurangi Kelemahan-Kelemahan Tersebut
a. Kelemahan
Metode Drill
1. Latihan Yang dilakukan di bawah pengawasan
yang ketat dan suasanaserius mudah sekali menimbulkan kebosanan.
2. Tekanan yang
lebih berat, yang diberikan setelah murid merasa bosanatau jengkel tidak akan
menambah gairah belajar dan menimbulkankeadaan psikis berupa mogok
belajar/latihan.
3. Latihan yang
terlampau berat dapat menimbulkan perasaan bencidalam diri murid, baik terhadap
pelajaran maupun terhadap guru.
4. Latihan yangs selalu diberikan di bawah
bimbingan guru, perintahguru dapat melemahkan inisiatif maupun kreatifitas
siswa.
5. Karena tujuan
latihan adalah untuk mengkokohkan asosiasi tertentu,maka murid akan merasa asing
terhadap semua struktur-struktur barudan menimbulkan perasan tidak berdaya.
6. Menghambat
bakat dan inisiatif siswa, karena siswa lebih banyakdibawa kepada penyesuaian
dan diarahkan jauh dari pengertian.
7. Menimbulkan
penyesuaian secara statis kepada lingkungan. Dankadang-kadang latihan yang
dilaksanakan secara berulang-ulangmerupakan hal yang monoton, mudah
membosankan.
8. Membentuk
kebiasaan yang kaku, artinya seolah- olah siswamelakukan sesuatu secara mekanis
dan dalam memberikan stimulussiswa dibiasakan bertindak secara otomatis.
9. Dapat
menimbulkan Verbalisme, terutama pengajaran yang bersifatmenghafal dimana siswa
dilatih untuk dapat menguasai bahanpelajaran secara hafalan dan secara otomatis
mengingatkannyabila adapertanyaan- pertanyaan yang berkenaan dengan hafalan
tersebut tanpasuatu proses berfikir secara logis.
Sebagai suatu
metode yang diakui banyak mempunyai kelebihan, juga tidak dapat disangkal bahwa metode drill ini juga
mempunyai beberapa kelemahan. Maka dari itu, guru yang ingin mempergunakan
metode drill inikiranya tidak salah bila memahami karakteristik metode
ini terlebih dahulu.
b.
Petunjuk Untuk Mengurangi Kelemahan-Kelemahan
Di Atas
1.
Janganlah seorang guru menuntut dari murid
suatu respons yangsempurna, reaksi yang tepat.
2.
Jika terdapat kesulitan pada murid pada saat
merespon, mereaksi,hendaknya guru segera meneliti sebab-sebab yang
menimbulkankesulitan tersebut.
3.
Berikanlah segera penjelasan-penjelasan, baik
bagi reaksi atau responyang betul maupun yang salah. Hal ini perlu dilakukan
agar muriddapat mengevaluasi kemajuan dari latihannya.
4.
Usahakan murid memiliki ketepatan merespon
kemudian kecepatanmerespon.
5.
Istilah-istilah baik berupa kata-kata maupun
kalimat-kalimat yangdigunakan dalam latihan hendaknya dimengerti oleh murid.
3.
Metode Demonstrasi (Demonstration).
Yaitu teknik
pembelajaran menggunakan contoh riil untuk menunjukkan proses mengerjakan
sesuatu. Misalnya pembelajaran teknik merawat wajah dengan produk kosmetika
tertentu dengan demo.
Menurut
Muhibbin Syah (1995: 208) Metode
Pembelajaran Demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara
memperagakan barang, kejadian, aturan dan urutan melakukan kegiatan, baik
secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan
pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Sedangkan menurut Aminuddin
Rasyad (2002: 8) metode demonstrasi adalah cara pembelajaran dengan meragakan,
mempertunjukkan atau memperlihatkan sesuatu di hadapan murid di kelas atau di
luar kelas.
Langkah-langkah dalam Metode Pembelajaran Demonstrasi
Langkah-langkah dalam Metode Pembelajaran Demonstrasi
Menurut Hasibuan dan Mujiono (1993:
31) langkah-langkah metode Pembelajaran demonstrasi adalah sebagai
berikut:
1. Merumuskan dengan jelas kecakapan
dan atau keterampilan apa yang diharapkan dicapai oleh siswa sesudah
demonstrasi itu dilakukan.
2. Mempertimbangkan dengan
sungguh-sungguh, apakah metode itu wajar dipergunakan, dan apakah ia merupakan
metode yang paling efektif untuk mencapai tujuan yang dirumuskan.
3. Alat-alat yang diperlukan untuk
demonstrasi itu bisa didapat dengan mudah, dan sudah dicoba terlebih dahulu
supaya waktu diadakan demonstrasi tidak gagal.
4. Jumlah siswa memungkinkan untuk
diadakan demonstrasi dengan jelas.
5. Menetapkan garis-garis besar
langkah-langkah yang akan dilaksanakan, sebaiknya sebelum demonstrasi
dilakukan, sudah dicoba terlebih dahulu supaya tidak gagal pada waktunya.
6. Memperhitungkan waktu yang
dibutuhkan, apakah tersedia waktu untuk memberi kesempatan kepada siswa
mengajukan pertanyaanpertanyaan dan komentar selama dan sesudah demonstrasi.
7. Selama demonstrasi berlangsung,
hal-hal yang harus diperhatikan:
a. Keterangan-keterangan dapat didengar
dengan jelas oleh siswa.
b. Alat-alat telah ditempatkan pada
posisi yang baik, sehingga setiap siswa dapat melihat dengan jelas.
c. Telah disarankan kepada siswa untuk
membuat catatan-catatan seperlunya.
8. Menetapkan rencana untuk menilai kemajuan
siswa. Sering perlu diadakan diskusi sesudah demonstrasi berlangsung atau siswa
mencoba melakukan demonstrasi
Karakteristik Metode Demonstrasi
1. Mempertunjukkan objek yang
sebenarnya
2. Ada proses peniruan
3. Alat – alat bantu yang digunakan
4. Memerlukan tempat yang strategis
yang memungkinkan seluruh siswa aktif
5. Dapat guru atau siswa yang
melakukannya
6. Mengamati sesuatu pada objek yang
sebenarnya
7. Berpikir sistematis
8. Pemahaman terhadap proses sesuatu
9. Menerapkan sesuatu cara secara paksa
10. Menganalisa kegiatan secara proses.
Keunggulan Metode Demonstrasi
1. Siswa dapat memahami sesuatu objek
sebenarnya.
