Senin, 10 Desember 2012

Pendekatan, Model, Metode dan Tehnik serta Strategi Pembelajaran,


PENDEKATAN,  MODEL, METODE DAN TEHNIK DAN STRATEGI PEMBELAJARAN

A.     PENDEKATAN
Pendekatan Pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Jadi pendekatan pembelajaran adalah konsep dasar yang mewadahi, menginsipirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.

 Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
1.    pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach)
2.    pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher  centered approach).

Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara lain :


1.    Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba (Suwarna,2005).
Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999)  kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.
Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau pengalaman baru. Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning. Seseorang juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi, iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai parcing.
Pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu perkara.
Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut dalam Sushkin, 1999) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan tradisional. Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van Boxtel (2003), Curtis (1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahawa pendekatan konstruktivisme dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan

2.    Pendekatan Deduktif – Induktif
1. Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya dan konsep dasarnya.
Prince dan Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi berbasis pembelajaran sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan beberapa tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa tentang definisi yang disampaikan.
2. Pendekatan Induktif
Ciri uatama pendekatan induktif dalam pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan data primer atau dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan.
Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.
Major (2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
Dalam fase pendekatan induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan secara bergantian.

3.    Pendekatan Kontekstual
Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa.(http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual,guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan cara mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam masyarakatnya (http.//www.contextual.org.id). Pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen Dikdasmen, 2001: 8). Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat diarahkan kepada pemikiranagar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari, masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat luas.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Guru bertugas mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil “menemukan sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.
Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya untuk mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi dengan sesama teman, misalnya melalui pembelajaran kooperatif, sehingga juga mengembangkan ketrampilan sosial (social skills) (Dirjen Dikmenum, 2002:6). Lebih lanjut Schaible,
Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well (2000:172) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk merancang cara dalam mengatasi masalah.
4.    Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
National Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1)memandang STM sebagai the teaching and learning of science in thecontext of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan
kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach whichreflects the widespread realization that in order to meet the increasingdemands of a technical society, education must integrate acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STMharuslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State University (2006: 1), bahwa STM merupakan an interdisciplinery field of study that seeks to explore a understand the many ways that scinence and technology shape culture, values, and institution, and how such factors shape science and technology.STM dengandemikian adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi.
Hasil penelitian dari National Science Teacher Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari – hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah – langkah ilmia. hhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/)
5.    Pendekatan Keterampilan Proses (PKP)
Keterampilan proses merupakan kemampuan siswa untuk mengelola (memperoleh) yang didapa dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) yang memberikan kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk mengamati, menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian, mengkomunikasikan hasil perolehan tersebut” (Azhar, 1993: 7)
Sedangkan “menurut Conny (1990 : 23) pendekatan keterampilan proses adalah pengembangan sistem belajar yang mengefektifkan siswa (CBSA) dengan cara mengembangkan keterampilan memproses perolehan pengetahuan sehingga peserta didik akan menemukan, mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan sikap dan nilai yang dituntut dalam tujuan pembelajaran khusus”.
Berdasarkan uraiaan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan keterampilan proses adalah pendekatan belajar mengajar yang mengarah pada pengembangan kemampuan dasar berupa mental fisik, dan sosial untuk menemukan fakta dan konsep maupun pengembangan sikap dan nilai melalui proses belajar mengajar yang telah mengaktifkan siswa (CBSA) sehingga mampu menumbuhkan sejumlah keterampilan tertentu pada diri peserta didik.
Dimiyati (2002: 138) mengatakan bahwa pendekatan keterampilan proses dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa adalah :
a.    Pendekatan keterampilan proses memberikan kepada pengertian yang tepat tentang hakekat ilmu pengetahuan siswa dapat mengalami rangsangan ilmu pengetahuan dan dapat lebih baik mengerti fakta dan konsep ilmu pengetahuan
b.    Mengajar dengan keterampilan proses berarti memberi kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan.
c.       Menggunakan keterampilan proses untuk mengajar ilmu pengetahuan membuat siswa belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus.

Dari pembahasan tentang pengertian keterampilan proses (PKP) dapat diartikan bahwa pendekatan keterampilan proses dalam penerapannya secara langsung memberikan kesempatan siswa untuk secara nyata bertindak sebagai seorang ilmuan karena penerapan pendekatan keterampilan proses menekankan dalam memperoleh ilmu pengetahuan siswa hendaknya menanamkan sikap dan nilai sebagai seorang ilmuan.

a.  Pentingnya Pendekatan Keterampilan Proses
Menurut Dimiyati, mengatakan bahwa pendekatan keterampilan proses (PKP) perlu diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
1.    Percepatan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi
2.     Pengalaman intelektual emosional dan fisik dibutuhkan agar didapatkan agar hasil belajar yang optimal
3.     Penerapan sikap dan nilai sebagai pengabdi pencarian abadi kebenaran ini. (Dimiyati, 2002: 137)

Pembinaan dan pengembangan kreatifitas berarti mengaktifkan murid dalam kegiatan belajarnya. Untuk itu cara belajar siswa aktif (CBSA) yang mengembangkan keterampilan proses yang dimaksud dengan keterampilan di sini adalah kemampuan fisik dan mental yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan lain dalam individu.

Conny (1990 : 14). mengatakan bahwa ada beberapa alasan yang melandasi perlu diterapkan pendekatan keterampila proses (PKP) dalam kegiatan belajar mengajar yaitu:
1.     Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa.
2.    Para ahli psikologi umumnya berpendapat bahwa anak-anak muda memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh kongkrit.
3.    Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat relatif benar seratus persen penemuannya bersifat relatif
4.    Dalam proses belajar mengajar pengembangan konsep tidak dilepaskand ari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.

b.    Pola Pelaksanaan Pendekatan Keterampilan Proses (PKP)
Dalam pola pelaksanaan keterampilan proses, hendaknya guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.  Asas pelaksanaan keterampilan proses Menurut (Azhar, 1993) dalam melaksanakan pendekatan keterampilan proses perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.       Harus sesuai dan selalu berpedoman pada tujuan kurikuler, serta pembelajaran yang berupa TPU dan TPK.
b.      Harus berpegang pada dasar pemikiran bahwa semua siswa mempunyai kemampuan (potensi) sesuai dengan kudratnya.
c.       Harus memberi kesempatan, penghargaan dan movitasi kepada peserta didik untuk berpendapat, berfikir dan mengungkapkan perasaan dan pikiran.
d.      Siswa pembinaan harus berdasarkan pengalaman belajar siswa.
e.      Perlu mengupayakan agar pembina mengarah pada kemampuan siswa untuk mengola hasil temuannya.
f.        Harus berpegang pada prinsip "Tut Wuri Handayani". Memperhatikan azas-azas tersebut, nampaknya yang menjadi titik perkenannya adalah siswa itu adalah siswa itu sendiri sebagai subyek didik dan juga guru dalam melaksanakan pendekatan keterampilan proses benar-benar memperkirakan perbedaan masing-masing siswa.

c.  Bentuk dan pelaksanaan pendekatan keterampilan proses (PKP)
Untuk melaksanakan pendekatan keterampilan proses kepada peserta didik secara klasikal. Kelompok kecil ataupun individual. Maka kegiatan tersebut harus mengamati kepada pembangkitan kemampuan dan keterampilan mendasar baik mental, fisik maupun sosial (menurut Funk dalam Dimiyati, 1999). Adapun keterampilan yang mendasar dimaksud adalah
1.    Mengamati/observasi Observasi atau pengamatan    merupakan salah satu keterampilan ilmiah yang paling mendasar dalam proses dan memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakan hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan proses yang lain (Funk 1985 dalam Dimiyati, 1909 :142). Kegiatan mengamati, menurut penulis dapat dilakukan dengan panca indera seperti melihat, mendengar, meraba, mencium dan mengecap. Hal ini sejalan dengan pendapat (Djamarah, 2000 :89). Bahwa "kegiatan mengamati dapat dilakukan peserta didik melalui kegiatan belajar, melihat, mendengar, meraba, mencicip dan mengumpulkan dan atau informasi. Jadi kegiatan mengamati merupakan tingkatan paling rendah dalam pengembangan keterampilan dasar dari peserta didik, karena hanya sekedar pada penglihatan dengan panca indera. Pada dasarnya mengamati dan melihat merupakan dua hal yang berbeda walaupu sekilas mengandung pengertian yang sama. Melihat belum tentu mengamati, karena setiap hari mungkin peserta didik melihat beraneka ragam tanaman, hewan, benda-benda lain yang ada di sekitarnya, tetapi sekedar melihat tanpa mengamati bagaimana sebenarnya tanaman, hewan tersebut berkembang dari kecil hingga menjadi besar.

2.     Mengklasifikasikan
Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilih berbagai obyek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khsususnya. Sehingga didapatkan golongan atau kelompok sejenis dari obyek yang dimaksud, (Dimiyati, 1999 :142). Untuk melakukan kegiatan mengkalasifikasik menurut Djamarah adalah "peserta didik dapat belajar melalui proses : mencari persamaan (menyamakan, mengkombinasikan, menggolongkan dan mengelompokkan( Djamarah, 2000 : 89). Melalui keterampilan mengklasifikasi peserta didik diharapkan mampu membedakan, menggolongan segala sesuatu yang ada di sekitar mereka sehingga apa yang mereka lihat sehari-harii dapat menambah pengetahuan dasar mereka.

3.     Mengkomunikasikan
Mengkomunikasikan dapat diartikan sebaga "menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahua dalam bentuk suara, visual atau secara visual" (Dimiyati, 1993:143). Kegiatan mengkomunikasi dapat berkembanga dengan baik pada diri peserta didik apabila mereka melakukan aktivitas seperti : berdiskusi, mendeklamasikan, mendramatikan, bertanya, mengarang, memperagakan, mengekspresikan dan melaporkan dalam bentuk lisan, tulisan, gambar dan penampilan” (Djamarah, 2000). Dari pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa mengkomunikasikan bukan berarti hanya melalui berbicara saja tetapi bisa juga dengan gambar, tulisan bahkan penampilan dan mungkin lebih baik dari pada berbicara.

4.    Mengukur Keterampilan
Mengukur sangat penting dilakukan agar peserta didik dapat mengobservasi dalam bentuk kuantitatif. Mengukur dapat diartikan "membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan" (Dimiyati, 1999 : 144). Adapun kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan mengukur peserta didik menurut Conny (1992 :21). Dapat dilakukan dengan cara mengembangkan sesuatu, karena pada dasarnya mengukur adalah membandingkan, misalnya saja siswa membandingkan luas kelas, volume balok, kecakapan mobil dan sebagainya. Kegiatan pengukuran yang dilakukan peserta didik berbeda-beda tergantung dari tingkat sekolah mereka, karena semakin tinggi tingkat sekolahnya maka semakin berbeda kegiatan pengukuran yang dikerjakan.

5.    Memprediksi
Memprediksi adalah "antisipasi atau perbuatan ramalan tentang sesuatu hal yang akan terjadi di waktu yang akan datang, berdasarkan perkiraan pada pola kecendrungan tertentu, atau hubungan antara fakta dan konsep dalam ilmu pengetahuan" (Dimiyati, 1999: 144). Menurut (Djamarah, 2000) untuk mengembangkan keterampilan memprediksi dapat dilakukan oleh peserta didik melalui kegiatan belajar antisipasi yang berdasarkan pada kecendrungan/pola. Hubungan antara data, hubungan informasi. Hal ini dapat dilakukan misalnya memprediksi waktu tertibnya matahari yang telah diobservasi, memprediksikan waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak tertentu dengan menggunakan kendaraan dengan yang berkecepatan tertentu. Pada prinsipnya memprediksi, observasi dan menarik kesimpulan merupakan tiga hal yang berbeda, hal tersebut dapat dibatasi sebagai berikut : "kegiatan yang dilakukan melalui panca indera dapat disebut dengan observasi dan menarik kesimpulan dapat diungkapkan dengan, mengapat hal itu bisa terjadi sedangkan kegiatan observasi yang telah dilakukan apa yang akan diharapkan".

6.    Menyimpulkan
Menyimpulkan dapat diartikan sebagai "suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu. Objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui (Dimiyati, 1999: 145). Kegiatan yang menampakkan keterampilan menyimpulkan misalnya: berdasarkan pengamatan diketahui bahwa lilin mati setelah ditutup dengan gelas rapat-rapat. Peserta didik dapat menyimpulkan bahwa lilin bisa menyala apabila ada oksigen. Kegiatan menyimpulkan dalam kegiatan belajar mengajar dilakukan sebagai pengembangan keterampilan peserta didik yang dimulai dari kegiatan observasi lapangan tentang apa yang ada di alam ini.

d.      Langkah-langkah melaksanakan keterampilan proses
Untuk dapat melaksanakan kegiatan keterampilan proses dalam pembelajaran guru harus melakuka langkah-langkah sebagai berikut:
1.  Pendahuluan atau pemanasan
Tujuan dilakukan kegiatan ini adalah mengarahkan peserta didik pada pokok permasalahan agar mereka siap, baik mental emosional maupun fisik. Kegiatan pendahuluan atau pemanasan tersebut berupa, pengulasan atau pengumpulan bahan yang pernah dialami peserta didik yang ada hubungannya dengan bahan yang akan diajarkan.
2.  Kegiatan menggugah dan mengarahkan perhatian perserta didik dengan mengajukan pertanyaan, pendapat dan saran, menunjukkan gambar atau benda lain yang berhubungan dengan materi yang akan diberikan.
3.  Pelaksanaan proses belajar megnajar atau bagian inti Dalam kegiatan proses pembelajaran suatu materi, seperti yang dikemukakan di depan hendaknya selalu mengikutsertakan secara aktif akan dapat mengembangkan kemampuan proses berupa mengamati, mengklasifikasi, menginteraksikan, meramalkan, mengaplikasikan konsep, merencanakan dan melaksanakan penelitian serta mengkunikasikan hasil perolehannya yang pada dasarnya telah ada pada diri peserta didik. Sedangkan menurut Djamarah (2002 :92)

kegiatan-kegiatan yang tergolong dalam langkah-langkah proses belajar mengajar atau bagian inti yang bercirikan keterampilan proses, meliputi :
a.     Menjelaskan bahan pelajaran yang diikuti peragakan, demonstrasi, gambar, modal, bangan yang sesuai dengan keperluan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan mengamati dengan cepat, cermat dan tepat.
b.     Merumuskan hasil pengamatan dengan merinci, mengelompokkan atau mengklasifikasikan materi pelajaran yang diserap dari kegiatan pengamatan terhadap bahan pelajaran tersebut.
c.      Menafsirkan hasil pengelompokkan itu dengan menunjukkan sifat, hal dan peristiwa atau gejala yang terkandung pada tiap-tiap kelompok.
d.      Meramalkan sebab akibat kejadian perihal atau peristiwa lain yang mungkin terjadi di waktu lain atau mendapat suatu perlakuan yang berbeda.
e.     Menerapkan pengetahuan keterampilan sikap yang ditentukan atau diperoleh dari kegiatan sebelumnya pada keadaan atau peristiwa yang baru atau berbeda.
f.       Merencanakan penelitian umpamanya mengadakan percobaan sehubungan dengan masalah yang belum terselesaikan.
g.      Mengkomunikasikan hasil kegiatan pada orang lain dengan diskusi, ceramah mengarang dan lain-lain.
4.    Penutup
 Setelah melaksanakan proses belajar tersebut, hendaknya sebagai seorang pendidik untuk :
a.    Mengkaji ulang kegiatan yang telah dilaksanakan serta merumuskan hasil yang telah diperolehnya
b.     Mengadakan tes akhir
c.     Memberikan tugas-tugas lain .