2. Dapat mengembangkan rasa ingin tahu
siswa
3. Siswa dibiasakan bekerja secara
sistematis
4. Siswa dapat mengamati sesuatu secara
proses
5. Siswa dapat mengetahui hubungan
struktural atau urutan objek
6. Siswa dapat membandingkan pada
beberapa objek
Kelemehan Metode Demonstrasi
1. Dapat menimbulkan berpikir kongkret
saja.
2. Bila jumlah siswa banyak efektivitas
demonstrasi sulit dicapai
3. Bergantung pada alat bantu
4. Bila demonstrasi guru tidak
sistematis, demonstrsi tidak berhasil
Prosedur
metode demonstrasi yang harus dilakukan
dalam pembelajaran adalah :
1. Mempersiapkan alat bantu yang akan
digunakan dalam pembelajaran
2. Memberikan penjelasan tentang topik
yang akan didemonstrasikan
3. Pelaksanaan demonstrsi bersamaan
dengan perhatian dan peniruan dari siswa
4. Penguatan (diskusi, tanya jawab, dan
atau latihan) terhadap hasil demonstrasi
5. Kesimpulan
Kemampuan guru yang perlu
diperhatikan dalam menunjung keberhasilan demonstrasi di antaranya :
1. Mampu secara proses tentang topik
yang dipraktekkan
2. Mampu mengelola kelas, menguasai
siswa secara menyeluruh
3. Mampu menggunakan alat bantu yang
digunakan
4. Mampu melaksanakan penilaian proses
4.
Metode Discovry/penemuan
Metode penemuan merupakan komponen
dari praktek pendidikan yang melliputi metode mengajar yang mengajukan cara belajar
aktif,berorientasi pada proses,mengarahkan sendiri dan reflektif.
Menurut Encylopedia of Education
Research, penemuan merupakan suatu strategi yang unui yang dapat diberi bentuk
oleh guru dalam berbagai cara. Termasuk mengarahkan keterampilan menyelidiki
dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan
pendidikannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode penemuan adalah
suatu metode dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenakan
siswa-siswainya menemukan sendiri informasi (Suryosubroto,2002:192)
Tujuan
Metode Discovry (Penemuan)
a.
Meningkatkan
keterlibatan siswa dalam menemukan dan memperoses bahan belajarnya
b.
Mengurangi ketergantungan siswa pada guru
untuk mendapatkan pengalaman belajarnya
c.
Melatih siswa menggali dan memenfaatkan
lingkungan sebagai sumber belajar yang tidak ada habisnya
d.
Memberi pengalaman belajar seumur hidup
Langkah-langkah
Pelaksanaan Metode Discovry (penemuan)
a.
Identifikasi kebutuhan siswa
b.
Seleksi pendahuluan terhadap
prinsip-prinsip,pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan
c.
Seleksi bahan,probelm/tugas-tugas
d.
Membantu dan memperjrlas tugas/probelm yang
dihadapi siswa serta peranan masing-masing
e.
Mempersiapkan kelas dan alat-alat yang
diperlukan
f.
Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah
yang akan dipecahkan
g.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk
melakukan penemuan
h.
Membantu siswa dengan informasi/data jika
diperlikan oleh siswa
i.
Mempimpin analis sendiri dengan pertanyaan
yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah
j.
Merangsang terjadinya intraksi antara siswa
dengan siswa
k.
Membantu siswa merumuskan prinsip dan
generalisai hasil penemjuannya.
Pengajaran Metode Discovry (penemuan) dalam kelas
Pengajaran dengan metode penemuan
dapat dilaksanakan dalam bentuk komunikasi satu arah dan komunikasi dua
arahbergantung pada besarnya kelas.
o
Sistem satu arah (ceramah reflektif)
Pendekatan satu arah berdasarkan
penyajian satu arah (penaungan/exposition) yang dilakukan guru.
o
Sistem dua arah (discovry terbimbing)
Sistem dua arah melibatkan siswa
menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Siswa melakukan discovry sedangkan guru
membimbing siswa ke arah yang benar/tepat.
Penerapan
Metode Belajar Discovry (penemuan) dalam prosesbelajar mengajar
Penerapan prinsip belajar penemuan
pada pelajaran kimia, misalnya pada materi perhitungan kimia. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menerapkan metode
penemuan adalah:
1)
Guru menjelaskan
Pertemuan diawali dengan mengarahkan/memberi penjelasan
tentang metode penemuan
2)
Guru menyajikan materi untuk ditemukan
sendiri oleh siswa
3)
Siswa menyelesaikan soal-soal dengan bantuan
LKS
4)
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
melakaukan penemuan
5)
Guru keliling membimbing dan mengawasi serta
menilai pekerjaan siswa apakah sudah benar atau tidak
6)
Guru membesarkan hati siswa supaya giat dalam
penemuan
7)
Guru membimbing siswa menyimpulkan jawaban
dan hasil penemuannya
8)
Guru memberikan soal untuk mengecek pemahaman
siswa
Langkah-langkah Untuk Mengatasi Kelemahan Metode Discovry (Penemuan)
Ø Suasana harus
dibuat sedemikian sehingga siswa merasa dirinya dihadapkan pada suatu teka-teki
Ø Kegiatan
harus berlandaskan objek atau prinsip yang tidak asing bagi siswa
Ø Para siswa
hendaknya mendapat kesempatan untuk mengamati kegiatan sesuai dengan
kebutuhannya dari seluruh kegiatan
Ø Hendaknya
pada waktu melakukan kegiatan yang diberikan dengan konsep baru, guru hendaknya
memberikan contoh dan aplikasi yang dirasakan pada kehidupan sehari-hari yang
dilihat dan dirasakan oleh anak sehingga kegiatan tersebut dapat dirasakan
manfaatnya oleh anak
Ø Guru harus
menunjukkan antusiasme dalam mengemukakan teka-teki selama kegiatan berlangsung
kelebihan dan Kelemahan Metode Discovry (penemuan)
v kelebihan
§ Dianggap
membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan
keterampilan dan proses kognitif siswa
§ Pengetahuan
yang diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan merupakan
pengetahuan yang sangat kukuh
§ Membantu
perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan kebenarannya
§ Memberi
kesempatan kepada anak dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam
mengungkapkan ide
§ Membantu
memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri
melalui proses-prose penemuan
§ Dapat
membangkitkan gairah siswa dalam belajar
§ Memberikan
kesempatan pada siswa unnnntuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri
v Kelemahan
§ Dipersyaratkan
keharusan adanya persiapan mental untuk belajar
§ Metode ini
kurang berhasil untuk mengajar dikelas karena sebagian besar waktu dapat hilang
§ Harapan yanh
ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah
biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional
§ Fasilitas
yang dibutuhkan kurang atau yidak
memadai
§ Strategi ini
tidak memberikan kesempatan berpikir kreatif karena pengertian-pengertian yang
akan ditemukan telah di seleksi terlebih dahulu oleh guru.
5.
Metode
Pembelajaran Rotating Trio Exchange (Rte)
Pembelajaran kooperatif metode Rotating
Trio Exchange (RTE) adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang berasal
dari bahasa inggris, yang masing-masing memiliki arti: Rotating
(perputaran), Trio (tiga), Exchange (pergantian).
Jadi, Rotating Trio Exchange (RTE) adalah proses pembelajaran
dimana terjadi interaksi siswa yang melakukan perputaran sehingga mengakibatkan
pergantian, akan tetapi dalam setiap kelompok hanya terdiri dari tiga orang
(Isjoni, 2009).
Langkah-Langkah
Pelaksanaan Metode Rotating Trio
Exchange (Rte)
a.
Bentuk kelompok
terdiri dari 3 orang siswa, masing-masing
siswa dengan simbol 0, 1, dan 2.
b.
Berikan pertanyaan
yang sama untuk didiskusikan pada tiap kelompok
c.
Simbol (0, 1, dan
2) dirotasikan
d.
Terbentuk trio baru
dari hasil rotasi
e.
Pertanyaan
baru kembali diberikan, dan seterusnya.
Penerapan Metode Rotating Trio Exchange (Rte)
Ø Kegiatan inti
·
Guru menjelaskan
sedikit tentang materi yang akan disampaikan
·
Selesai menjelaskan
guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, dan tiap kelompok hanya terdiri
dari 3 orang
·
Setelah terbentuk
kelompok maka guru memberikan bahan diskusi untuk dipecahkan trio tersebut.
·
Selanjutnya
berdasarkan waktu maka siswa yang mempunyai simbol 1 berpindah searah jarum jam
dan simbol 2 sebaliknya, berlawanan jarum jam. Sedangkan nomor 0 tetap di
tempat.
·
Guru memberikan
pertanyaan baru untuk didiskusikan oleh trio baru tersebut
·
Diskusi dalam
kelompok
·
Setiap siswa dari
masing-masing kelompok duduk berjajar membentuk lingkaran atau persegi panjang.
·
Memberikan soal
kepada setiap kelompok untuk didiskusikan, sedangkan peran guru hanya memonitor
jalannya diskusi kelompok
·
Menyuruh siswa
berotasi (berputar ) sesuai dengan nomor yang didapat
·
Memberikan
pertanyaan baru untuk didiskusikan dengan meningkatkan sedikit kesulitan
·
Menutup diskusi
kelompok dengan merangkum hasil diskusi.
Kebaikan Dan Kelemahan Metode Rotating
Trio Exchange (Rte)
Ø Kelebihan
·
Lebih mudah untuk
memonitor jalannya diskusi dalam proses mengajar.
·
Dapat melatih
pengetahuan dan keterampilan siswa
·
Dapat meningkatkan
keberanian siswa dalam mengemukakan pendapatnya dan memberikan sikap saling
menghargai antar siswa.
Ø Kelemahan
·
Apabila terdapat
kelompok yang anggotanya genap, tidak menimbulkan Trio baru. Artinya jumlah siswa harus ganjil dan pas
dibagi 3.
·
Jika diterapkan
dalam kelas besar (jumlah siswa banyak), guru akan sulit mengontrol.
·
Alokasi waktu yang
kurang.
6. Metode Tutorial.
Yaitu teknik pembelajaran dimana
pembelajaran diberikan secara individual dengan hubungan langsung antara guru
dan siswa. Model ini biasanya diberikan juga dengan modul atau materi tertulis
yang diberikan guru. Sejatinya metode tutorial adalah metode pembelajaran
dengan mana guru memberikan bimbingan belajar kepada siswa secara individual.
Oleh sebab itu metode ini sangat cocok diterapkan dalam model pembelajaran
mandiri seperti pada pembelajaran jarak jauh dengan mana siswa terlebih dahulu
diberi modul untuk dipelajari.
Keunggulam Metode Tutorial.
1. Siswa memperoleh pelayanan
pembelajaran secara individual sehingga permasalahan spesifik yang dihadapinya
dapat dilayani secara spesifik pula.
2. Seorang siswa dapat belajar dengan
kecepatan yang sesuai dengan lemampuannya tanpa harus dipengaruhi oleh
kecepatan bel;ajar siswa yang lain atau lebih dikenal dengan istilah “Slef
Paced Learning”.
Kelemahan Metode Tutorial.
1. Sulit dilaksanakan pembelajaran
klasikal karena guru harus melayani siswa dalam jumlah yang banyak.
2. Jika tetap dilaksanakan, diperlukan
teknik mengajar dalam tim atau “team teaching” dengan pembagian tugas di
antara anggota tim.
3. Apabila tutorial ini dilaksanakan,
untuk melayani siswa dalam jumlah yang banyak, diperlukan kesabaran dan
keluasan pemahamann guru tentang materi.
7. Metode Simulasi.
Yaitu teknik pembelajaran di mana
siswa harus menirukan situasi kejadian yang senyatanya. Misalnya simulasi cara
menanggapi keberatan (komplin) konsumen menggunakan komunikasi via telepon.
Simulasi berasal dari kata simulate
yang artinya berpura-pura atau berbuat seakan-akan. Sebagai metode mengajar,
simulasi dapat diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan
situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan
tertentu. Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak
semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya.
Gladi resik merupakan salah satu contoh simulasi, yakni memperagakan proses
terjadinya suatu upacara tertentu sebagai latihan untuk upacara sebenarnya
supaya tidak gagal dalam waktunya nanti. Demikian juga untuk mengembangkan
pemahaman dan penghayatan terhadap suatu peristiwa, penggunaan simulasi akan
sangat bermanfaat.
Metode simulasi bertujuan untuk:
1. melatih keterampilan tertentu baik
bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari,
2. memperoleh pemahaman tentang suatu
konsep atau prinsip,
3. melatih memecahkan masalah,
4. meningkatkan keaktifan
belajar,
5. memberikan motivasi belajar kepada
siswa,
6. melatih siswa untuk mengadakan
kerjasama dalam situasi kelompok,
7. menumbuhkan daya kreatif siswa, dan
8. melatih siswa untuk mengembangkan
sikap toleransi.
Kelebihan dan Kelemahan Metode
Simulasi
Terdapat beberapa kelebihan dengan menggunakan simulasi sebagai metode mengajar, di antaranya adalah:
Terdapat beberapa kelebihan dengan menggunakan simulasi sebagai metode mengajar, di antaranya adalah:
1. Simulasi dapat dijadikan sebagai
bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam
kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja.