        (Pendekatan Keterampilan Proses Read more at:       http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/01/pendekatan-keterampilan-proses-dalam.html)
    Copyright aadesanjaya.blogspot.com

6.    Pendekatan Konsep dan Proses
1. Pendekatan Konsep
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami konsep. (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
2. Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar. (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
Dalam pendekatan proses, ada dua hal mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap proses yang berlangsung dalam pendidikan. Pertama, proses mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendir. Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam setiap proses pendidikan yang dialaminya (http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/1907).
7.    Pendekatan Individual
Pada kasus-kasus tertentu yang timbul dalam  kegiatan belajar mengajar dapat diatasi dengan pendekatan individual. Misalnya untuk menghentikan anak didik yang suka bicara. Caranya dengan memisahkan atau memindahkan salah satu dari anak didik tersebut pada tempat yang terpisah dengan jarak yang cukup jauh. Anak didik yang suka bicara ditempatkan pada kelompok anak didik yang pendiam. Persoalan kesulitan belajar anak didik lebih mudah dipecahkan dengan menggunakan pendekatan  individual, walaupun suatu saat pendekatan kelompok diperlukan. Jadi pendekatan individual adalah pendekatan yang dilakukan guru dengan memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek individual masing-masing.

8.    Pendekatan Kelompok
Pendekatan kelompok memang suatu saat diperlukan  dan digunakan untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik. Hal ini disadari bahwa anak didik adalah sejenis makhluk homo socius yaitu makhluk yang cenderung untuk hidup bersama.
Dengan penekanan pendekatan kelompok, diharapkan dapat ditumbuhkembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egois yang ada pada diri mereka masing-masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial di kelas. Dan mereka sadar bahwa hidup ini saling ketergantungan, tidak ada makhluk hidup yang terus menerus berdiri sendiri tanpa keterlibatan makhluk lain, langsung atau tidak langsung, disadari atau tidak disadari.
Jadi pendekatan kelompok adalah pendekatan yang dilakukan guru dengan tujuan membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik serta membina sikap kesetiakawanan sosial. Misalnya anak didik dibiasakan hidup bersama, bekerja sama dengan kelompok sehingga akan menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan. Yang mempunyai kelebihan dengan ikhlas mau membantu mereka yang kekurangan. Sebaliknya mereka yang mempunyai kekurangan dengan rela hati mau belajar dari mereka yang mempunyai kelebihan tanpa rasa minder. Persaingan yang positif pun terjadi di kelas dalam  rangka untuk mencapai prestasi belajar yang optimal serta anak didik menjadi aktif, kreatif dan mandiri.

9.     Pendekatan  Variasi
Permasalahan yang dihadapi anak didik biasanya bervariasi, maka pendekatan yang digunakan pendidik akan lebih tepat dengan menggunakan pendekatan bervariasi pula. Misalnya anak didik yang tidak disiplin dan anak didik yang suka berbicara akan berbeda cara pemecahannya/ penyelesaiannya dan menghendaki pendekatan yang berbeda-beda pula.
Pendekatan bervariasi bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik dalam  belajar adalah bermacam-macam. Kasus yang biasanya muncul dalam  pengajaran adalah berbagai motif sehingga diperlukan variasi teknik pemecahan untuk setiap kasus. Maka kiranya pendekatan bervariasi ini sebagai alat yang dapat guru gunakan untuk kepentingan pengajaran.

Jadi pendekatan variasi adalah suatu pendekatan yang dilakukan guru untuk menghadapi permasalahan anak didik yang bervariasi dengan menggunakan variasi teknik pemecaham masalah tersebut. Misalnya permasalahan anak didik yang tidak disiplin dan anak didik yang suka bicara akan berbeda cara pemecahannya dan menghendaki pendekatan yang berbeda pula. Demikian juga halnya terhadap anak didik yang membuat keributan. Di sini guru dapat menggunakan teknik pemecahan masalah dengan pendekatan variasi.

10.     Pendekatan Edukatif
Pendekatan yang benar bagi pendidik adalah dengan pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap dan perbuatan yang guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma sosial dan norma agama. Dengan tujuan meletakkan dan membina watak anak didik dengan pendidikan akhlak yang mulia. Membimbing anak didik bagaimana cara memimpin kawan-kawannya dan anak-anak lainnya, membina bagaimana cara menghargai orang lain dengan cara mematuhi semua perintah yang bernilai kebaikan.

Jadi pendekatan edukatif adalah suatu pendekatan yang dilakukan guru terhadap anak didik yang bernilai pendidikan dengan tujuan untuk mendidik anak didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, norma sosial dan norma agama. Misalnya ketika lonceng tanda masuk kelas telah berbunyi, anak-anak jangan dibiarkan masuk dulu, tetapi mereka disuruh berbaris di depan pintu masuk dan ketua kelas diperintahkan untuk mengatur barisan, dan anak-anak berbaris dalam  kelompok sejenisnya. Kemudian guru berdiri sambil mengontrol mereka. semuanya dipersilahkan masuk kelas satu persatu menyalami guru dan mencium tangan guru sebelum dilepas. Akhirnya semua anak masuk dan pelajaran pun dimulai.

B.    MODEL PEMBELAJARAN
Model Pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

Beberapa model pembelajaran
1.    Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuik mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah utnuk membangkitkan interaksi yang efektif diantara anggota kelompok melalui diskusi. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Dengan interaksi yang efektif dimungkinkan semua kelompok dapat menguasai materi pada tingkat yang relatif sejajar.

a.    Prinsip-Prinsip Dalam Pembelajaran Kooperatif
Menurut Nurhadi & Senduk (2003) dan Lie (2002) yang dikutip dalam buku Made Wena (2009) ada berbagai elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif, yaitu :
1.    Saling Ketergantungan Positif
Dalam pembelajaran kooperatif, setiap anggota kelompok sadar bahwa mereka perlu bekerja sama dalam mencapai tujuan, suasana tersbut dapat diciptakan melalui berbagai strategi, yaitu :
2.    Saling ketergantungan dalam pencapaian tujuan. Dalam hal ini masing-masing siswa merasa memerlukan temannya dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran.
3.    Saling ketergantugan dalam menyelesaikan tugas. Dalam hal ini masing-masing siswa membutuhkan teman dalam menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran. Siswa yang kurang pandai merasa perlu bertanya pada siswa yang lebih pandai dan sebaliknya.
4.    Saling ketergantungan bahan atau sumber belajar. Siswa yang tidak memiliki sumber belajar akan berusaha meminjam pada temannya dan sebaliknya.
5.    Saling ketergantungan peran. Siswa yang sebelumnya sering bertanya pada temannya, suatu saat ia akan berusaha mengajari temannya yang mengalami masalah, demikian juga untuk siswa yang sering meminjam bahan ajar pada temannya suatu saat akan meminjamkan pula pada temannya yang lebih memutuhkan.
6.    Saling ketergantungan hadiah. Penghargaan atau hadiah yang diberikan kepada kelompok, karena hasil kerja adalah hasil kerja kelompok, bukan hasil kerja individual atau perorangan.

b.    Saling Tatap Muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru tetapi dengan sesama siswa. Jadi dalam hal ini semua anggota kelompok berinteraksi saling berhadapan, dengan menerapkan keterampilan bekerja sama dalam menjalin hubungan sesama anggota kelompok.

c.    Akuntabilitas Individual
Setiap anggota harus belajar dan menyumbangkan pikiran demi keberhasilan pekerjaa kelompok.
d.    Keterampilan Menjalin Hubungan Antar Pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif dituntut untuk membimbing siswa agar dapat berkolaborasi, bekerja sama, dan bersosialisasi antar anggota kelompok.

Dalam bukunya, Retno Dwi (2010), menambahkan evaluasi proses kelompok dalam pokok-pokok pembelajaran kooperatif yaitu pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efktif.
Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri :
a.    Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif.
b.    Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
c.    Jika dalam kelas terdapat siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelmin yang berbeda maka diusahakan utuk membentuk kelompok yang terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin pula.
d.    Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut para ahli antara lain:
Menurut Stahl (1994) dalam bukunya Ismail (2003), ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah:
1). belajar dengan teman
2). tatap muka antar teman
3). mendengarkan antar anggota
4). belajar dari teman sendiri dalam kelompok
5). belajar dalam kelompok kecil
6). produktif berbicara atau mengemukakanpendapat/gagasan
7). siswa membuat keputusan, dan
8). siswa aktif
Sedangkan menurut Johnson (1984) belajar kooperatif mempunyai ciri-ciri:
1). saling ketergantungan yang positif
2). dapat dipertanggungjawabkan secara individu
3). heterogin
4). berbagi kepepimpinan
5). berbagi tanggungjawab
6). ditekankan pada tugas dan kebersamaan
7). mempunyai keterampilan dalam berhubungan sosial
8). guru mengamati, dan
9). efektivitas tergantung pada kelompok

Dengan demikian dapat diringkas bahwa pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1)     Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan pendapat, dan membuat keputusan secara bersama.
2)     Kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
3)     Jika dalam kelas terdapat siswa- siswa yang terdiri dari berbagai ras, suku, agama, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam setiap kelompok pun terdapat ras, suku, agama, dan jenis kelamin yang berbeda pula.
4)     Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada kerja perorangan.
Proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif dimulai dengan membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil (3 – 5 siswa per kelompok). Setiap siswa ditempatkan di dalam kelas sedemikian rupa sehingga antara anggota kelompok dapat belajar dan berdiskusi dengan baik tanpa mengganggu kelompok yang lain. Guru membagi materi pelajaran, baik berupa lembar kerja siswa, buku, atau penugasan. Selanjutnya guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memberikan pengarahan tenatng materi yang harus dipelajari dan permasalahan-permasalahan yang harus diselesaikan. Siswa secara sindiri-sendiri mempelajari materi pelajaran, dan jika ada kesulitan mereka saling berdiskusi dengan teman-temannya dalam kelompok. Untuk menguasai materi pelajaran atau menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan, setiap siswa dalam kelompok ikut bertanggungjawab secara bersama, yakni dengan cara berdiskusi, saling tukar ide/gagasan, pengetahuan dan pengalaman, demi tercapainya tujuan pembelajaran secara bersama-bersama. Evaluasi dilakukan berdasarkan pencapaian hasil belajar komulatif dalam kelompok. Kemampuan atau prestasi setiap anggota kelompok sangat menentukan hasil pencapaian belajar kelompok. Untuk itu penguasaan materi pelajaran setiap siswa sangat ditekankan dalam pembelajaran kooperatif.
Guru melakukan pemantauan terhadap kegiatan belajar siswa, mengarahkan keterampilan kerjasama, dan memberikan bantuan pada saat diperlukan.
Aktifitas belajar berpusat pada siswa, guru hanya berfungsi sebagai fasilitator dan dinamisator. Dengan model pembelajaran kooperatif diharapkan siswa dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal dengan cara berpikir aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pengelolaan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif, paling tidak ada tiga tujuan yang ingin dicapai, yaitu :
a.    Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dlam membantu siswa yang sulit.
b.    Pengakuan adanya keragaman
Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan ras, suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.

c.    Pengembangan keterampilan sosial
Model Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif antara lain adalah : berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, bekerja dalam kelompok, dan sebagainya.

Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat enam langkah utama, yang dimulai dengan langkah guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar, hingga diakhiri dengan langkah memberikan penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
Selanjutnya langkah - langkah pembelajaran kooperatif dari awal hingga akhir dapat dilihat pada tabel berikut.
§  Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif.
1.    Fase
2.    Indikator
3.    Kegiatan guru
a.    Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif
b.    Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan cara demonstrasikan atau lewat bahan bacaan
c.    Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

d.    Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas-tugas
e.    Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari dan juga terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok
f.     Memberi penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok
Apabila diperhatikan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif diatas maka tampak bahwa proses demokrasi dan peran aktif siswa di kelas sangat menonjol dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain.
Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Cooper mengungkapkan keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif, antara lain:
1)  siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran,
 2) siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi,
 3) meningkatkan ingatan siswa, dan
4) meningkatkan kepuasan siswa terhadap materi pembelajaran                 ( Mahmudin word press, 2009).
Pada praktiknya metode pembelajaran kooperatif ini memiliki banyak metode atau teknik. Menurut Chairarri (2003: 3) Ada beberapa model dalam pembelajaran kooperatif yaitu: TGT (Teams-Games-Tournament), TAI (Teams Assisted Individualization), LT (Learning Together), Gl (Group Investigasion), Jigsaw, STAD (Student-Teams-Achievement-Division).

2.    Model pembelajaran learning cycle
Model pembelajaran learning cycle adalah suatu model pembelajaran yang terpusat pada siswa (student centered). Learning cycle mwrupakan rangkaian tahapan-tahapan kegiatan (fase) yang diorganisir sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif (Fajaroh dan Dasna, 2005).
Leraning cycle merupakan strategi pengajaran yang secara formal digunakan diprogram sains sekolah dasar yaitu Science Curriculum Improvement Study (SCIS). Meskipun straegi ini diterapkan pertaa kali disekolah dasar, beberapa study menunjukkan bahwa penerapan teknik pengajaran ini telah menyebar luas diberbagai tingkat kelas, termasuk universitas. Model pengajaran ini duiajukan sebagai “ guided discovery” dan digunakan dalam progra sains sekolah dasar SCIS. Karplus menggunakan istialah exploration, invention, dan discovery. Istilah-istilah tersebut kemudian dimodifikasi menjadi exploration, concept introduction dan concept aplikation (karplus dalam Fajaroh, 2008).
Ketiga tahapan dalam siklus belajar diunjukan pada Gambar 2.1.

 



Gambar 2.1



Tiga Tahap Siklus Belajar
Selama fase eksplorasi, siswa terlibat dalam memecahkan masalah atau tugas. Tujuan fase ini adalah melibatkan siswa dalam aktifitas yang memotifasi, membutuhkan pengalaman hands-on dan interaksi ferbal, yang akan meyediakan dasar bagi perkembangan konsep tertentu atau konsep dan kosa kata yang berhubungan dengan konsep. Fase ini juga menyediakan kesempatan yang bagus bagi siswa untuk menyadari konsep personal mereka tentang fenomena alam tertentu dan bagi pengajar untuk membantu siswa dalam tanya jawab guna memahami dunia alam sebagaimaa juga membantu miskonsepsi yang ada.
Fase kedua dari siklus belajar yaitu pengenalan konsep, pengajar mengumpulkan informasi dari siswa tentang pengalaman eksplorasinya dan menggunakan informasi tersebut untuk mengenalkan konsep utama dari pelajaran serta dari setiap kosa katayang berhubungan dengan konsep. Selama fase ini, pengajar menggunakan buku acuan, bantuan audio fisual, bahan tertulis lainnya atau ceramah singkat.
Fase trahir yaitu apliasi konsep, siswa mempelajari contoh konsep utama pelajaran atau melakukan tugas baru yang dapat dipecahkan berdasarkan aktifitas eksplorasi dan pengenalan konsep sebelumnya.
Dalam siklus belajar, dari satu pembelajaran terhadap pembelajaran lainnya ada suatu keterkaitan yang saling berhubungan sehingga jika kita gambarkan, siklus belajar ini akan membentuk diagram seperti ditunjukan pada gambar 2.2.






 















Gambar diatas menunjukan ketika siklus belajar digunakan dalam pembelajaran yang baru, maka konep pembelajaranyanglalu kadang-kadang masih berhubungan dan kemudian kita gunakan sebagai salah satu fungsi asimilasi bagi siswa.
Banyak versi siklus belajar bermunculan dalam kurikulu sains dengan fase yang berkisar dari 3 ke 5 (5E) sampai tujuh (7E), “siklus belajar 5E berdasarkan pengajaran yang dibagun oleh biological sciences curriculum study (BSCS) pada tahun 1989, tediri atas lima fase yaitu engagement, exploration, explanation, elaboration dan evaluation. Sejak tahun 1980an BSCS telah menggunakan model 5E sebagai inovasi sentral di sekolah dasar, menengah dan atas program biologi serta program sains terintegrasi” (Bybee dalam Fajaroh, et al, 2008).
Setelah siklus belajar mengalami pengkhususan menjadi lima tahapan, maka Eisenkraft (2003) mengembangkan siklus belajar menjadi 7 tahapan. Perubahan yang terjadi pada tahapan sklus belajar 5E menjai 7E terjadi pada fase engage menjadi 2 tahapan yaitu elicit dan engage, sedangkan pada tahapan elaborate dan evaluate menjadi 3 tahapan yaitu menjadi elaborate, evaluate dan extend.perubahan tahapan siklus belajar dari 5E menjadi7E.

1.    Tahapan model pembelajaran learning cycle
Sepertiyang diungkapkan oleh eisencraft  2003 ketuju tahapan ini meliputi
a.    Elicit (mendatangkan pengetahuan awal siswa), yaitu fase untuk mengetahui sampai dimana pengetahuan awal siswa terhadap pelajaran yang akan dipelajari engan memberikan ertanyaan-pertanyaan yang meransang pengetahuan awal siswa agar timbul dari pemikiran siswa serta menimbulkan kepenasaranan tentang jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh guru. Fase ini dimilai dengan pertanyaan mendasar yang berhubungan dengan pelajaran yang akan dipelajari dengan mengambil contoh yang mudah diketahui siswa seperti kejadian sehari-hari yang secara umum memang terjadi.
b.    Engage (ide, rencana pembelajaran dan pengalaman) yaitu fase dimana siswa dan guru akan salingmemerikan informasi dan pengalaman tentang pertanyaan-pertanyaan awal tadi, memberitahukan siswa tentang ide dan rencana dan pembelajaran sekaligus memotifasi siswa agar lebih berminat untuk mempeljari konsep dan memperhatikan guru dalam mengajar. Fase ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, diskusi, membaca, atau aktifitas lain yang dignakan untuk membuka pengetahuan siswa dan mengembangkan keingintahuan siswa.
c.    Explore (menyelidiki), yaitu fase yang membawa siswa untuk memperoleh pengetahuan dengan pengalaman lansung yang berhubunagn dengan konsep yang akan dipelajari. Siswa dapat mengobservasi, bertanya dan menyelidiki konsep dari baha pembelajaran yang telah disampaikan sebelumnya.
d.    Explain (menjelasskan), yaitu fase yang didalamnya berisi ajakan terhadap siswa untukmenjelaskan konsep-konsep dan definisi-definsi awal yang mreka daptkan ketika fase explorasi. Kemudian daridefinisi dan konsep yang telah ada didiskusikan sehingga pada akhirnya menuju konsep dan definisi yang lebih formal.
e.    Elaborate (menerapakan) yaitu fase yang beryujuan untuk membawa siswa menrapkan simbol-simbol, definisi-definisi, konsep-konsep, dan keterampilan pada permaslahan yang berkaitan dengan contoh dari pelajaran yang dipelajari.
f.     Evaluate (menlai), yaitu fase evalusi danhasil pelajaran yang telah dilakukan. Pada fase ini dapat digunakan sebagai strategi penilaian formal dan informal. Guru diharapkan secara terus menerus mengobservasi dan memperhatikan siswa terhadap kemampuan dan keterampilannya untuk menilai tingkat pengetahuan dan atau kemampuannya, kemudian melihat perubaan pemikiran siswa terhadap pemikiran awalnya.
g.    Extend (memperluas), yaitu fae yang bertujuan untuk berfikir, mencari, menemukan dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipejari.

Ketujuh tahapan diatas adalah hal-hal yang harus dilakukan guru dan siswa untuk menerapkan siklus belajar 7E pada pembelajaran dikelas.

2.    Kelebihan dan kelemahan model pebelajaran learning cycle 7E
Model learning cycle 7E memiliki beberapa kelebihan antara lain :
a.    Meransang siswa untuk mengingat kembali materi pelajaran yang telah mereka dapatkan sebelumnya.
b.    Memberikan motivasi kepada siswa menjadi lebih aktif dan menambah rasa keingintahuan.
c.    Melatih siswa belajar menemukan konsep melalui kegiatan eksperimen.
d.    Melatih siswa untuk menyampaikan secara lisan konsep yang telah mereka pelajari.
e.    Memberikan kesempatan pada siswa untuk berfikir, mencari, menemukan, dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari.
f.     Guru dan siswa menjalankan tahapan-tahapan pembelajaran yang saling mengis sau sama lainnya.
g.    Guru dapat menerapkan model ini dengan metode yang berbeda-beda (lorsbach, 2006; Huang, 2009 dalam Alamsyah)
Sementara kelemahan model pembelajaran siklus belajar adalah :
a.    Efektifitas guru rendah jika guru kurng menguasai materi serta langkah-langkah pebelajaran.
b.    Menuntut kesungguhan dan kreatifitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
c.    Memerluan waktu dan tenaga yang lebih bayak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran (Soebagyo dalam Fajaroh, 2008)

3.    Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung dirancang secara khusus untuk menunjang proses belajar siswa berkenaan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah.
Pembelajaran langsung tidak sama dengan metode ceramah, tetapi ceramah dan resitasi (mengecek pemahaman dengan tanya jawab) berhubungan erat dengan model pembelajaran langsung.
Pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang cukup rinci terutama pada analisis tugas. Pembelajaran langsung berpusat pada guru, tetapi harus tetap menjamin keterlibatan siswa. Jadi lingkungan belajar harus diciptakan yang berorientasi pada tugas-tugas yang diberikan kepada siswa.
Ciri-ciri pembelajaran langsung :
a.    Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar.
b.     Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
c.    Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendunkung   berlangsung dan berhasilnya pembelajaran.

Pada model pembelajaran langsung terdapat fase-fase yang penting. Pada awal pembelajaran guru menjelaskan tujuan, latar belakang pembelajaran, dan juga menyiapkan siswa untuk memasuki materi baru dengan mengingatkan kembali pada hasil belajar yang telah dimiliki siswa yang relevan dengan materi yang akan dipelajari (apersepsi).
Fase ini dilakukan untuk memberi motivasi pada siswa untuk berperan penuh pada proses pembelajaran.Setelah itu dilanjutkan dengan presentasi materi ajar atau demonstrasi mengenai ketrampilan tertentu. Pada fase mendemonstrasikan pengetahuan, hendaknya guru memberikan informasi yang jelas dan spesifik kepada siswa, sehingga akan memberi dampak yang positif terhadap proses belajar siswa.
Kemudian guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan latihan dan memberi umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Pada fase ini siswa diberi kesempatan untuk menerapkan pengetahuan atau keterampilan yasng telah dipelajarinya dalam kehidupan nyata

4.    Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan, 2002 : 123).

Macam-Macam Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Macam-macam pembelajaran berdasarkan masalah Menurut Arends (1997), antara lain :
a.       Pembelajaran berdasarkan proyek (project-based instruction), pendekatan pembelajaran yang memperkenankan siswa untuk bekerja mandiri dalam mengkonstruk pembelajarannya.
b.      pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction), pendekatan pembelajaran yang memperkenankan siswa melakukan percobaan guna mendapatkan kesimpulan yang benar dan nyata.
c.       belajar otentik (authentic learning), pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa mengembangkan ketrampilan berpikir dan memecahkan masalah yang penting dalam konsteks kehidupan nyata.
d.      Pembelajaran bermakna (anchored instruction), pendekatan pembelajaran yang mengikuti metodologi sains dan memberi kesempatan untuk pembelajaran bermakna.

Ciri-Ciri dan Tahapan pada Pembelajaran Berdasarkan Masalah
ciri-ciri dari model pembelajaran berdasarkan masalah menurut Arends (2001 : 349), antara lain :
a.       Pengajuan pertanyaan atau masalah.
b.      Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
c.       Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.
d.      Menghasilkan produk dan memamerkannya.
e.       Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan ketrampilan berfikir.

Pengajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5 langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah-langkah berikut.
1.  Tahap-1 Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan

2.  Tahap-2 Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3.  Tahap-3Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

4.  Tahap-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

5.  Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. (Sumber: Ibrahim, 2000 : 13).
Tujuan Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri (Ibrahim, 2000:7).
Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.
Peran Guru dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Menurut Ibrahim (2003:15), di dalam kelas PBI, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBI antara lain sebagai berikut:
1           Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.
2          Memfasilitasi/membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/ percobaan.
3          Memfasilitasi dialog siswa.
4          Mendukung belajar siswa.

Ciri-ciri utama pembelajaran berdasarkan masalah adalah meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan keterkaitan antar disiplin. Penyelidikan autentik, kerjasama, dan menghasilkan karya dan peragaan. Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa.

Pembelajaran berdasarkan masalah bertujuan :
a.     Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah
b.    Belajar peranan orang dewasa yang autentik
c.    Menjadi pemelajar yang mandiri

Pada model pembelajaran berdasarkan masalah terdapat lima tahap utama yang dimulai dengan tahap memperkenalkan siswa dengan suatu masalah dan diakhiri dengan tahap penyajian dan analisis hasil kerja siswa.
Kelima langkah dari model pembelajaran berdasarkan masalah dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
1.  Fase
2.  Indikator
3.  Kegiatan Guru
a.    Orientasi siswa kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat aktif dan kreatif dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya
b.    Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
c.    Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
d.    Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiuapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
e.    Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

5.    Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson. dkk di Universitas Texas. Model pembelajaran kooperatif tipe Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar  dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.       
Pada model  pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok nahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan,asal,dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami  topik tertentu dan menyelesaikan tugus-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut.
Disini, peran guru adalah mefasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli.Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakuakn diskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal.  Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan.
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.
Model Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997). Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Langkah-langkah Model  kooperatif Tipe Jigsaw
1.    Guru membagi satu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri  dari  4-6 siswa dengan kemampuan yang berbeda
2.    Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok asli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan persentasi masing-masing kelompok
3.    Guru memberikan quis untuk siswa secara individual
4.    Guru memberikan penghargaan terhadap kelompok melalui  skor berdasarkannilai
5.    Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
6.    Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Menurut Jhonson-jhonson (dalam Caroly W Rouviere) TGT adalah belajar kooperatif yang terdiri dari pengajaran (teaching), belajar dalam tim(team study), dan pertandingan akademik(game tournament). (Slavin, 2009)
Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulispada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya, akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya. Prinsipnya, soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif atau dapat pula sebagai reviu materi pembelajaran. (salvin:2009)

Tahapan-tahapan TGT
a.    Penyajian kelas  (Class Presentations)
           Guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas atau sharing juga disebut dengan presentasi kelas (Class Presentations). Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah yang dipimpin oleh guru.
b.    Kelompok (Teams)
Dalam belajar kelompok ini kegiatan siswa adalah mendiskusikan masalah-masalah, membandingkan jawaban, memeriksa, dan memperbaiki kesalahan-kesalahan konsep temannya jika teman satu kelompok melakukan kesalahan.
c.    Permainan (Games)
 Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan materi, dan dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok.
d.    Turnamen (Tournament)
Turnamen adalah struktur belajar, dimana game terjadi. Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja siswa (LKS)
e.    Penghargaan kelompok
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40

               Kelebihan dan Kelemahan
v  Kelebihan
§  Dengan model pembelajaran ini akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling menghargai sesama anggota kelompoknya
§  Dalam model pembelajaran ini membuat siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran
§  Dalam pembelajaran ini dapat membuat siswa menjadai lebih senang dalam mengikuti pelajaran

v  Kelemahan
§  Dalam model pembelajaran ini harus menggunakan waktu yang sangat lama
§  Guru yang menggunakan model pembelajaran ini harus pandai memilih materi pelajaran yang cocok untuk model ini
§  Guru harus mempersiapkan model ini dengan baik sebelum diterapkan. Misalnya membuat soal untuk setiap meja tournamen dan guru harus tau urutan akademis siswa dari yang tertinggi hingga terendah. (Slavin:2009)

7.    Model pembelajaran kooperatif tipe STAD
STAD (Student Teams Achievement Divisions) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal dan teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi , sedang, dan rendah. Anggota kelompok menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui guru, kuis, satu sama lain atau melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor, dan setiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi seberapa jauh skor itu melampui rata-rata skor yang lalu.