2. Simulasi dapat mengembangkan
kreativitas siswa, karena melalui simulasi siswa diberi kesempatan untuk
memainkan peranan sesuai dengan topik yang disimulasikan.
3. Simulasi dapat memupuk keberanian
dan percaya diri siswa.
4. Memperkaya pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang
problematis.
5. Simulasi dapat meningkatkan gairah
siswa dalam proses permbelajaran.
Di samping memiliki kelebihan,
simulasi juga mempunyai kelemahan, di antaranya:
1.
Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak
selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan di lapangan.
2.
Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi
dijadikan sebagai alat hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.
3.
Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering
memengaruhi siswa dalam melakukan simulasi.
Jenis-jenis Simulasi
Simulasi terdiri dari beberapa jenis, di antaranya:
Simulasi terdiri dari beberapa jenis, di antaranya:
- Sosiodrama. Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya.
- Psikodrama. Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis. Psikodrama biasanya digunakan untuk terapi, yaitu agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dirinya, menemukan konsep diri, menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan yang dialaminya.
- Role Playing. Role playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang. Topik yang dapat diangkat untuk role playing misalnya memainkan peran sebagai juru kampanye suatu partai atau gambaran keadaan yang mungkin muncul pada abad teknologi informasi.
- Peer Teaching. Peer teaching merupakan latihan mengajar yang dilakukan oleh siswa kepada teman-teman calon guru. Selain itu peer teaching merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan seorang siswa kepada siswa lainnya dan salah satu siswa itu lebih memahami materi pembelajaran.
- Simulasi Game. Simulasi game merupakan bermain peranan, para siswa berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu melalui permainan dengan mematuhi peraturan yang ditentukan.
Langkah-langkah Simulasi
1. Persiapan Simulasi
2. Menetapkan topik atau masalah serta
tujuan yang hendak dicapai oleh simulasi.
3. Guru memberikan gambaran masalah
dalam situasi yang akan disimulasikan.
4. Guru menetapkan pemain yang akan
terlibat dalam simulasi, peranan yang harus dimainkan oleh para pemeran, serta
waktu yang disediakan.
5. Guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam pemeranan
simulasi.
2. Pelaksanaan Simulasi
1. Simulasi mulai dimainkan oleh
kelompok pemeran.
2. Para siswa lainnya mengikuti dengan
penuh perhatian.
3. Guru hendaknya memberikan bantuan
kepada pemeran yang mendapat kesulitan.
4. Simulasi hendaknya dihentikan pada
saat puncak. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong siswa berpikir dalam
menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan.
3. Penutup
1. Melakukan diskusi baik tentang
jalannya simulasi maupun materi cerita yang disimulasikan.Guru harus mendorong
agar siswa dapat memberikan kritik dan tanggapan terhadap proses pelaksanaan
simulasi.
2. Merumuskan kesimpulan.
Sumber: Kompetensi Supervisi Akademik
Keunggulan dan Kelemahan Metode
Simulasi
Sri Anitah, W. DKK (2007: 5.24)
mengemukakan tentang keunggulan dan kelemahan metode simulasi sebagai berikut:
Keunggulan
Metode Simulasi
1. Siswa dapat melakukan interaksi
sosial dan komunikasi dalam kelompoknya,
2. Aktivitas siswa cukup tinggi dalam
pembelajaran sehingga terlibat langsung dalam pembelajaran,
3. Dapat membiasakan siswa untuk
memahami permasalahan sosial (merupakan implementasi pembelajaran yang berbasis
kontekstual),
4. Dapat membina hubungan personal yang
positif,
5. Dapat membangkitkan imajinasi,
6. Membina hubungan komunikatif dan
bekerja sama dalam kelompok.
Kelemahan
Metode Simulasi
1. Relatif memerlukan waktu yang cukup
banyak,
2. Sangat bergantung pada aktivitas
siswa,
3. Cenderung memerlukan pemanfaatan
sumber belajar,
4. Banyak siswa yang kurang menyenangi
sosiodrama sehingga sosiodrama tidak efektif.
8. Metode Diskusi.
Yaitu teknik
pembelajaran menggunakan saling tukar pendapat mengenai suatu topik atau
masalah untuk akhirny diambil suatu
kesimpulan.
Dalam metode diskusi proses pembelajaran berlangsung melalui kegiatan berbagi atau “sharing” informasi atau pengetahuan di antara sesama siswa.
Dalam metode diskusi proses pembelajaran berlangsung melalui kegiatan berbagi atau “sharing” informasi atau pengetahuan di antara sesama siswa.
Dalam metode ini guru berperan sebagai
fasilitator dengan memberikan masalah atau topic yang akan dibahas dan beberapa
aturan dasar dalam diskusi.
Budiardjo, dkk, 1994:20--23 membuat langkah
penggunaan metode diskusi melalui tahap-tahap berikut ini.
v
Tahap Persiapan
1. Merumuskan tujuan pembelajaran
2. Merumuskan permasalahan dengan jelas dan
ringkas.
3. Mempertimbangkan karakteristik
anak dengan benar.
4. Menyiapkan kerangka diskusi
yang meliputi:
a. menentukan dan merumuskan aspek-aspek masalah,
b.
menentukan alokasi waktu,
c.
menuliskan garis besar bahan diskusi,
d.
menentukan
format susunan tempat
e.
menetukan aturan main jalannya diskusi.
5.
Menyiapkan fasilitas diskusi, meliputi:
a.
menggandakan bahan diskusi
b.
menentukan dan mendisain tempat
c.
mempersiapkan
alat-alat yang dibutuhkan.
v Tahap pelaksanaan
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Menyampaikan pokok-pokok yang akan
didiskusikan.
3. Menjelaskan prosedur diskusi.
4. Mengatur kelompok-kelompok diskusi
5. Melaksanakan diskusi.
v Tahap penutup
1.
Memberi kesempatan kelompok untuk melaporkan
hasil.
2.
Memberi kesempatan kelompok untuk menanggapi.
3.
Memberikan
umpan balik.
4.
Menyimpulkan
hasil diskusi.
Keunggulan
Metode Diskusi
1.
Menumbuhkan sikap ilmiah dan jiwa demokratis.
2.
Tergalinya gagasan baru yang memperkaya dan memperluas
pemahaman siswa terhadap materi yang dibahas.
3. Menciptakan
suasana belajar yang berpartisipasi dan interaktif.
Kelemahannya.
1.
Pembicaraan dalam diskusi bisa keluar dari
jalur atau batasan topic yang sedang dibahas.
2.
Pengajuan pendapat di dominasi oleh siswa
yang lebih siap, lebih menguasai materi, dan atau oleh siswa yang memiliki
kebiasaan mendominasi pembicaraan.