Tahapan-tahapan pembelajaran STAD
a.  Tahap Penyajian Materi
Guru menyajikan materi melalui metode ceramah, demonstrasi, ekspositori, atau membahas buku pelajaran matematika. Dalam tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran khusus dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep yang akan dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan apa yang telah dimiliki dengan yang di sampaikan oleh guru. Dalam hal ini, siswa harus benar-benar memperhatikan agar dapat mengerjakan soal-soal yang di berikan oleh guru.
b.  Tahap Kegiatan Kelompok
Guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang dipelajari guna kerja kelompok. Guru menginformasikan bahwa LKS harus benar-benar di pahami bukan sekedar diisi dan diserahkan pada guru. LKS juga di gunakan sebagai keterampilan kooperatif siswa. Dalam hal ini, apabila di antara anggoata kelompok yang belum memahami maka teman sekelompoknya wajiib memberi penjelasan kembali karena guru hanya sekedar menjadi fasilitator yang memonitor kegiatan setiap kelompok.
c.   Tahap Tes Individu ( Hasil Belajar )
Tes  Individu atau hasil belajar ini dilakukan setelah kegiatan kelompok usai dan di kerjakan secara individu. Tes ini bertujuan supaya siswa dapat menunjukkan apa yang mereka pahami saat kegiatan kelompok berlangsung dan disumbangkan sebagai nilai kelompok.
d.    Tahap Nilai Perkmbangan Individu
Nilai tes di peroleh atas jawaban benar, setelah diperoleh nilai maka di hitung berdasarkan suatu aturan nilai yang di peroleh dapat menunjukkan keberhasilan dalam kelompoknya.
e.    Tahap Penghargaan Kelompok
Penghargaan kelompok diberikan secara sederhana oleh peneliti atas dasar aktivitas dan jumlah siswa yang tuntas belajar. Bentuk penghargaannya sangat situsional. Peneliti ( Guru ) bisa memberikan point pada kelompok dengan aturan-aturan khusus ataupun dengan cara sederhana yang intinya kerja keras siswa beserta kelompoknya di hargai sekecil apapun hasilnya.

Unsur-unsur dalam pembelajaran STAD
Pembelajaran kooperatif memiliki tiga tujuan, yakni prestasi akademik, penerimaan keanekaragaan, dan pengembangan keterampilan sosial (Arrends, 1997). Diharapkan melalui kelompok yang kooperatif, rata-rata prestasi belajar siswa dapat terangkat; karena diantara siswa yang berprestasi redah dan tinggi secara bersama-sama menangani tugas yang dibebankan melalui teman kelompoknya. Pembelajaran kooperatif menyajikan peluang bagi siswa dari dari berbagai latar belakang dan kondisi saling ketergantungan yang positif dalam menangani tigas kelompok. Dari aspek keterampilan sosial, pembelajaran kooperatif mampu membentuk sikap dan berkolaborasi.

Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
a.  Para siswa harus memiliki persepsi mereka tenggelam atau berenang bersama.
b.  Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tangung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c.   Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
d.  Para siswa di bagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota kelompok.
e.  Para siswa di berikan satu evaluasi atau penghargaan yang ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
f.    Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama selama belajar.
g.  Setiap siswa akan diminta mempertangungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran STAD
Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut antara lain :
a.    Faktor dalam, yaitu faktor-faktor yang berasal dari siswa yang sedang belajar, antara lain :
1.    Faktor Fisiologis, meliputi: kondisi fisiologis dan panca   indera Faktor fisiologis berhubungan dengan pertumbuhan fisik anak.
2.    Faktor Psikologis, meliputi: minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif. Faktor psikologis sangat mempengaruhi kondisi siswa dalam proses pembelajaran. Siswa yang memiliki minat dan motivasi belajar yang tinggi cenderung lebih memperhatikan pelajaran daripada siswa yang minat dan motivasinya kurang.
b.    Faktor luar, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa, antara lain :
1.    Faktor Lingkungan, terdiri dari lingkungan alami dan sosial budaya Lingkungan di mana siswa berada atau tinggal sangat mempengaruhi proses belajar siswa.
2.    Faktor Instrumental, meliputi: kurikulum, program, sarana dan fasilitas serta guru. Faktor instrumental juga sangat mempengaruhi dalam penyelenggaraan pembelajaran.

8.    Model Pembelajaran Problem Posing
Probelem posing adalah istilah dalam bahasa inggris yaitu dari kata “probelm” artinya masalah,soal/persoalan dan kata “pose” yang artinya mengajukan. Jadi probelm posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan masalah.
Probelm posing adalah salah satu pembelajaran yang menuntut adanya keaktifan siswa baik mental maupun fisik. (Roestiah. 2001)

Pendekatan Probelm Posing merupakan salah satu model pembelajaran yang mengarah pada model pembelajaran yang bernuansa PAKEM. (Djamrah.2002). Probelm Posing merupaka suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri. (Ahmad sugandi dan harianto. 2004)
Pembelajaran dengan mengajukan masalah berdasarkan masalah yang tersedia disebut pembelajaran dengan pendekatan probelm posing
Langkah-langkah Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Probelm Posing
a.    Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
b.    Guru memberikan latihan soal secukupnya.
c.    Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.
d.    Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas.
e.    Guru memberikan tugas rumah secara individual.

     Kelebihan dan Kekurangan Strategi Probelm Posing
v  Kelebihan
o   Mendidik siswa berpikir kritis
o   Siswa aktif dalam pembelajaran
o   Perbedaan pendapat antara siswa dapat diketahui, sehingga mudah diarahkan pada diskusi yang sehat
o   Belajar menganalisis suatu masalah
o   Mendidik anak percaya pada diri sendiri.

v  Kekurangan
o   Memerlukan waktu yang cukup banyak
o   Tidak bisa digunakan pada kelas-kelas rendah
o   Bisa menjadi tertinggal sebab satu dua masalah yang sulit dipecahkan memakan waktu yang tidak sedikit
o   Tidak semua siswa terampil bertanya.

 (4)    organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji moderator, dan notulis),
(5)     presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lainmengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan), dan
 (6)   evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yangdilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya arahan guru, demokratis, gurudan siswamemiliki status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan.
9.    Two Stay-Two Stray (TS-TS)
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model TSTS. “Dua tinggal dua tamu” yang dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan biasa digunakan bersama dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads).  Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan Kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya.

Ciri-ciri model pembelajaran Two Stay Two Stray
1.    Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2.    Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3.     Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
4.    Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu
Tujuan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
Dalam model pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini, akan terjadi kegiatan menyimak materi pada siswa.
Dalam model pembelajaran kooperatif TSTS ini memiliki tujuan yang sama dengan pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di bahas sebelumnya. Siswa di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar.
Dengan demikian, pada dasarnya kembali pada hakekat keterampilan berbahasa yang menjadi satu kesatuan yaitu membaca, berbicara, menulis dan menyimak. Ketika siswa menjelaskan materi yang dibahas oleh kelompoknya, maka tentu siswa yang berkunjung tersebut melakukan kegiatan menyimak atas apa yang di jelaskan oleh temannya. materi kepada teman lain. Demikian juga ketika siswa kembali ke kelompoknya untuk menjelaskan materi apa yang di dapat dari kelompok yang dikunjungi. Siswa yang kembali tersebut menjelaskan materi yang di dapat dari kelompok lain, siswa yang bertugas menjaga rumah menyimak hal yang dijelaskan oleh temannya.
Dalam proses pembelajaran dengan model two stay two stray, secara sadar ataupun tidak sadar, siswa akan melakukan salah satu kegiatan berbahasa yang menjadi kajian untuk ditingkatkan yaitu keterampilan menyimak. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif TSTS seperti itu, siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan menyimak secara langsung, dalam artian tidak selalu dengan cara menyimak apa yang guru utarakan yang dapat membuat siswa jenuh. Dengan penerapan model pembelajaran TSTS, siswa juga akan terlibat secara aktif, sehingga akan memunculkan semangat siswa dalam belajar (aktif).
Sedangkan tanya jawab dapat dilakukan oleh siswa dari kelompok satu dan yang lain, dengan cara mencocokan materi yang didapat dengan materi yang disampaikan. Dengan begitu, siswa dapat mengevaluasi sendiri, seberapa tepatkah pola pikirnya terhadap suatu konsep dengan pola pikir nara sumber. Kemudian bagi guru atau peneliti, menjadi acuan evaluasi berapa persenkah keberhasilan penggunaan model pemelajaran kooperatif two stay two stray ini dalam meningkatkan keterampilan menyimak siswa.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
Adapun langkah-langkah model pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (dalam Lie, 2002:60-61) adalah sebagai berikut:
1.    Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.
2.     Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain.
3.     Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
4.    Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
5.     Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka

Tahapan-tahapan Dalam Model Pembelajaran TSTS
Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1.  Persiapan
Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa dan suku.
2.  Presentasi Guru
Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal dan menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.
3.  Kegiatan Kelompok
Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempela-jarinya dalam kelompok kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesai-kan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya serta mancocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

4.  Formalisasi
Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.

5.  Evaluasi Kelompok dan Penghargaan
Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif model TSTS. Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi.

Kelebihan Dan Kekurangan Model TSTS
v  Adapun kelebihan dari model TSTS
a.  Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkata
b.  Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
c.  Lebih berorientasi pada keaktifan.
d.  Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya
e.  Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.
f.    Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.
g.  Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar

v Sedangkan kekurangan dari model TSTS adalah
a.  Membutuhkan waktu yang lama
b.  Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
c.  Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)
d.  Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

Untuk mengatasi kekurangan pembelajaran kooperatif model TSTS, maka sebelumpembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan kemampuan akademis. Berdasarkan sisi jenis kelamin, dalam satu kelompk harus ada siswa laki-laki dan perempuannya. Jika berdasarkan kemampuan akademis maka dalam satu kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. Pembentukan kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung sehingga memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi yang diharapkan bisa membantu anggota kelompok yang lain.
10.  Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI (Group Investigation)
Model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation) dikembangkan oleh Shlomo dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv. Stahl (1999: 257-258) menyebutkan bahwa:
group investigationin particular encourages students’ initiative and responsibility for their work, as individuals,
as members of study groups, and as members of an entire class. The investigation combines independent study as weel as work in pairs and in small groups (from three to five students). When they complete their search, groups integrate and summarize their findings and decide how to present the essence of their work to their classmates.
Makna dari pendapat Stahl di atas menyatakan bahwa dalam investigasi kelompok siswa diberikan tanggung jawab terhadap pekerjaan mereka, baik secara individu, berpasangan maupun dalam kelompok. Setiap kelompok investigasi terdiri dari 3-5 orang, dan akhirnya siswa dapat menggabungkan, mempersentasikan dan mengikhtisarkan jawaban mereka.
Pelaksanaan investigasi kelompok menurut Stahl (1999: 265-266) dapat dilakukan dengan:
chosing the problem to investigate, preparing for a group investigation task, and introducing the project, sedangkan guru dapat berperan dalam guiding the students and facilitating the process of investigation and helping maintain cooperative norms of behavior.

Pernyataan di atas mengandung makna bahwa pelaksanaan investigasi kelompok dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu memilih persoalan untuk diivestigasi, menyiapkan tugas investigasi kelompok dan memperkenalkan proyek yang berhubungan dengan materi pembelajaran. Sedangkan peran guru selama pembelajaran investigasi kelompok adalah: membimbing siswa dan memfasilitasi proses investigasi dan membantu menjaga aturan perilaku kooperatif.
Menurut Slavin (1995: 113-114) dalam implementasi teknik group investigation dapat dilakukan melalui 6 (enam) tahap yaitu :
 1) identifying the topic and organizing pupils into groups
 2) planning the learning task
 3) carring out the investigation
 4) preparing a final report
 5) presenting the final report, and
 6) evaluation.

 Dengan melihat tahapan tersebut, maka pembelajaran dengan teknik group investigation berawal dari mengidentifikasi topik dan mengatur murid kedalam kelompok, merencanakan tugas yang akan dipelajari, melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, mempersentasikan laporan akhir dan berakhir pada evaluasi.
Dari uraian pendapat Slavin, di atas dapat dijelaskan bahwa dalam group investigation, para siswa bekerja melalaui enam tahapan. Tahapan-tahapan ini dan komponen-komponennya dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasikan topik dan mengatur siswa ke dalam kelompok.
a) Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik dan mengkategotikan saran-saran.
b) Para siswa begabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang mereka pilih.
c) Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat homogen.
d) Guru membantu dalam mengumpulkan informasi dan memfasilitasi pengaturan.

3.    Merencanakan tugas yang akan dipelajari
Para siswa merencanakan bersama mengenai apa yang akan dipelajari, bagaiman memepelajarinya dan pembagian tugas .
4.    Melaksanakan investigasi
a.     Para siswa mengumpulkan informasi, mengenai data dan membuat kesimpulan
b.    Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya.
c.    Para siswa saling bertukar, bediskusi, mengklasifikasi, dan mensintesis semua gagasan.
5.    Menyiapkan laporan akhir
a.    Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari tugas mereka
b.     Anggota kelompok merencanakan apa yang mereka laporkan, dan bagaiman mereka membuat pesentasinya.
c.    Wakil-wakil kelompok membentuk panitia untuk mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi
6.    Mempresentasikan laporan akhir
a.     Presentasi yang dibuat untuk semua kelas dan berbagai macam bentuk
b.    Presentasi harus dapat melibatkan peseta secara aktif
c.    Para peserta mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan keriteria yang telah ditentukan sebelumnya.
7.     Evaluasi
a.    Para siswa saling meberikan umpan balik mengenai topik tersebut.
b.    Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.
c.    Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.
d.     Pendekatan lain untuk mengevaluasi dapat dengan membuat para siswa merekonstruksi proses investigasi yang telah mereka lakukan dan memetakan langkah-langkah yang telah mereka terapkan dalam pembelajaran mereka.
Slavin (1995: 113-114) menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas investigasi siswa dapat:
1. students gather information, analyze the data and reach conclusions, 2. each group member contributes to the group effort, and                   3. students exchange discuss clarify, and synthesize ideas.
 Dalam menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan adalah:
1.     group members determine the essential message of their project
2.    group members plan what they will report and how they will make their presentation and
3.    group representatives form a steering committee to coordinate plans for the presentation.

  Pada tahap mempersentasekan laporan akhir yang harus dipehatikan adalah the presentation is made to the entire class in a variety of forms, part of the presentation should actively involve the audience, and the audience evaluates the clarity and appeal of presentation according to criteria determined in advance by the whole class. Sedangkan dalam evaluasi, aktifitas siswa adalah students share feedback about the topik, about the work they did, and about their effective experiences (1) teachers and pupils collaborate in evaluating student learning, and (3) assessment of learning should evaluate higher-level thinking.
Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa dalam melaksanakan tugas investigasi siswa dapat mengumpulkan informasi, menganalisis, dan membuat simpulan, setiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya, dan saling bertukar pikiran, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis semua gagasan, sedangkan dalam menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan siswa adalah nggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari pekerjaan mereka, anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana membuat persentase, wakil-wakil kelompok membentuk sebuah tim untuk mengkoordinasikan rencana persentasi. Dalam mempersentasikan laporan akhir, persentase harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif dan pendengar menevaluasi berdasrakan keriteria yang telah ditentukan sebelumnya, sedangakan pada tahap evaluasi, siswa saling memberikan umpan balik, kolaborasi guru dan murid dalam mengevaluasi pembelajaran dan penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran yang paling tinggi



C.    METODE PEMBELAJARAN
Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran. Dapat pula dikatakan bahwa metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan.
Metode Pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Ada banyak sekali metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran mulai dari yang paling sedikit melibatkan siswa (Expository = expositition = guru ceramah) sampai dengan metode yang sangat besar melibatkan siswa (Discovery = Inquiry = siswa menemukan sendiri). Berikut macam-macam metode Pembelajaran :


1.    Metode Lecturing (Ceramah).
Yaitu teknik pembelajaran menggunakan presentasi secara lisan mengenai suatu fakta, dalil dan prinsip-prinsip kepada siswa. Metode ceramah adalah sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa.

Metode ceramah ini dapat diklasifikasikan sebagai metode tradisional atau konvensional. Dalam metode ceramah, guru menerangkan dan murid mendengarkan informasi yang disampaikan oleh sang guru. Selesai, habis perkara. Namun demikian, metode ceramah yang lebih bagus dapat menggunakan alat peraga untuk menjelaskan, berupa gambar atau grafik yang digunakan untuk lebih memperjelas informasi.Dalam pengajaran yang menggunakan metode ceramah terdapat unsur paksaan. Dalam hal ini siswa hanya diharuskan melihat dan mendengar serta mencatat tanpa komentar informasi penting dari guru yang selalu dianggap benar itu. Padahal dalam diri siswa terdapat mekanisme psikologis yang memungkinkannya untuk menolak disamping menerima informasi dari guru. Inilah yang disebut kemampuan untuk mengatur dan mengarahkan diri.
Beberapa kelebihan metode ceramah adalah :
a. Guru mudah menguasai kelas.
b. Guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar
c. Dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar.
d. Mudah dilaksanakan

  Beberapa kelemahan metode ceramah adalah :
a.   Membuat siswa pasif
b.   Mengandung unsur paksaan kepada siswa
c.   Mengandung daya kritis siswa
d.  Anak didik yang lebih tanggap dari visi visual akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya.
e.   Sukar mengontrol sejauhmana pemerolehan belajar anak didik.
f.   Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).
g.   Bila terlalu lama membosankan
sumber : Eka Gunawan( dalam web http://nilaeka.blogspot.com)

2.     Metode Drill atau latihan.
Yaitu teknik pembelajaran menggunakan kegiatan secara teratur yang berulangkali dengan tujuan untuk menguasai pengetahuan atau skill tertentu. Dalam buku Nana Sudjana,Metode drill adalah satu kegiatan melakukan hal yang sama,berulang-ulang secara sungguh-sungguh dengan tujuan untuk memperkuatsuatu asosiasi atau menyempurnakan suatu ketrampilan agar menjadi bersifatpermanen. Ciri yang khas dari metode ini adalah kegiatan berupapengulangan yang berkali-kali dari suatu hal yang sama.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa drill adalah latihan dengan praktek yang dilakukan berulang kali atau kontinyu/untuk mendapatkanketerampilan dan ketangkasan praktis tentang pengetahuan yang dipelajari.Lebih dari itu diharapkan agar pengetahuan atau keterampilan yang telahdipelajari itu menjadi permanen, mantap dan dapat dipergunakan setiap saatoleh yang bersangkutan. Harus disadari sepenuhnya bahwa apabilapenggunaan metode tersebut tidak/kurang tepat akan menimbulkan hal-halyang negatif; anak kurang kreatif dan kurang dinamis.


 Macam-macam Metode Drill
Bentuk- bentuk Metode drill menurut Muhaimin dan Abdul Mujib,dapat direalisasikan dalam berbagai bentuk teknik, yaitu sebagai berikut :
a. Teknik Inquiry (kerja kelompok)
Teknik ini dilakukan dengan cara mengajar sekelompok anak didik untuk bekerja sama dan memecahakan masalah dengan cara mengerjakan tugas yang diberikan.
b. Teknik Discovery (penemuan)
Dilakukan dengan melibatkan anak didik dalam proses kegiatan mentalmelalui tukar pendapat, diskusi.
c. Teknik Micro Teaching
Digunakan untuk mempersiapkan diri anak didik sebagai calon guruuntuk menghadapi pekerjaan mengajar di depan kelas denganmemperoleh nilai tambah atau pengetahuan, kecakapan dan sikap sebagaiguru.
d. Teknik Modul Belajar
Digunakan dengan cara mengajar anak didik melalui paket belajarberdasarkan performan (kompetensi).
e. Teknik Belajar Mandiri
Dilakukan dengan cara menyuruh anak didik agar belajar sendiri, baik didalam kelas maupun di luar kelas.

Tidak disangka ternyata di dalam metode drill itu sendiri juga terdapatbeberapa teknik yang bisa dipakai untuk melaksanakan metode drill tersebut.Yang mana semua metode tersebut bagus untuk pembelajaran tetapi semuaitu tidak terlepas dari pemilihan materi yang cocok dengan teknik metodetersebut.

Tujuan Penggunaan Metode Drill
Metode drill biasanya digunakan untuk tujuan agar siswa :
a.    Memiliki kemampuan motoris/gerak, seperti menghafalakan kata-kata,menulis, mempergunakan alat.
b.    Mengembangkan kecakapan intelek, seperti mengalikan, membagi,menjumlahkan.
c.    Memiliki kemampuan menghubungkan antara sesuatu keadaan denganyang lain. Dengan adanya tujuan tersebut, kita bisa mengetahui berbagaikemampuan yang dimiliki oleh setiap peserta didik.

Syarat-Syarat dalam Metode Drill
1.    Masa latihan harus menarik dan menyenangkan.
a.    Agar hasil latihan memuaskan, minat instrinsik diperlukan.
b.    Tiap-tiap langkah kemajuan yang dicapai harus jelas.
c.     Hasil latihan terbaik yang sedikit menggunakan emosi
2.    Latihan-latihan hanyalah untuk ketrampilan tindakan yang  bersifatotomatik.
3.    Latihan diberikan dengan memperhitungkan kemampuan/daya tahanmurid, baik segi jiwa maupun jasmani.
4.    Adanya pengerahan dan koreksi dari guru yang melatih sehingga muridtidak perlu mengulang suatu respons yang salah.
5.    Latihan diberikan secara sistematis.
6.    Latihan lebih baik diberikan kepada perorangan karena memudahkanpengarahan dan koreksi.
7.    Latihan-latihan harus diberikan terpisah menurut bidang ilmunya.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan
Dalam penggunaan teknik latihan agar bila berhasil guna dan berdayaguna perlu ditanamkan pengertian bagi instruktur maupun siswa ialah:
a.    Tujuan harus dijelaskan kepada siswa sehingga selesai latihan merekadiharapkan dapat mengerjakan dengan tepat sesuai apa yang diharapkan.
b.    Tentukan dengan jelas kebiasaan yang dilatihkan sehingga siswamengetahui apa yang harus dikerjakan.
c.    Lama latihan harus disesuaikan dengan kemampuan siswa.
d.     Selingilah latihan agar tidak membosankan.
e.    Perhatikan kesalahan-kesalahan umum yang dilakukan siswa untuk perbaikan secara kiasikal sedangkan kesalahan perorangan dibetulkansecara perorangan pula.

Guru perlu memperhatikan dan memahami nilai dari latihan itu sendiri serta kaitannya dengan keseluruhan pelajaran di sekolah. Dalampersiapan sebelum memasuki latihan, guru harus memberikan pengertian danperumusan tujuan yang jelas bagi siswa, sehingga mereka mengerti danmemahami apa tujuan latihan dan bagaimana kaitannya dengan pelajaranpelajaranlain yang diterimanya. Persiapan yang baik sebelum latihanmendorong/mernotivasi siswa agar responsif yang fungsional, berarti danbermakna bagi penerima pengetahuan dan akan lama tinggal dalam jiwanyakarena sifatnya permanen, serta siap untuk digunakan/dimanfaatkan olehsiswa dalam kehidupan.

      Prinsip Dan Petunjuk Menggunakan Metode Drill
1.    Siswa harus diberi pengertian yang mendalam sebelum diadakan latihantertentu.
2.     Latihan untuk pertama kalinya hendaknya bersifat diagnosis, mula-mulakurang berhasil, lalu diadakan perbaikan untuk kemudian bisa lebihsempurna.
3.     Latihan tidak perlu lama asal sering dilaksanakan.
4.     Harus disesuaikan dengan taraf kemampuan siswa.
5.    Proses latihan hendaknya mendahulukan hal-hal yang esensial dan berguna.
6.     Drill hanyalah untuk bahan atau perbuatan yang bersifat Latihan itu pada umumnya digunakan untuk memperoleh suatuketangkasan atau ketrampilan dari apa yang telah dipelajari. Tapi juga tidaklepas dari seberapa jauh kemampuan siswa tersebut. Selain itu, metode initidak usah terlalu lama digunakan, asalkan sering dipakai. Sehingga muridlama-kelamaan akan terbiasa dengan penggunaan metode tersebut. Jadimetode ini tidak boleh terlalu dipaksakan ketika siswa sudah dirasa tidakmampu menerima materi tersebut dengan metode ini.
Mengingat latihan ini kurang mengembangkan bakat/inisiatif siswauntuk berfikir, maka hendaknya guru/pengajar memperhatikan tingkat kewajaran dari metode ini:
a.    Latihan, wajar digunakan untuk hal-hal yang bersifat motorik sepertimenulis, permainan, pembuatan dan lain-lain.
b.    Untuk melatih kecakapan mental, misalnya perhitungan penggunaanrumus-rumus dan lain-lain.
c.    Untuk melatih hubungan, tanggapan seperti penggunaan bahasa, grafik, simbul peta dan lain-lain.

Langkah-Langkah Penerapan Drill
Untuk kesuksesan pelaksanaan teknik latihan itu perlu instruktur/guru memperhatikan langkah-langkah/prosedur yang disusun demikian:
a.    Gunakanlah latihan ini hanya untuk pelajaran atau tindakan yangdilakukan secara otomatis, ialah yang dilakukan siswa tanpamenggunakan pemikiran dan pertimbangan yang mendalam. Tetapi dapatdilakukan dengan cepat seperti gerak refleks saja, seperti: menghafal,menghitung, lari dan sebagainya.
b.    Guru harus memilih latihan yang mempunyai arti luas ialah yang dapatmenanamkan pengertian pemahaman akan makna dan tujuan latihansebelum mereka melakukan. Latihan itu juga mampu menyadarkan siswaakan kegunaan bagi kehidupannya saat sekarang ataupun dimasa yangakan datang. Juga dengan latihan itu siswa merasa perlunya untukmelengkapi pelajaran yang diterimanya.
c.    Di dalam latihan pendahuluan instruktur harus lebih menekankan padadiagnosa, karena latihan permulaan itu kita belum bisa mengharapkansiswa dapat menghasilkan ketrampilan yang sempurna. Pada latihanberikutnya guru perlu meneliti kesukaran atau hambatan yang timbul dandialami siswa, sehingga dapat memilih/menentukan latihan mana yangperlu diperbaiki. Kemudian instruktur menunjukkan kepada siswarespons/tanggapan yang telah benar dan memperbaiki respons-responsyang salah. Kalau perlu guru mengadakan variasi latihan denganmengubah situasi dan kondisi latihan, sehingga timbul response yangberbeda untuk peningkatan dan penyempurnaan kecakapan atauketrampilannya.
d.    Perlu mengutamakan ketepatan, agar siswa melakukan latihan secaratepat, kemudian diperhatikan kecepatan; agar siswa dapat melakukankecepatan atau ketrampilan menurut waktu yang telah ditentukan; jugaperlu diperhatikan pula apakah respons siswa telah dilakukan dengantepat dan cepat.
e.    Guru memperhitungkan waktu/masa latihan yang singkat saja agar tidakmeletihkan dan membosankan, tetapi sering dilakukan puda kesempatanyang lain. Masa latihan itu harus menyenangkan dan menarik, bila perludengan mengubah situasi dan kondisi sehingga menimbulkan optimismepada siswa dan kemungkinan rasa gembira itu bisa menghasilkanketrampilan yang baik.
f.     Guru dan siswa perlu memikirkan dan mengutamakan proses yangesensial/yang pokok atau inti; sehingga tidak tenggelam pada hal-hal yangrendah/tidak perlu kurang diperlukan.
g.    Instruktur perlu memperhatikan perbedaan individual siswa.Sehingga kemampuan dan kebutuhan siswa masing-masingtersalurkan/dikembangkan. Maka dalam pelaksanaan latihan guru perlumengawasi dan memperhatikan latihan perseorangan.

Dengan langkah-langkah itu diharapkan bahwa latihan akan betul-betul bermanfaat bagi siswauntuk menguasai kecakapan itu. Serta dapat menumbuhkan pemahamanuntuk melengkapi penguasaan pelajaran yang diterima secara teori danpraktek di sekolah.

                                     Keuntungan dan Kelebihan Metode Drill
a.    Bahan pelajaran yang diberikan dalam suasana yang sungguh-sungguhakan lebih kokoh tertanam dalam daya ingatan murid, karena seluruhpikiran, perasaan, kemauan dikonsentrasikan pada pelajaran yangdilatihkan.
b.    Anak didik akan dapat mempergunakan daya fikirannya denganbertambah baik, karena dengan pengajaran yang baik maka anak didikakan menjadi lebih teratur, teliti dan mendorong daya ingatnya.
c.    Adanya pengawasan, bimbingan dan koreksi yang segera serta langsungdari guru, memungkinkan murid untuk melakukan perbaikan kesalahansaat itu juga. Hal ini dapat menghemat waktu belajar disamping itu jugamurid langsung mengetahui prestasinya.
d.    Siswa akan memperoleh ketangkasan dan kemahiran dalam melakukansesuatu sesuai dengan apa yang dipelajarinya.
e.    Dapat menimbulkan rasa percaya diri bahwa para siswa yang berhasildalam belajarnya telah memiliki suatu keterampilan khusus yang bergunakelak di kemudian hari.
f.     Guru bisa lebih mudah mengontrol dan dapat membedakan mana siswayang disiplin dalam belajarnya dan mana yang kurang denganmemperhatikan tindakan dan perbuatan siswa disaat berlangsungnyapengajaran.
g.    Untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan huruf,kata-kata atau kalimat, membuat alat-alat, menggunakan alat-alat (mesinpermainan dan atletik) dan terampil menggunakan peralatan olah raga.
h.    Untuk memperoleh kecakapan mental dan memperoleh kecakapan dalambentuk asosiasi yang dibuat serta pembentukan kebiasaan yang dilakukandan menambah ketepatan serta kecepatan pelaksanaan.
i.      Pemanfaatan kebiasaan-kebiasaan yang tidak memerlukan konsentrasidalam pelaksanaannya serta pembentukan kebiasaan-kebiasaan tersebut.
j.      Pengertian siswa lebih luas melalui latihan berulang-ulang.

Dengan adanya berbagai keuntungan dari penggunaan metode drill inimaka diharapkan bahwa latihan akan benar-benar bermanfaat bagi siswauntuk menguasai materi tersebut. Serta dapat menumbuhkan pemahamanuntuk melengkapi penguasaan pelajaran yang diterima secara teori danpraktek di sekolah.