3.
Peserta yang tidak siap dan tidak percaya
diri akan pasif dan tidak berpartisipasi dan berkonstribusi dalam pembicaraan.
9. Metode
Bermain Peran.
Pengalaman sebagai guru dan penatar
menunjukkan bahwa metode pembelajaran bermain peran atau “role play”
adalah metode yang sangat efektif digunakan untuk mensimulasi keadaan nyata.
Contoh dari metode ini adalah kegiatan yang dapat diajarkan dengan PAKEM jika menggunakan metode bermain
peran.
Keunggulan
dari Metode Peran.
1. Mampu melatih kompetensi siswa dalam
melaksanakan kegiatan praktis yang mendekati keadaan yang sebenarnya.
2. Metode bermain peran yang dirancang
secara cermat dan mendekati kegiatan yang sebenarnya.
3. Jika suasana pembelajaran dilakukan
secara serius dan mampu menghadirkan suasana yang mendekati sebenarnya.
Kelemahan
Metode Bermain Peran.
1. Tidak semua guru menguasai
kompetensi yang akan disimulasikan sehingga jika dipaksa menerapkan metode
bermain peran, maka simulasi tidak mewakili kondisi nyata.
2. Tidak semua guru memiliki kompetensi
merancang kegiatan simulasi.
3. Memerlukan persiapan dan penyiapan
yang matang serta membutuhkan banyak waktu dan sumberdaya lainnya.
4. Bisa terjadi demotivasi dalam diri
siswa yang kurang berperan dalam kegiatan tersebut atau memainkan peran yang
kurang disukainya.
10. Metode Eksperimen.
Yaitu teknik pembelajaran
menggunakan proses yang terencana, dengan pemberian treatment (perlakuan)
tertentu pada obyek serta kontrol terhadap terhadap variasi perubahan dan
diikuti dengan pengamatan terhadap hasilnya, sehingga dapat menilai benar
tidaknya suatu hipotesis.
Menurut Joseph
Mbulu, 2001:58 Metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana
siswa melakukan eksperimen (percobaan) dengan mengalami dan membuktikan sendiri
sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar dengan metode
eksperimen, siswa diberi pengalaman untuk mengalami sendiri tentang suatu
objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan tentang suatu objek
keadaan. Dengan demikian siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari suatu
kebenaran, mencari suatu data baru yang diperlukannya, mengolah sendiri,
membuktikan suatu dalil atau hukum dan menarik kesimpulan atas proses yang
dialaminya itu.
Penggunaan
teknik ini mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri
berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan
percobaan sendiri. Melatih siswa untuk berpikir yang ilmiah (scientific
thinking). Dengan eksperimen siswa menemukan bukti kebenaran dari teori
sesuatu yang sedang dipelajarinya.
Apabila
seseorang mencoba sesuatu yang belum diketahui hasilnya maka ia melakukan suatu
eksperimen. Kualitas hasil suatu produksi dapat diselidiki dengan melakukan
suatu eksperimen. Guru dapat menugaskan murid-murid untuk melakukan eksperimen
sederhana, baik didalam kelas maupun diluar kelas. Untuk memudahkan pemahaman
konsep-konsep teoristis yang disajikan, guru hendaknya menugaskan murid-murid
untuk melakukan eksperimen. Sebuah eksperimen dapat dilakukan murid-murid untuk
menguji hipotesis suatu masalah dan kemudian menarik kesimpulan. Dengan
menggunakan metode eksperimen murid diharapkan :
6. ikut aktif
mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan belajar untuk dirinya.
7. Murid belajar menguji hipotesis dan tidak
tergesa-gesa mengambil kesimpulan, ia berlatih berpikir ilmiah dan
8. mengenal
berbagai alat untuk melakukan eksperimen dan memiliki keterampilan menggunakan
alat-alat tersebut.
Agar
pelaksanaan eksperimen dapat berjalan lancar maka :
1. Guru hendaknya
merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid
2. Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan
yang dipergunakan
3. Perlu memperhitungkan tempat dan waktu
4. Guru
menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid
5. Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan
dijadikan eksperimen
6. Membagi kertas
kerja kepada murid
7. Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan
guru, dan
8. Guru
mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu
didiskusikan secara klasikal.
Teknik
eksperimen kerap kali digunakan karena memiliki keunggulan-keunggulan yaitu :
a. Dengan
eksperimen siswa terlatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi segala
masalah. Sehingga tidak mudah percaya kepada sesuatu yang belum pasti
kebenarannya dan tidak mudah percaya pula kata orang, sebelum ia membuktikan
kebenarannya.
b. Mereka lebih
aktif berpikir dan berbuat, karena hal itulah yang sangat diharapkan dalam
dunia pendidikan modern. Dimana siswa lebih banyak aktif belajar sendiri dengan
bimbingan guru.
c. Siswa dalam
melaksanakan proses eksperimen disamping memperoleh ilmu pengetahuan juga
menemukan pengalaman praktis serta keterampilan dalam menggunakan alat
percobaan.
d. Dengan
eksperimen siswa membuktikan sendiri kebenaran suatu teori, sehingga akan
mengubah sikap mereka yang tahayul, ialah peristiwa yang tidak masuk akal.
Pelaksanaan Metode
Eksperimen
Bila siswa akan
melaksanakan suatu eksperimen perlu memperhatikan prosedur sebagai berikut :
a. Perlu
dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksperimen, mereka harus memahami
masalah-masalah yang akan dibuktikan melalui eksperimen.
b. Kepada siswa
perlu dijelaskan pula tentang alat-alat serta bahan-bahan yang akan digunakan
dalam percobaan, agar tidak mengalami kegagalan siswa perlu mengetahui variabel
yang harus dikontrol ketat, siswa juga perlu memperhatikan urutan yang akan
ditempuh sewaktu eksperimen berlangsung.
c. Selama
proses eksperimen berlangsung, guru harus mengawasi pekerjaan siswa. Bila perlu
memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen.
d. Setelah
eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian siswa,
mendiskusikannya dikelas dan mengevalusi dengan tes atau sekedar tanya jawab.
Dalam
menggunakan metode eksperimen, agar memperoleh hasil yang diharapkan, terdapat
beberapa langkah yang diharapkan, terdapat beberapa langkah yang harus
diperhatikan yaitu :
1. Persiapan
Eksperimen
Persiapan yang matang mutlak
diperlukan, agar memperoleh hasil yang diharapkan, terdapat beberapa langkah
yang harus diperhatikan yaitu :
a. Menentapkan tujuan eksperimen
b.
Mempersiapkan berbagai alat atau bahan yang diperlukan
c.
Mempersiapkan tempat eksperimen
d.