Kelemahan Metode Drill dan Petunjuk Untuk Mengurangi Kelemahan-Kelemahan Tersebut
a.    Kelemahan Metode Drill
1.     Latihan Yang dilakukan di bawah pengawasan yang ketat dan suasanaserius mudah sekali menimbulkan kebosanan.
2.    Tekanan yang lebih berat, yang diberikan setelah murid merasa bosanatau jengkel tidak akan menambah gairah belajar dan menimbulkankeadaan psikis berupa mogok belajar/latihan.
3.    Latihan yang terlampau berat dapat menimbulkan perasaan bencidalam diri murid, baik terhadap pelajaran maupun terhadap guru.
4.     Latihan yangs selalu diberikan di bawah bimbingan guru, perintahguru dapat melemahkan inisiatif maupun kreatifitas siswa.
5.    Karena tujuan latihan adalah untuk mengkokohkan asosiasi tertentu,maka murid akan merasa asing terhadap semua struktur-struktur barudan menimbulkan perasan tidak berdaya.
6.    Menghambat bakat dan inisiatif siswa, karena siswa lebih banyakdibawa kepada penyesuaian dan diarahkan jauh dari pengertian.
7.    Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan. Dankadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulangmerupakan hal yang monoton, mudah membosankan.
8.    Membentuk kebiasaan yang kaku, artinya seolah- olah siswamelakukan sesuatu secara mekanis dan dalam memberikan stimulussiswa dibiasakan bertindak secara otomatis.
9.    Dapat menimbulkan Verbalisme, terutama pengajaran yang bersifatmenghafal dimana siswa dilatih untuk dapat menguasai bahanpelajaran secara hafalan dan secara otomatis mengingatkannyabila adapertanyaan- pertanyaan yang berkenaan dengan hafalan tersebut tanpasuatu proses berfikir secara logis.

Sebagai suatu metode yang diakui banyak mempunyai kelebihan, juga tidak dapat  disangkal bahwa metode drill ini juga mempunyai beberapa kelemahan. Maka dari itu, guru yang ingin mempergunakan metode drill inikiranya tidak salah bila memahami karakteristik metode ini terlebih dahulu.
b.    Petunjuk Untuk Mengurangi Kelemahan-Kelemahan Di Atas
1.    Janganlah seorang guru menuntut dari murid suatu respons yangsempurna, reaksi yang tepat.
2.    Jika terdapat kesulitan pada murid pada saat merespon, mereaksi,hendaknya guru segera meneliti sebab-sebab yang menimbulkankesulitan tersebut.
3.    Berikanlah segera penjelasan-penjelasan, baik bagi reaksi atau responyang betul maupun yang salah. Hal ini perlu dilakukan agar muriddapat mengevaluasi kemajuan dari latihannya.
4.    Usahakan murid memiliki ketepatan merespon kemudian kecepatanmerespon.
5.    Istilah-istilah baik berupa kata-kata maupun kalimat-kalimat yangdigunakan dalam latihan hendaknya dimengerti oleh murid.

3.    Metode Demonstrasi (Demonstration).
Yaitu teknik pembelajaran menggunakan contoh riil untuk menunjukkan proses mengerjakan sesuatu. Misalnya pembelajaran teknik merawat wajah dengan produk kosmetika tertentu dengan demo.
Menurut Muhibbin Syah (1995: 208) Metode Pembelajaran Demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan dan urutan melakukan kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Sedangkan menurut Aminuddin Rasyad (2002: 8) metode demonstrasi adalah cara pembelajaran dengan meragakan, mempertunjukkan atau memperlihatkan sesuatu di hadapan murid di kelas atau di luar kelas.

Langkah-langkah dalam Metode Pembelajaran Demonstrasi
Menurut Hasibuan dan Mujiono (1993: 31) langkah-langkah metode Pembelajaran  demonstrasi adalah sebagai berikut:
1.    Merumuskan dengan jelas kecakapan dan atau keterampilan apa yang diharapkan dicapai oleh siswa sesudah demonstrasi itu dilakukan.
2.    Mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh, apakah metode itu wajar dipergunakan, dan apakah ia merupakan metode yang paling efektif untuk mencapai tujuan yang dirumuskan.
3.    Alat-alat yang diperlukan untuk demonstrasi itu bisa didapat dengan mudah, dan sudah dicoba terlebih dahulu supaya waktu diadakan demonstrasi tidak gagal.
4.    Jumlah siswa memungkinkan untuk diadakan demonstrasi dengan jelas.
5.    Menetapkan garis-garis besar langkah-langkah yang akan  dilaksanakan, sebaiknya sebelum demonstrasi dilakukan, sudah dicoba terlebih dahulu supaya tidak gagal pada waktunya.
6.    Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan, apakah tersedia waktu untuk memberi kesempatan kepada siswa mengajukan pertanyaanpertanyaan dan komentar selama dan sesudah demonstrasi.
7.    Selama demonstrasi berlangsung, hal-hal yang harus diperhatikan:
a.    Keterangan-keterangan dapat didengar dengan jelas oleh siswa.
b.    Alat-alat telah ditempatkan pada posisi yang baik, sehingga setiap siswa dapat melihat dengan jelas.
c.    Telah disarankan kepada siswa untuk membuat catatan-catatan seperlunya.
8.   Menetapkan rencana untuk menilai kemajuan siswa. Sering perlu diadakan diskusi sesudah demonstrasi berlangsung atau siswa     mencoba melakukan demonstrasi

Karakteristik Metode Demonstrasi
1.    Mempertunjukkan objek yang sebenarnya
2.    Ada proses peniruan
3.    Alat – alat bantu yang digunakan
4.    Memerlukan tempat yang strategis yang memungkinkan seluruh siswa aktif
5.    Dapat guru atau siswa yang melakukannya
6.    Mengamati sesuatu pada objek yang sebenarnya
7.    Berpikir sistematis
8.    Pemahaman terhadap proses sesuatu
9.    Menerapkan sesuatu cara secara paksa
10. Menganalisa kegiatan secara proses.
        Keunggulan Metode Demonstrasi
1.  Siswa dapat memahami sesuatu objek sebenarnya.
2.  Dapat mengembangkan rasa ingin tahu siswa
3.  Siswa dibiasakan bekerja secara sistematis
4.  Siswa dapat mengamati sesuatu secara proses
5.  Siswa dapat mengetahui hubungan struktural atau urutan objek
6.  Siswa dapat membandingkan pada beberapa objek
Kelemehan Metode Demonstrasi
1.    Dapat menimbulkan berpikir kongkret saja.
2.    Bila jumlah siswa banyak efektivitas demonstrasi sulit dicapai
3.    Bergantung pada alat bantu
4.    Bila demonstrasi guru tidak sistematis, demonstrsi tidak berhasil
Prosedur metode demonstrasi yang harus dilakukan      dalam pembelajaran adalah :
1.    Mempersiapkan alat bantu yang akan digunakan dalam pembelajaran
2.    Memberikan penjelasan tentang topik yang akan didemonstrasikan
3.    Pelaksanaan demonstrsi bersamaan dengan perhatian dan peniruan dari siswa
4.    Penguatan (diskusi, tanya jawab, dan atau latihan) terhadap hasil demonstrasi
5.    Kesimpulan
Kemampuan guru yang perlu diperhatikan dalam menunjung keberhasilan demonstrasi di antaranya :
1.  Mampu secara proses tentang topik yang dipraktekkan
2.  Mampu mengelola kelas, menguasai siswa secara menyeluruh
3.  Mampu menggunakan alat bantu yang digunakan
4.  Mampu melaksanakan penilaian proses

4.     Metode Discovry/penemuan
Metode penemuan merupakan komponen dari praktek pendidikan yang melliputi metode mengajar  yang mengajukan cara belajar aktif,berorientasi pada proses,mengarahkan sendiri dan reflektif.
Menurut Encylopedia of Education Research, penemuan merupakan suatu strategi yang unui yang dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara. Termasuk mengarahkan keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode penemuan adalah suatu metode dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenakan siswa-siswainya menemukan sendiri informasi (Suryosubroto,2002:192)

Tujuan Metode Discovry (Penemuan)
a.       Meningkatkan  keterlibatan siswa dalam menemukan dan memperoses bahan belajarnya
b.       Mengurangi ketergantungan siswa pada guru untuk mendapatkan pengalaman belajarnya
c.       Melatih siswa menggali dan memenfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang tidak ada habisnya
d.       Memberi pengalaman belajar seumur hidup

Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Discovry (penemuan)
a.       Identifikasi kebutuhan siswa
b.       Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip,pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan
c.       Seleksi bahan,probelm/tugas-tugas
d.       Membantu dan memperjrlas tugas/probelm yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing
e.       Mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan
f.        Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan
g.       Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan
h.       Membantu siswa dengan informasi/data jika diperlikan oleh siswa
i.         Mempimpin analis sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah
j.         Merangsang terjadinya intraksi antara siswa dengan siswa
k.       Membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisai hasil penemjuannya.


Pengajaran  Metode Discovry (penemuan) dalam kelas
Pengajaran dengan metode penemuan dapat dilaksanakan dalam bentuk komunikasi satu arah dan komunikasi dua arahbergantung pada besarnya kelas.

o   Sistem satu arah (ceramah reflektif)
Pendekatan satu arah berdasarkan penyajian satu arah (penaungan/exposition) yang dilakukan guru.
o   Sistem dua arah (discovry terbimbing)
Sistem dua arah melibatkan siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Siswa melakukan discovry sedangkan guru membimbing siswa ke arah yang benar/tepat.

Penerapan Metode Belajar Discovry (penemuan) dalam prosesbelajar mengajar
Penerapan prinsip belajar penemuan pada pelajaran kimia, misalnya pada materi perhitungan kimia.  Adapun langkah-langkah  yang harus dilakukan untuk menerapkan metode penemuan adalah:
1)    Guru menjelaskan
Pertemuan diawali dengan mengarahkan/memberi penjelasan tentang metode penemuan
2)    Guru menyajikan materi untuk ditemukan sendiri oleh siswa
3)    Siswa menyelesaikan soal-soal dengan bantuan LKS
4)    Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melakaukan penemuan
5)    Guru keliling membimbing dan mengawasi serta menilai pekerjaan siswa apakah sudah benar atau tidak
6)    Guru membesarkan hati siswa supaya giat dalam penemuan
7)    Guru membimbing siswa menyimpulkan jawaban dan hasil penemuannya
8)    Guru memberikan soal untuk mengecek pemahaman siswa

   Langkah-langkah Untuk Mengatasi  Kelemahan Metode Discovry (Penemuan)
Ø  Suasana harus dibuat sedemikian sehingga siswa merasa dirinya dihadapkan pada suatu teka-teki
Ø  Kegiatan harus berlandaskan objek atau prinsip yang tidak asing bagi siswa
Ø  Para siswa hendaknya mendapat kesempatan untuk mengamati kegiatan sesuai dengan kebutuhannya dari seluruh kegiatan
Ø  Hendaknya pada waktu melakukan kegiatan yang diberikan dengan konsep baru, guru hendaknya memberikan contoh dan aplikasi yang dirasakan pada kehidupan sehari-hari yang dilihat dan dirasakan oleh anak sehingga kegiatan tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh anak
Ø  Guru harus menunjukkan antusiasme dalam mengemukakan teka-teki selama kegiatan berlangsung

     kelebihan dan Kelemahan  Metode Discovry (penemuan)
v  kelebihan
§  Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa
§  Pengetahuan yang diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan merupakan pengetahuan yang sangat  kukuh
§  Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan kebenarannya
§  Memberi kesempatan kepada anak dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengungkapkan ide
§  Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-prose penemuan
§  Dapat membangkitkan gairah siswa dalam belajar
§  Memberikan kesempatan pada siswa unnnntuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri

v  Kelemahan
§  Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk belajar
§  Metode ini kurang berhasil untuk mengajar dikelas karena sebagian besar waktu dapat hilang
§  Harapan yanh ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional
§  Fasilitas yang dibutuhkan  kurang atau yidak memadai
§  Strategi ini tidak memberikan kesempatan berpikir kreatif karena pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah di seleksi terlebih dahulu oleh guru.

5.    Metode Pembelajaran Rotating Trio Exchange (Rte)
Pembelajaran  kooperatif metode Rotating Trio Exchange (RTE) adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang berasal dari bahasa inggris, yang masing-masing memiliki arti: Rotating (perputaran), Trio (tiga), Exchange (pergantian).
Jadi, Rotating Trio Exchange (RTE) adalah proses pembelajaran dimana terjadi interaksi siswa yang melakukan perputaran sehingga mengakibatkan pergantian, akan tetapi dalam setiap kelompok hanya terdiri dari tiga orang (Isjoni, 2009).


Langkah-Langkah Pelaksanaan Metode Rotating Trio Exchange (Rte)
a.    Bentuk kelompok terdiri dari 3 orang siswa, masing-masing  siswa dengan simbol  0, 1, dan 2.
b.    Berikan pertanyaan yang sama untuk didiskusikan pada tiap kelompok
c.    Simbol (0, 1, dan 2) dirotasikan
d.    Terbentuk trio baru dari hasil rotasi
e.    Pertanyaan baru  kembali diberikan, dan seterusnya.

Penerapan Metode Rotating Trio Exchange (Rte)
Ø  Kegiatan inti
·         Guru menjelaskan sedikit tentang materi yang akan disampaikan
·         Selesai menjelaskan guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, dan tiap kelompok hanya terdiri dari 3 orang
·         Setelah terbentuk kelompok maka guru memberikan bahan diskusi untuk dipecahkan trio tersebut.
·         Selanjutnya berdasarkan waktu maka siswa yang mempunyai simbol 1 berpindah searah jarum jam dan simbol 2 sebaliknya, berlawanan jarum jam. Sedangkan nomor 0 tetap di tempat.
·         Guru memberikan pertanyaan baru untuk didiskusikan oleh trio baru tersebut
·         Diskusi dalam kelompok
·         Setiap siswa dari masing-masing kelompok duduk berjajar membentuk lingkaran atau persegi panjang.
·         Memberikan soal kepada setiap kelompok untuk didiskusikan, sedangkan peran guru hanya memonitor jalannya diskusi kelompok
·         Menyuruh siswa berotasi (berputar ) sesuai dengan nomor yang didapat
·         Memberikan pertanyaan baru untuk didiskusikan dengan meningkatkan sedikit kesulitan
·         Menutup diskusi kelompok dengan merangkum hasil diskusi.
Kebaikan Dan Kelemahan Metode Rotating Trio Exchange (Rte)
Ø  Kelebihan
·         Lebih mudah untuk memonitor jalannya diskusi dalam proses mengajar.
·         Dapat melatih pengetahuan dan keterampilan siswa
·         Dapat meningkatkan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapatnya dan memberikan sikap saling menghargai antar siswa.

Ø  Kelemahan

·         Apabila terdapat kelompok yang anggotanya genap, tidak menimbulkan Trio baru.  Artinya jumlah siswa harus ganjil dan pas dibagi 3.
·         Jika diterapkan dalam kelas besar (jumlah siswa banyak), guru akan sulit mengontrol.
·         Alokasi waktu yang kurang.

6.    Metode Tutorial.
Yaitu teknik pembelajaran dimana pembelajaran diberikan secara individual dengan hubungan langsung antara guru dan siswa. Model ini biasanya diberikan juga dengan modul atau materi tertulis yang diberikan guru. Sejatinya metode tutorial adalah metode pembelajaran dengan mana guru memberikan bimbingan belajar kepada siswa secara individual. Oleh sebab itu metode ini sangat cocok diterapkan dalam model pembelajaran mandiri seperti pada pembelajaran jarak jauh dengan mana siswa terlebih dahulu diberi modul untuk dipelajari.
              Keunggulam Metode Tutorial.
1.  Siswa memperoleh pelayanan pembelajaran secara individual sehingga permasalahan spesifik yang dihadapinya dapat dilayani secara spesifik pula.
2.  Seorang siswa dapat belajar dengan kecepatan yang sesuai dengan lemampuannya tanpa harus dipengaruhi oleh kecepatan bel;ajar siswa yang lain atau lebih dikenal dengan istilah “Slef Paced Learning”.
              Kelemahan Metode Tutorial.
1.  Sulit dilaksanakan pembelajaran klasikal karena guru harus melayani siswa dalam jumlah yang banyak.
2.  Jika tetap dilaksanakan, diperlukan teknik mengajar dalam tim atau “team teaching” dengan pembagian tugas di antara anggota tim.
3.  Apabila tutorial ini dilaksanakan, untuk melayani siswa dalam jumlah yang banyak, diperlukan kesabaran dan keluasan pemahamann guru tentang materi.

7.    Metode Simulasi.
Yaitu teknik pembelajaran di mana siswa harus menirukan situasi kejadian yang senyatanya. Misalnya simulasi cara menanggapi keberatan (komplin) konsumen menggunakan komunikasi via telepon.
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpura-pura atau berbuat seakan-akan. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu. Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya. Gladi resik merupakan salah satu contoh simulasi, yakni memperagakan proses terjadinya suatu upacara tertentu sebagai latihan untuk upacara sebenarnya supaya tidak gagal dalam waktunya nanti. Demikian juga untuk mengembangkan pemahaman dan penghayatan terhadap suatu peristiwa, penggunaan simulasi akan sangat bermanfaat.
Metode simulasi bertujuan untuk:
1.  melatih keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari,
2.  memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip,
3.  melatih memecahkan masalah, 
4.  meningkatkan keaktifan belajar, 
5.  memberikan motivasi belajar kepada siswa, 
6.  melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok,
7.  menumbuhkan daya kreatif siswa, dan
8.  melatih siswa untuk mengembangkan sikap toleransi.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Simulasi
Terdapat beberapa kelebihan dengan menggunakan simulasi sebagai metode mengajar, di antaranya adalah:
1.  Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja.
2.  Simulasi dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena melalui simulasi siswa diberi kesempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan topik yang disimulasikan.
3.  Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa. 
4.  Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.
5.  Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses permbelajaran.

Di samping memiliki kelebihan, simulasi juga mempunyai kelemahan, di antaranya:
1.   Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan di lapangan.
2.   Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.
3.   Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering memengaruhi siswa dalam melakukan simulasi.

                        Jenis-jenis Simulasi
              Simulasi terdiri dari beberapa jenis, di antaranya:
  1. Sosiodrama. Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya.
  2. Psikodrama. Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis. Psikodrama biasanya digunakan untuk terapi, yaitu agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dirinya, menemukan konsep diri, menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan yang dialaminya.
  3. Role Playing. Role playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang. Topik yang dapat diangkat untuk role playing misalnya memainkan peran sebagai juru kampanye suatu partai atau gambaran keadaan yang mungkin muncul pada abad teknologi informasi.
  4. Peer Teaching. Peer teaching merupakan latihan mengajar yang dilakukan oleh siswa kepada teman-teman calon guru. Selain itu peer teaching merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan seorang siswa kepada siswa lainnya dan salah satu siswa itu lebih memahami materi pembelajaran.
  5. Simulasi Game. Simulasi game merupakan bermain peranan, para siswa berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu melalui permainan dengan mematuhi peraturan yang ditentukan.
Langkah-langkah Simulasi
1.    Persiapan Simulasi
2.   Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh simulasi.
3.   Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan disimulasikan.
4.   Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peranan yang harus dimainkan oleh para pemeran, serta waktu yang disediakan.
5.   Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam pemeranan simulasi.
2.     Pelaksanaan Simulasi
1.    Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.
2.    Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.
3.    Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapat kesulitan.
4.    Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan.
3.    Penutup
1.    Melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun materi cerita yang disimulasikan.Guru harus mendorong agar siswa dapat memberikan kritik dan tanggapan terhadap proses pelaksanaan simulasi.
2.    Merumuskan kesimpulan.
Sumber: Kompetensi Supervisi Akademik
Keunggulan dan Kelemahan Metode Simulasi
Sri Anitah, W. DKK (2007: 5.24) mengemukakan tentang keunggulan dan kelemahan metode simulasi sebagai berikut:
Keunggulan Metode Simulasi
1.    Siswa dapat melakukan interaksi sosial dan komunikasi dalam   kelompoknya,
2.    Aktivitas siswa cukup tinggi dalam pembelajaran sehingga terlibat langsung dalam   pembelajaran,
3.    Dapat membiasakan siswa untuk memahami permasalahan sosial (merupakan implementasi pembelajaran yang berbasis kontekstual),
4.    Dapat membina hubungan personal yang positif,
5.    Dapat membangkitkan imajinasi,
6.    Membina hubungan komunikatif dan bekerja sama dalam kelompok.
                        Kelemahan Metode Simulasi
1.    Relatif memerlukan waktu yang cukup banyak,
2.    Sangat bergantung pada aktivitas siswa,
3.    Cenderung memerlukan pemanfaatan sumber belajar,
4.    Banyak siswa yang kurang menyenangi sosiodrama sehingga  sosiodrama tidak efektif.

8.     Metode Diskusi.
     Yaitu teknik pembelajaran menggunakan saling tukar pendapat mengenai suatu topik atau masalah untuk akhirny  diambil suatu kesimpulan.
Dalam metode diskusi proses pembelajaran berlangsung melalui kegiatan berbagi atau “sharing” informasi atau pengetahuan di antara sesama siswa.
Dalam metode ini guru berperan sebagai fasilitator dengan memberikan masalah atau topic yang akan dibahas dan beberapa aturan dasar dalam diskusi.

Budiardjo, dkk, 1994:20--23 membuat langkah penggunaan metode diskusi melalui tahap-tahap berikut ini.
v  Tahap Persiapan
1.  Merumuskan tujuan pembelajaran
2.   Merumuskan permasalahan dengan jelas dan ringkas.
3.  Mempertimbangkan karakteristik anak dengan benar.
4.  Menyiapkan kerangka diskusi yang meliputi:
a.     menentukan dan merumuskan aspek-aspek masalah,
b.     menentukan alokasi waktu,
c.     menuliskan garis besar bahan diskusi, 
d.    menentukan format susunan tempat
e.     menetukan aturan main jalannya diskusi.
5.     Menyiapkan fasilitas diskusi, meliputi:
a.     menggandakan bahan diskusi
b.     menentukan dan mendisain tempat
c.    mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan.
v  Tahap pelaksanaan
1.     Menyampaikan tujuan pembelajaran.
2.     Menyampaikan pokok-pokok yang akan didiskusikan.
3.     Menjelaskan prosedur diskusi.
4.     Mengatur kelompok-kelompok diskusi
5.    Melaksanakan diskusi.
v  Tahap penutup
1.     Memberi kesempatan kelompok untuk melaporkan hasil.
2.     Memberi kesempatan kelompok untuk menanggapi.
3.    Memberikan umpan balik.
4.    Menyimpulkan hasil diskusi.
Keunggulan Metode Diskusi
1.   Menumbuhkan sikap ilmiah dan jiwa demokratis.
2.  Tergalinya gagasan baru yang memperkaya dan memperluas pemahaman siswa terhadap materi yang dibahas.
3.  Menciptakan suasana belajar yang berpartisipasi dan interaktif.
                                                                                                                        
          Kelemahannya.
1.    Pembicaraan dalam diskusi bisa keluar dari jalur atau batasan topic yang sedang dibahas.
2.    Pengajuan pendapat di dominasi oleh siswa yang lebih siap, lebih menguasai materi, dan atau oleh siswa yang memiliki kebiasaan mendominasi pembicaraan.
3.    Peserta yang tidak siap dan tidak percaya diri akan pasif dan tidak berpartisipasi dan berkonstribusi dalam pembicaraan.

9.    Metode Bermain Peran.
Pengalaman sebagai guru dan penatar menunjukkan bahwa metode pembelajaran bermain peran atau “role play” adalah metode yang sangat efektif digunakan untuk mensimulasi keadaan nyata. Contoh dari metode ini adalah kegiatan yang dapat diajarkan dengan PAKEM jika menggunakan metode bermain peran.
Keunggulan dari Metode Peran.
1.    Mampu melatih kompetensi siswa dalam melaksanakan kegiatan praktis yang mendekati keadaan yang sebenarnya.
2.    Metode bermain peran yang dirancang secara cermat dan mendekati kegiatan yang sebenarnya.
3.    Jika suasana pembelajaran dilakukan secara serius dan mampu menghadirkan suasana yang mendekati sebenarnya.
Kelemahan Metode Bermain Peran.
1.  Tidak semua guru menguasai kompetensi yang akan disimulasikan sehingga jika dipaksa menerapkan metode bermain peran, maka simulasi tidak mewakili kondisi nyata.
2.  Tidak semua guru memiliki kompetensi merancang kegiatan simulasi.
3.  Memerlukan persiapan dan penyiapan yang matang serta membutuhkan banyak waktu dan sumberdaya lainnya.
4.  Bisa terjadi demotivasi dalam diri siswa yang kurang berperan dalam kegiatan tersebut atau memainkan peran yang kurang disukainya.

10. Metode Eksperimen.
Yaitu teknik pembelajaran menggunakan proses yang terencana, dengan pemberian treatment (perlakuan) tertentu pada obyek serta kontrol terhadap terhadap variasi perubahan dan diikuti dengan pengamatan terhadap hasilnya, sehingga dapat menilai benar tidaknya suatu hipotesis.
Menurut Joseph Mbulu, 2001:58 Metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana siswa melakukan eksperimen (percobaan) dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar dengan metode eksperimen, siswa diberi pengalaman untuk mengalami sendiri tentang suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan tentang suatu objek keadaan. Dengan demikian siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari suatu kebenaran, mencari suatu data baru yang diperlukannya, mengolah sendiri, membuktikan suatu dalil atau hukum dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya itu.
Penggunaan teknik ini mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Melatih siswa untuk berpikir yang ilmiah (scientific thinking). Dengan eksperimen siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajarinya.
Apabila seseorang mencoba sesuatu yang belum diketahui hasilnya maka ia melakukan suatu eksperimen. Kualitas hasil suatu produksi dapat diselidiki dengan melakukan suatu eksperimen. Guru dapat menugaskan murid-murid untuk melakukan eksperimen sederhana, baik didalam kelas maupun diluar kelas. Untuk memudahkan pemahaman konsep-konsep teoristis yang disajikan, guru hendaknya menugaskan murid-murid untuk melakukan eksperimen. Sebuah eksperimen dapat dilakukan murid-murid untuk menguji hipotesis suatu masalah dan kemudian menarik kesimpulan. Dengan menggunakan metode eksperimen murid diharapkan :
6.    ikut aktif mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan belajar untuk dirinya.
7.     Murid belajar menguji hipotesis dan tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan, ia berlatih berpikir ilmiah dan
8.    mengenal berbagai alat untuk melakukan eksperimen dan memiliki keterampilan menggunakan alat-alat tersebut.
Agar pelaksanaan eksperimen dapat berjalan lancar maka :
1.    Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid
2.     Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan
3.     Perlu memperhitungkan tempat dan waktu
4.    Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid
5.     Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen
6.    Membagi kertas kerja kepada murid
7.     Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan
8.    Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.
Teknik eksperimen kerap kali digunakan karena memiliki keunggulan-keunggulan yaitu :
a. Dengan eksperimen siswa terlatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi segala masalah. Sehingga tidak mudah percaya kepada sesuatu yang belum pasti kebenarannya dan tidak mudah percaya pula kata orang, sebelum ia membuktikan kebenarannya.
b. Mereka lebih aktif berpikir dan berbuat, karena hal itulah yang sangat diharapkan dalam dunia pendidikan modern. Dimana siswa lebih banyak aktif belajar sendiri dengan bimbingan guru.
c. Siswa dalam melaksanakan proses eksperimen disamping memperoleh ilmu pengetahuan juga menemukan pengalaman praktis serta keterampilan dalam menggunakan alat percobaan.
d. Dengan eksperimen siswa membuktikan sendiri kebenaran suatu teori, sehingga akan mengubah sikap mereka yang tahayul, ialah peristiwa yang tidak masuk akal.
Pelaksanaan Metode Eksperimen
Bila siswa akan melaksanakan suatu eksperimen perlu memperhatikan prosedur sebagai berikut :
a. Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksperimen, mereka harus memahami masalah-masalah yang akan dibuktikan melalui eksperimen.
b. Kepada siswa perlu dijelaskan pula tentang alat-alat serta bahan-bahan yang akan digunakan dalam percobaan, agar tidak mengalami kegagalan siswa perlu mengetahui variabel yang harus dikontrol ketat, siswa juga perlu memperhatikan urutan yang akan ditempuh sewaktu eksperimen berlangsung.
c. Selama proses eksperimen berlangsung, guru harus mengawasi pekerjaan siswa. Bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen.
d. Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian siswa, mendiskusikannya dikelas dan mengevalusi dengan tes atau sekedar tanya jawab.
Dalam menggunakan metode eksperimen, agar memperoleh hasil yang diharapkan, terdapat beberapa langkah yang diharapkan, terdapat beberapa langkah yang harus diperhatikan yaitu :
1. Persiapan Eksperimen
Persiapan yang matang mutlak diperlukan, agar memperoleh hasil yang diharapkan, terdapat beberapa langkah yang harus diperhatikan yaitu :
a.  Menentapkan tujuan eksperimen
b. Mempersiapkan berbagai alat atau bahan yang diperlukan
c. Mempersiapkan tempat eksperimen
d. Mempertimbangkan jumlah siswa dengan alat atau bahan yang ada serta daya tampung eksperimen
e. Mempertimbangkan apakah dilaksanakan sekaligus (serentak seluruh siswa atau secara bergiliran)
f. Perhatikan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau menghindari risiko yang merugikan dan berbahagia.
g. Berikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan tahapa-tahapan yang harus dilakukan siswa, yang termasuk dilarang atau membahayakan.
2. Pelaksanaan Eksperimen
Setelah semua persiapan kegiatan selanjutnya adalah sebagai berikut:
a. Siswa memulai percobaan, pada saat siswa melakukan percobaan, guru mendekati untuk mengamati proses percobaan dan memberikan dorongan dan bantuan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi sehingga eksperimen tersebut dapat diselesaikan dan berhasil.
b. Selama eksperimen berlangsung, guru hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan sehingga apabila terjadi hal-hal yang menghambat dapat segera terselesaikan.
3. Tindak lanjut Eksperimen
Setelah eksperimen dilakukan, kegiatan-kegiatan selanjutnya adalah sebagai berikut:
a. Siswa mengumpulkan laporan eksperimen untuk diperiksa guru.
b. Mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen, memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan peralatan yang digunakan.
                   ( Sumber : Bacaan Materi PLPG)