Mempertimbangkan jumlah siswa dengan alat atau bahan yang ada serta daya
tampung eksperimen
e.
Mempertimbangkan apakah dilaksanakan sekaligus (serentak seluruh siswa atau
secara bergiliran)
f. Perhatikan
masalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau menghindari risiko
yang merugikan dan berbahagia.
g. Berikan
penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan tahapa-tahapan yang harus
dilakukan siswa, yang termasuk dilarang atau membahayakan.
2. Pelaksanaan
Eksperimen
Setelah semua persiapan kegiatan
selanjutnya adalah sebagai berikut:
a. Siswa
memulai percobaan, pada saat siswa melakukan percobaan, guru mendekati untuk
mengamati proses percobaan dan memberikan dorongan dan bantuan terhadap
kesulitan-kesulitan yang dihadapi sehingga eksperimen tersebut dapat
diselesaikan dan berhasil.
b. Selama
eksperimen berlangsung, guru hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan
sehingga apabila terjadi hal-hal yang menghambat dapat segera terselesaikan.
3. Tindak
lanjut Eksperimen
Setelah eksperimen dilakukan,
kegiatan-kegiatan selanjutnya adalah sebagai berikut:
a. Siswa
mengumpulkan laporan eksperimen untuk diperiksa guru.
b.
Mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen, memeriksa dan
menyimpan kembali segala bahan dan peralatan yang digunakan.
( Sumber : Bacaan Materi
PLPG)
D.
STRATEGI
PEMBELAJARAN
Strategi pembelajaran diartikan sebagai
perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. Strategy
is a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular
educational goal (J.R. David, 1976).
Strategi pembelajaran
merupakan rencana tindakan, termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai
sumber daya dalam pembelajaran.
Strategi pembelajaran adalah pencapaian tujuan atau hasil pembelajaran, atau kompetensi. Dalam hal ini, kompetensi menjadi roh dari implementasi suatu strategi.
Strategi pembelajaran adalah pencapaian tujuan atau hasil pembelajaran, atau kompetensi. Dalam hal ini, kompetensi menjadi roh dari implementasi suatu strategi.
Jenis-jenis
strategi pembelajara
Strategi pembelajaran dapat
dikelompokkan :
1. Strategi pembelajaran
penyampaian-penemuan (expocitory-inquiry learning)
2. Strategi pembelajaran individual-kelompok
(individualgroup learning).
3. Ditinjau dari cara penyajian dan cara
pengolahannya, dibedakan antara strategi pembelajaran deduktif dan induktif
(deductive-inductive learning).
Strategi pembelajaran juga
dikelompokkan menjadi :
1. Strategi Pengolahan Informasi (Strategi
Kognitif)
Strategi pengelolaan informasi pada
dasarnya menitik beratkan pada cara-cara memperkuat dorongan internal manusia
untuk memahami dunia dengan cara menggali dan mengorganisasikan data, merasakan
adanya masalah dan mengupayakan jalan pemecahannya, serta mengembangkan bahasa
(alat komunikasi) untuk mengungkapkannya. Strategi ini menawarkan pembelajaran
yang memberikan kepada peserta didik sejumlah konsep, pembentukan konsep dan
pengetesan hipotesis, serta pengembangan kemampuan kreatif. Strategi ini pada
hakikatnya disengaja dirancang untuk memperkuat kemampuan intelektual umum.
2. Strategi Personal (Strategi Afektif)
Strategi personal
memusatkan perhatian pada pandangan pribadi dan berusaha menggalakkan
kemandirian yang produktif, sehingga manusia menjadi semakin sadar diri dan
bertanggung jawab atas tujuan hidupnya.
3. Strategi Sosial
Harus disadari bahwa kerjasama
merupakan salah satu fenomena kehidupan masyarakat, disamping adanya konflik
sosial. Melalui kerja sama manusia dapat membangkitkan dan menghimpun tenaga
secara bersama yang kemudian disebut “sinergi.” Strategi sosial ini dirancang
untuk untuk memanfaatkan fenomena kerja sama.
Telah banyak model pembelajaran ini
diteliti, dikembangkan, dan diterapkan oleh para ahli dan guru pendidikan
ilmu-ilmu sosial, seperti cooperative reward, cooperative task structur, dan
cooperative learning yang belakangan ini populer.
4. Strategi Sistem Perilaku (Strategi Aksi)
Strategi sistem perilaku (behavioral system) secara akademik mendasarkan
pada teori-teori belajar sosial. Strategi ini juga dikenal sebagai strategi
modifikasi perilaku (behavioral modification), terapi perilaku (behavioral
therapy), atau sibernetika (cybernetics). Dasar pemikiran dari strategi ini
ialah sistem komunikasi yang mengoreksi sendiri (self-correcting communication
system), yang memodifikasi perilaku dalam hubungannya dengan bagaimana
tugas-tugas dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Dengan mendasarkan pada konsep “bagaimana seseorang memberikan respon terhadap tugas dan umpan balik”, para ahli psikologis, seperti Skinner (1953), telah mempelajari bagaimana mengorganisasikan struktur tugas dan umpan balik agar dapat memberikan kemudahan terhadap hilangnya rasa takut pada diri seseorang. Bagaimana belajar membaca dan menghitung. Bagaimana mengembangkan keterampilan atletik dan sosial. Bagaimana menghilangkan rasa cemas dan cara bersantai. Serta bagaimana mempelajari keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang perlu bagi seorang pilot dan astronot. Oleh sebab itu, strategi ini memusatkan perhatian pada perilaku yang terobservasi dan metode dan tugas yang diberikan dalam rangka mengkomunikasikan keberhasilan.
Dengan mendasarkan pada konsep “bagaimana seseorang memberikan respon terhadap tugas dan umpan balik”, para ahli psikologis, seperti Skinner (1953), telah mempelajari bagaimana mengorganisasikan struktur tugas dan umpan balik agar dapat memberikan kemudahan terhadap hilangnya rasa takut pada diri seseorang. Bagaimana belajar membaca dan menghitung. Bagaimana mengembangkan keterampilan atletik dan sosial. Bagaimana menghilangkan rasa cemas dan cara bersantai. Serta bagaimana mempelajari keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang perlu bagi seorang pilot dan astronot. Oleh sebab itu, strategi ini memusatkan perhatian pada perilaku yang terobservasi dan metode dan tugas yang diberikan dalam rangka mengkomunikasikan keberhasilan.