D.    STRATEGI PEMBELAJARAN
  Strategi pembelajaran diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Strategy is a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal (J.R. David, 1976).
Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan, termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya dalam pembelajaran.
 Strategi pembelajaran adalah pencapaian tujuan atau hasil pembelajaran, atau kompetensi. Dalam hal ini, kompetensi menjadi roh dari implementasi suatu strategi.
Jenis-jenis strategi pembelajara
Strategi pembelajaran dapat dikelompokkan :
1.       Strategi pembelajaran penyampaian-penemuan (expocitory-inquiry learning)
2.       Strategi pembelajaran individual-kelompok (individualgroup learning).
3.       Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, dibedakan antara strategi pembelajaran deduktif dan induktif (deductive-inductive learning).
Strategi pembelajaran juga dikelompokkan menjadi :
1.    Strategi Pengolahan Informasi (Strategi Kognitif)
Strategi pengelolaan informasi pada dasarnya menitik beratkan pada cara-cara memperkuat dorongan internal manusia untuk memahami dunia dengan cara menggali dan mengorganisasikan data, merasakan adanya masalah dan mengupayakan jalan pemecahannya, serta mengembangkan bahasa (alat komunikasi) untuk mengungkapkannya. Strategi ini menawarkan pembelajaran yang memberikan kepada peserta didik sejumlah konsep, pembentukan konsep dan pengetesan hipotesis, serta pengembangan kemampuan kreatif. Strategi ini pada hakikatnya disengaja dirancang untuk memperkuat kemampuan intelektual umum.
2.     Strategi Personal (Strategi Afektif)
Strategi personal memusatkan perhatian pada pandangan pribadi dan berusaha menggalakkan kemandirian yang produktif, sehingga manusia menjadi semakin sadar diri dan bertanggung jawab atas tujuan hidupnya.
3.    Strategi Sosial
Harus disadari bahwa kerjasama merupakan salah satu fenomena kehidupan masyarakat, disamping adanya konflik sosial. Melalui kerja sama manusia dapat membangkitkan dan menghimpun tenaga secara bersama yang kemudian disebut “sinergi.” Strategi sosial ini dirancang untuk untuk memanfaatkan fenomena kerja sama.
Telah banyak model pembelajaran ini diteliti, dikembangkan, dan diterapkan oleh para ahli dan guru pendidikan ilmu-ilmu sosial, seperti cooperative reward, cooperative task structur, dan cooperative learning yang belakangan ini populer.
4.     Strategi Sistem Perilaku (Strategi Aksi)
Strategi sistem perilaku (behavioral system) secara akademik mendasarkan pada teori-teori belajar sosial. Strategi ini juga dikenal sebagai strategi modifikasi perilaku (behavioral modification), terapi perilaku (behavioral therapy), atau sibernetika (cybernetics). Dasar pemikiran dari strategi ini ialah sistem komunikasi yang mengoreksi sendiri (self-correcting communication system), yang memodifikasi perilaku dalam hubungannya dengan bagaimana tugas-tugas dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Dengan mendasarkan pada konsep “bagaimana seseorang memberikan respon terhadap tugas dan umpan balik”, para ahli psikologis, seperti Skinner (1953), telah mempelajari bagaimana mengorganisasikan struktur tugas dan umpan balik agar dapat memberikan kemudahan terhadap hilangnya rasa takut pada diri seseorang. Bagaimana belajar membaca dan menghitung. Bagaimana mengembangkan keterampilan atletik dan sosial. Bagaimana menghilangkan rasa cemas dan cara bersantai. Serta bagaimana mempelajari keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang perlu bagi seorang pilot dan astronot. Oleh sebab itu, strategi ini memusatkan perhatian pada perilaku yang terobservasi dan metode dan tugas yang diberikan dalam rangka mengkomunikasikan keberhasilan.
5.     strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir
Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada kemampuan berpikir siswa dengan pemberian pertanyaan-pertanyaan yang merangsang siswa untuk berpikir sehingga dapat menemukan konsep sendiri. Startegi pembelajaran ini merupakan salah satu strategi pembelajaran efektif dalam pencapaian tujuan belajar. Strategi ini dapat memaksimalkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, sehingga dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir cocok untuk materi pelajaran yang memiliki praktikum untuk memudahkan siswa memahami materi tersebut. Startegi ini bisa diterapkan di tingkat SD, SMP maupun SMA karena pelaksanaan startegi ini disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan peserta didik.
 Tahapan pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir
a.    Tahap Orientasi
Pada tahap ini guru dapat mengkondisikan siswa pada posisi siap melakukan pembelajaran. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan kegiatan yang dilakukan pada hari pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
b.    Tahapan Pelacakan
Pada tahap ini, guru melakukan penjajakan terhadap siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk merangsang kemampuan berpikir siswa.guru melakukan dialog dengan siswa bertujuan untuk menggali pengalaman siswa yang relevan terkait dengan materi yang akan dibahas.
c.    Tahap Konfrontasi
Tahap konfrontasi adalah tahapan penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa. Untuk merangsang peningkatan kemampuan siswa pada tahapan ini guru dapat memberikan persoalan-persoalan dilematis yang memerlukan jawaban atau jalan keluar. Persoalan yang diberikan sesuai dengan tema atau topic dan juga sesuai dengan kemampuan dasar atau pengalaman siswa seperti yang diperoleh pada tahap kedua. Pada tahap ini guru dapat mengembangkan dialog agar siswa benar-benar memahami persoalan yang harus dipecahkan, karena pemahaman terhadap masalah akan mendorong siswa untuk berpikir. Jadi keberhasilan tahap ini menjadi penentu tahap selanjutnya.

d.    Tahap Inkuiri
Merupakan tahapan penting dalam SPPKB, karena pada tahap ini siswa belajar perpikir yang sesungguhnya. Melalui tahapan inkuiri, siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Pada tahap ini guru harus memberikan ruang dan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan gagasan dalam upaya pemecahan persoalan. Melalui berbagai tehnik pertanyaan guru harus dapat menumbuhkan keberanian siswa agar mereka dapat menjelaskan, mengungkapkan, fakta sesuai dengan pengalamannya, memberikan argumentasi yang meyakinkan, mengembangkan gagasan, dan lain sebagainya.
e.    Tahap Akomodasi
Adalah tahapan pembentukan pengetahuan baru melalui proses penyimpulan. Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topic atau tema pembelajaran. Guru membimbing siswa agar dapat menyimpulkan apa yang mereka temukan dan mereka pahami sekitar topic yang dipermasalahkan. Tahap ini disebut juga sebagai  tahap pemantapan hasil belajar, karena pada tahap ini siswa diarahkan untuk mampu mengungkapkan kembali pembahasan yang dianggap penting dalam proses pembelajaran.

f.     Tahap Transfer
Pada tahap ini disajikan suatu masalah baru yang sepadan dengan masalah semula. Tahap transfer ini dimaksudkan sebagai tahapan agar siswa mampu mentransfer kemampuan berpikir  setiap siswa untuk memecahkan maasalah-masalah baru. Pada tahap ini guru memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan topic pembahasan.
   Kelebihan dan kelemahan SPPKB
a.      Kelebihan
1.    Bagi siswa
a)    Dapat meningkatkan prestasi dan hasil belajarnya
b)    Dapat memecahkan setiap masalah yang diberikan sesuai dengan taraf perkembangan anak
c)    Mampu mendiskripsikan hasil pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari.
d)    Mampu memberikan gagasan-gagasan atau ide-ide melalui kemampuan berbahasa secara verbal, sebab kemampuan berbicara juga merupakan salah satu kemampuan berpikir.
e)    Dapat meningkatkan rasa kebersamaan antara siswa yang satu dengan yang lain serta saling sharing dalam mendapatkan informasi.
2.    Bagi guru
a)    Salah satu strategi yang dapat membantu guru dalam meningkatkan prestasi dan hasil belajar siswa
b)    Dapat menciptakan susasana belajar yang menyenangkan dan tida membosankan.
b.      Kelemahan
1.    Bagi siswa
a)    Kesulitaan dalam mengeluarkan pendapat
b)    Adanya individu yang lebih menonjolkan diri
c)    Sering kali ada siswa yang kebingungan akibat kurangnya membaca referensi mengenai materi yang dipelajari pada saat praktikum
2.    Bagi guru
a)    Strategi ini lebih cocok untuk materi praktikum sehingga seorang guru memerlukan strategi lain dalam menyampaikan materi pembelajaran.
b)    Membutuhkan waktu yang relative banyak untuk kesempurnaan hasil pembelajaran.
6.    Strategi pembelajaran Ekssositori
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajran yang berorientasi kepada guru, dikatakan demikian sebab dalam strategi ini guru memegang peranan yang sangat penting atau dominan.

Dengan menggunakan strategi ekspositori terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan di dalam menggunakan strategi ini, yaitu:

v  Keunggulan / Kelebihan Strategi Ekspositori
1.     Dengan strategi pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, dengan demikian ia dapat mengetahui sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.
2.     Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
3.     Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).
4.     Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam strategi ekspositori ini dilakukan melalui metode ceramah, namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran. Karena itu sebelum strategi ini diterapkan terlebih dahulu guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur. Hal ini sangat penting untuk dipaham, karena tujuan yang spesifik memungkinkan untuk bisa mengontrol efektivitas penggunaan strategi pembelajaran.
v  Kelemahan Strategi Ekspositori
1.    Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik, untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan strategi yang lain.
2.    Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
3.    Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.
4.    Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi) dan kemampuan mengelola kelas, tanpa itu sudah pasti proses pembelajaran tidak mungkin berhasil.
5.    Oleh karena itu, gaya komunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah, maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa sangat terbatas pula. Di samping itu, komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa secara umum tidak ada satu strategi pembelajaran yang dianggap lebih baik dibandingkan dengan strategi pembelajaran yang lain, baik tidaknya suatu strategi pembelajaran isa dilihat dari efektif tidaknya strategi tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Pembelajaran inquiry adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristik, yang berasal dari bahasa Yunani yaitu heuriskein yang berarti “saya menemukan”.
Strategi
pembelajaran inquiry merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered approach). Dikatakan demikian karena dalam strategi ini siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa keunggulan dan kelemahan dari strategi pembelajaran inquiry, yaitu:

v  Keunggulan / Kelebihan Strategi Pembelajaran Inkuiri (Inquiry)

1.    Strategi pembelajaran inquiry merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
2.    Dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
3.    Strategi pembelajaran inquiry merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
4.    Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, artinya siswa yang memiliki kemampuan belajar baik tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.

v  Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri (Inquiry)

1.    Jika strategi pembelajaran inquiry sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit terkontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
2.    Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentuk dengan kebiasaan siswa dalam beljar.
3.    Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
4.    Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka strategi pembelajaran inquiry akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran inquiry ini menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung, peran siswa dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan membimbing siswa untuk belajar.
8.    Strategi Pembelajaran Problem Solving
Mengajar memecahkan masalah berbeda dengan penggunaan pemecahan masalah sebagai suatu strategi pembelajaran. Mengajar memecahkan masalah adalah mengajar bagaimana siswa memecahkan suatu persoalan, misalkan memecahkan soal-soal matematika. Sedangkan strategi pembelajaran pemecahan masalah adalah teknik untuk membantu siswa agar memahami dan menguasai materi pembelajaran dengan menggunakan strategi pemecahan masalah. Dengan demikian perbedaan keduanya terletak pada kedudukan pemecahan masalah itu. Mengajar memecahkan masalah berarti pemecahan masalah itu sebagai isi atau content  dari pelajaran, sedangkan pemecahan masalah adalah sebagai suatu strategi. Jadi, kedudukan pemecahan masalah hanya sebagai suatu alat saja untuk memahami materi pembelajaran. 

Ada beberapa ciri strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah:
1.     siswa bekerja secara individual atau bekerja dalam kelompok kecil;
2.     pembelajaran ditekankan kepada materi pelajaran yang mendukung persoalan-persoalan untuk dipecahkan dan lebih disukai persoalan yang banyak kemungkinan cara pemecahanya;
3.    siswa mnggunakan banyak pendekatan dalam belajar;
4.     hasil dari pemecahan maslah adalah tukar pendapat (sharing ) di antara semua siswa.
9.    Strategi Elaborasi
Strategi elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna. Dengan strategi elaborasi, pengkodean lebih mudah dilakukan dan lebih memberikan kepastian. Strategi elaborasi membantu pemindahan informasi baru dari memori di otak yang bersifat jangka pendek ke jangka panjang dengan menciptakan hubungan dan gabungan antara informasi baru dengan yang pernah ada.  Beberapa bentuk strategi elaborasi adalah pembuatan catatan, analogi, dan PQ4R. Pembuatan catatan adalah strategi belajar yang menggabungkan antara informasi yang dipunyai sebelumnya dengan informasi baru yang didapat melalui proses mencatat. Dengan mencatat, siswa dapat menuangkan ide baru dari percampuran dua informasi itu.  Analogi merupakan cara belajar dengan pembandingan yang dibuat untuk menunjukkan persamaan antara ciri pokok benda atau ide, misalnya otak kiri mirip dengan komputer yang menerima dan menyimpan informasi.  P4QR merupakan strategi yang digunakan untuk membantu siswa mengingat apa yang mereka baca. P4QR singkatan dar Preview (membaca selintas dengan cepat), Question (bertanya), dan 4R singkatan dari read, reflect, recite, dan review atau membaca, merefleksi, menanyakan pada diri sendiri, dan mengulang secara menyeluruh. Strategi PQ4R merupakan strategi belajar elaborasi yang terbukti efektif dalam membantu siswa menghafal informasi bacaan.  







DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu Dan Tri Prasetya, Joko, Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia, 2005.
Arikunto, Suharsimi. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Berg, Euwe Vd. (1991). Miskonsepsi bahasa Indonesia dan Remidi Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.
Gulo, W., Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Gramedia, 2002.

Hamalik, Oemar, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, cet. II. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003.

Jamarah, Syaiful Bahri Dan Zain, Aswan, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 1996.


[1] W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Gramedia, 2002), 12.
[2] Ibid., 13.
[3] Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, cet. II (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), 14.
[4] W. Gulo, Strategi..., 115-122.
[5] Abu Ahmadi Dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 21-22.
[6] Syaiful Bahri Jamarah Dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 207-208.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makasih Udah Kunjungi Blog Saya :)
"Smoga Postting ini Bermanfaat"