5.
strategi pembelajaran peningkatan kemampuan
berpikir
Strategi
pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir adalah strategi pembelajaran yang
menekankan kepada kemampuan berpikir siswa dengan pemberian
pertanyaan-pertanyaan yang merangsang siswa untuk berpikir sehingga dapat
menemukan konsep sendiri. Startegi pembelajaran ini merupakan salah satu
strategi pembelajaran efektif dalam pencapaian tujuan belajar. Strategi ini
dapat memaksimalkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki
secara sistematis, kritis, logis, sehingga dapat merumuskan sendiri penemuannya
dengan penuh percaya diri. Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir
cocok untuk materi pelajaran yang memiliki praktikum untuk memudahkan siswa
memahami materi tersebut. Startegi ini bisa diterapkan di tingkat SD, SMP
maupun SMA karena pelaksanaan startegi ini disesuaikan dengan usia dan tahap
perkembangan peserta didik.
Tahapan pembelajaran peningkatan kemampuan
berpikir
a.
Tahap
Orientasi
Pada tahap ini guru dapat mengkondisikan siswa pada
posisi siap melakukan pembelajaran. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan
kegiatan yang dilakukan pada hari pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
b.
Tahapan
Pelacakan
Pada tahap ini, guru melakukan
penjajakan terhadap siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
merangsang kemampuan berpikir siswa.guru melakukan dialog dengan siswa
bertujuan untuk menggali pengalaman siswa yang relevan terkait dengan materi
yang akan dibahas.
c.
Tahap
Konfrontasi
Tahap konfrontasi adalah tahapan
penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan
pengalaman siswa. Untuk merangsang peningkatan kemampuan siswa pada tahapan ini
guru dapat memberikan persoalan-persoalan dilematis yang memerlukan jawaban
atau jalan keluar. Persoalan yang diberikan sesuai dengan tema atau topic dan
juga sesuai dengan kemampuan dasar atau pengalaman siswa seperti yang diperoleh
pada tahap kedua. Pada tahap ini guru dapat mengembangkan dialog agar siswa
benar-benar memahami persoalan yang harus dipecahkan, karena pemahaman terhadap
masalah akan mendorong siswa untuk berpikir. Jadi keberhasilan tahap ini
menjadi penentu tahap selanjutnya.
d.
Tahap Inkuiri
Merupakan tahapan penting dalam SPPKB,
karena pada tahap ini siswa belajar perpikir yang sesungguhnya. Melalui tahapan
inkuiri, siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Pada tahap ini
guru harus memberikan ruang dan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan
gagasan dalam upaya pemecahan persoalan. Melalui berbagai tehnik pertanyaan
guru harus dapat menumbuhkan keberanian siswa agar mereka dapat menjelaskan,
mengungkapkan, fakta sesuai dengan pengalamannya, memberikan argumentasi yang
meyakinkan, mengembangkan gagasan, dan lain sebagainya.
e.
Tahap
Akomodasi
Adalah tahapan pembentukan pengetahuan
baru melalui proses penyimpulan. Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat
menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topic atau tema pembelajaran. Guru membimbing
siswa agar dapat menyimpulkan apa yang mereka temukan dan mereka pahami sekitar
topic yang dipermasalahkan. Tahap ini disebut juga sebagai tahap pemantapan hasil belajar, karena pada
tahap ini siswa diarahkan untuk mampu mengungkapkan kembali pembahasan yang
dianggap penting dalam proses pembelajaran.
f.
Tahap
Transfer
Pada tahap ini disajikan suatu masalah
baru yang sepadan dengan masalah semula. Tahap transfer ini dimaksudkan sebagai
tahapan agar siswa mampu mentransfer kemampuan berpikir setiap siswa untuk memecahkan
maasalah-masalah baru. Pada tahap ini guru memberikan tugas-tugas yang sesuai
dengan topic pembahasan.
Kelebihan dan kelemahan SPPKB
a.
Kelebihan
1.
Bagi siswa
a)
Dapat meningkatkan prestasi dan hasil
belajarnya
b)
Dapat memecahkan setiap masalah yang
diberikan sesuai dengan taraf perkembangan anak
c)
Mampu mendiskripsikan hasil pengamatan mereka
terhadap berbagai fakta dan data yang mereka peroleh dalam kehidupan
sehari-hari.
d)
Mampu memberikan gagasan-gagasan atau ide-ide
melalui kemampuan berbahasa secara verbal, sebab kemampuan berbicara juga
merupakan salah satu kemampuan berpikir.
e)
Dapat meningkatkan rasa kebersamaan antara
siswa yang satu dengan yang lain serta saling sharing dalam mendapatkan
informasi.
2.
Bagi guru
a)
Salah satu strategi yang dapat membantu guru
dalam meningkatkan prestasi dan hasil belajar siswa
b)
Dapat menciptakan susasana belajar yang
menyenangkan dan tida membosankan.
b.
Kelemahan
1.
Bagi siswa
a)
Kesulitaan dalam mengeluarkan pendapat
b)
Adanya individu yang lebih menonjolkan diri
c)
Sering kali ada siswa yang kebingungan akibat
kurangnya membaca referensi mengenai materi yang dipelajari pada saat praktikum
2.
Bagi guru
a)
Strategi ini lebih cocok untuk materi
praktikum sehingga seorang guru memerlukan strategi lain dalam menyampaikan
materi pembelajaran.
b)
Membutuhkan waktu yang relative banyak untuk
kesempurnaan hasil pembelajaran.
6.
Strategi pembelajaran Ekssositori
Strategi pembelajaran ekspositori
adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi
secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar
siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajran yang berorientasi kepada guru, dikatakan demikian sebab dalam strategi ini guru memegang peranan yang sangat penting atau dominan.
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajran yang berorientasi kepada guru, dikatakan demikian sebab dalam strategi ini guru memegang peranan yang sangat penting atau dominan.
Dengan menggunakan strategi ekspositori terdapat beberapa
keunggulan dan kelemahan di dalam menggunakan strategi ini, yaitu:
v Keunggulan / Kelebihan Strategi
Ekspositori
1. Dengan strategi pembelajaran
ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran,
dengan demikian ia dapat mengetahui sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran
yang disampaikan.
2. Strategi pembelajaran ekspositori dianggap
sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas,
sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
3. Melalui strategi pembelajaran
ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang
suatu materi pelajaran juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi
(melalui pelaksanaan demonstrasi).
4. Keuntungan lain adalah strategi
pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa dalam strategi
ekspositori ini dilakukan melalui metode ceramah, namun tidak berarti proses
penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran. Karena itu sebelum strategi ini
diterapkan terlebih dahulu guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara
jelas dan terukur. Hal ini sangat penting untuk dipaham, karena tujuan yang
spesifik memungkinkan untuk bisa mengontrol efektivitas penggunaan strategi
pembelajaran.
v Kelemahan Strategi Ekspositori
1. Strategi pembelajaran ini hanya mungkin
dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak
secara baik, untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu
digunakan strategi yang lain.
2. Strategi ini tidak mungkin dapat
melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, pengetahuan,
minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
3. Karena strategi lebih banyak
diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam
hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir
kritis.
4. Keberhasilan strategi pembelajaran
ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru seperti
persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi dan
berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi) dan kemampuan
mengelola kelas, tanpa itu sudah pasti proses pembelajaran tidak mungkin
berhasil.
5. Oleh karena itu, gaya komunikasi
strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah, maka kesempatan untuk
mengontrol pemahaman siswa sangat terbatas pula. Di samping itu, komunikasi
satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada
apa yang diberikan guru.
Dari uraian di atas dapat diketahui
bahwa secara umum tidak ada satu strategi pembelajaran yang dianggap lebih baik
dibandingkan dengan strategi pembelajaran yang lain, baik tidaknya suatu
strategi pembelajaran isa dilihat dari efektif tidaknya strategi tersebut dalam
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Pembelajaran
inquiry adalah
rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara
kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu
masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan
melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering
juga dinamakan strategi heuristik, yang berasal dari bahasa Yunani yaitu
heuriskein yang berarti “saya menemukan”.
Strategi pembelajaran inquiry merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered approach). Dikatakan demikian karena dalam strategi ini siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.
Strategi pembelajaran inquiry merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered approach). Dikatakan demikian karena dalam strategi ini siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.
Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa ada beberapa keunggulan dan kelemahan dari strategi
pembelajaran inquiry, yaitu:
v Keunggulan / Kelebihan Strategi Pembelajaran
Inkuiri (Inquiry)
1. Strategi pembelajaran inquiry merupakan strategi pembelajaran
yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik
secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih
bermakna.
2. Dapat memberikan ruang kepada siswa
untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
3. Strategi pembelajaran inquiry
merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar
modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat
adanya pengalaman.
4. Keuntungan lain adalah strategi
pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas
rata-rata, artinya siswa yang memiliki kemampuan belajar baik tidak akan
terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
v Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri
(Inquiry)
1. Jika strategi pembelajaran inquiry
sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit terkontrol kegiatan dan
keberhasilan siswa.
2. Strategi ini sulit dalam
merencanakan pembelajaran karena terbentuk dengan kebiasaan siswa dalam beljar.
3. Kadang-kadang dalam
mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru
sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
4. Selama kriteria keberhasilan belajar
ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka strategi
pembelajaran inquiry akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran inquiry ini menekankan
kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara
langsung, peran siswa dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri
materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan membimbing
siswa untuk belajar.
8.
Strategi Pembelajaran Problem Solving
Mengajar
memecahkan masalah berbeda dengan penggunaan pemecahan masalah sebagai suatu
strategi pembelajaran. Mengajar memecahkan masalah adalah mengajar bagaimana
siswa memecahkan suatu persoalan, misalkan memecahkan soal-soal matematika.
Sedangkan strategi pembelajaran pemecahan masalah adalah teknik untuk membantu
siswa agar memahami dan menguasai materi pembelajaran dengan menggunakan
strategi pemecahan masalah. Dengan demikian perbedaan keduanya terletak pada
kedudukan pemecahan masalah itu. Mengajar memecahkan masalah berarti pemecahan
masalah itu sebagai isi atau content dari pelajaran, sedangkan pemecahan
masalah adalah sebagai suatu strategi. Jadi, kedudukan pemecahan masalah hanya
sebagai suatu alat saja untuk memahami materi pembelajaran.
Ada beberapa
ciri strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah:
1. siswa bekerja secara individual atau bekerja
dalam kelompok kecil;
2. pembelajaran ditekankan kepada materi
pelajaran yang mendukung persoalan-persoalan untuk dipecahkan dan lebih disukai
persoalan yang banyak kemungkinan cara pemecahanya;
3. siswa mnggunakan banyak pendekatan
dalam belajar;
4. hasil dari pemecahan maslah adalah tukar
pendapat (sharing ) di antara semua siswa.
9.
Strategi Elaborasi
Strategi elaborasi adalah proses
penambahan rincian sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna. Dengan
strategi elaborasi, pengkodean lebih mudah dilakukan dan lebih memberikan
kepastian. Strategi elaborasi membantu pemindahan informasi baru dari memori di
otak yang bersifat jangka pendek ke jangka panjang dengan menciptakan hubungan
dan gabungan antara informasi baru dengan yang pernah ada. Beberapa
bentuk strategi elaborasi adalah pembuatan catatan, analogi, dan PQ4R.
Pembuatan catatan adalah strategi belajar yang menggabungkan antara informasi
yang dipunyai sebelumnya dengan informasi baru yang didapat melalui proses
mencatat. Dengan mencatat, siswa dapat menuangkan ide baru dari percampuran dua
informasi itu. Analogi merupakan cara belajar dengan pembandingan yang
dibuat untuk menunjukkan persamaan antara ciri pokok benda atau ide, misalnya
otak kiri mirip dengan komputer yang menerima dan menyimpan informasi.
P4QR merupakan strategi yang digunakan untuk membantu siswa mengingat apa yang
mereka baca. P4QR singkatan dar Preview (membaca selintas dengan cepat),
Question (bertanya), dan 4R singkatan dari read, reflect, recite, dan review
atau membaca, merefleksi, menanyakan pada diri sendiri, dan mengulang secara
menyeluruh. Strategi PQ4R merupakan strategi belajar elaborasi yang terbukti
efektif dalam membantu siswa menghafal informasi bacaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu Dan Tri Prasetya, Joko, Strategi Belajar Mengajar.
Bandung: Pustaka Setia, 2005.
Arikunto, Suharsimi.
1997. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.Berg, Euwe Vd. (1991). Miskonsepsi bahasa Indonesia dan Remidi Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.
Gulo, W., Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Gramedia, 2002.
Hamalik, Oemar, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem,
cet. II. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003.
Jamarah, Syaiful Bahri Dan Zain, Aswan, Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta, 1996.
[1] W. Gulo, Strategi Belajar
Mengajar (Jakarta: PT Gramedia, 2002), 12.
[2] Ibid., 13.
[3] Oemar Hamalik, Perencanaan
Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, cet. II (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2003), 14.
[4] W. Gulo, Strategi...,
115-122.
[5] Abu Ahmadi Dan Joko Tri Prasetya, Strategi
Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 21-22.
[6] Syaiful Bahri Jamarah Dan Aswan
Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 207-208.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Makasih Udah Kunjungi Blog Saya :)
"Smoga Postting ini Bermanfaat"