PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN STAD DENGAN MEDIA TTS
TERHADAP KEMAMPUAN
BERPIKIR KREATIF
DAN
HASIL BELAJAR KIMIA
Mirfan, Suryati, Hairun Nikmah
Program Studi Pendidikan Kimia,
FPMIPA, IKIP Mataram
Secretariat: Jln. Pemuda No. 59 A Mataram
email: mirfan_chemistry@yahoo.com
ABSTRACT
MIRFAN: The Effect of STAD Learning Model with Cross Puzzle
Media toward Students’ Creative Thinking and Achievement in Learning Physics. (Supervised by Suryati and Hairun Nikmah).
The research aimed at
finding out the effect of STAD learning with cross puzzle media toward
Students’ Creative thinking and achievement in learning physics. The research
used quasi experimental with posttest-only non-equivalent control group design.
The sample of the research was two classes namely experimental and contro
groups. Experimental was treated by using STAD with cross puzzle media and
control was treated by using STAD. The sample was taken by using probability
random sampling technique. The data gathering used observation seat to get
students creative thinking and test in multiple-choice items to get students
achievement in learning. The data analysis was used SPSS 16 for windows. Based
on the data analysis was gotten that 1). Students’ creative thinking tough by
using STAD with TTS was higher than students tough by using STAD (79,69% >
73,44%)., 2). Students cognitive achievement that tough by using STAD with TTS
was higher than student tough by using STAD (74,44% > 69,33%). So that way, alternative
hypothesis was accepted and null hypothesis rejected. Therefore, it tool
conclusion that there was significant affect of STAD with TTS learning model
toward Students’ Creative thinking and achievement in learning physics.
Key
Words: STAD Learning Model, Cross Puzzle Media,
Creative Thinking and Achievement.
ABSTRAK
Materi tatanama senyawa memiliki
karakteristik yang bersifat simbolik. Oleh karena itu, untuk dapat memahami konsep-konsepnya dituntut untuk terampil dalam memahami aturan-aturan
penamaan dalam materi tersebut dengan tepat dan benar.
Model pembelajaran STAD dengan media TTS merupakan salah satu alternatif untuk
mempermudah dalam memahami konsep-konsep materi tersebut. Dengan menggunakan
model pembelajaran STAD dapat membantu meningkatkan kelancaran dalam proses pembelajaran dan
dengan adanya media TTS dapat meningkatkan motivasi, kerjasama serta merangsang
kemampuan berpikir kreatif siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh model pembelajaran STAD dengan media TTS terhadap kemampuan berpikir
kreatif dan hasil belajar kimia. Penelitian ini
menggunakan metode eksperimen, jenis quasi ekspereimen dengan desain penelitian
“Posttest-only Nonequivalent Control Group Desain”. Sampel
terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas eksperimen (pembelajaran STAD dengan media
TTS) dan kelas kontrol (pembelajaran STAD) yang dipilih dengan teknik sampling jenuh. Pengambilan data
menggunakan lembar observasi untuk kemampuan berpkir kreatif dan hasil belajar
menggunakan tes dalam bentuk pilihan ganda. Teknik analisis data untuk
pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-U dengan bantuan SPSS 16.for windows. Hasil penelitian didapatkan
nilai signifikan (2,361) >
signifikan α (0,05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kemampuan berpikir kreatif siswa dengan
pembelajaran STAD dan media TTS (79,69%)
lebih baik dibandingkan pembelajaran STAD saja (73,44%)., (2) Penerapan
model pembelajaran STAD dengan Media TTS tidak berpengaruh secara positif
terhadap hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Hal ini dibuktikan dari hasil
hipotesis yaitu nilai signifikan (2,361) > 0,05, namun nilai rata-rata untuk kelas
eksperimen (74,44) lebih baik dari nilai
rata-rata kelas kontrol (69,33).
Kata Kunci: Model pembelajaran
STAD, Media TTS, Berpikir Kreatif, dan Hasil Belajar.
A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang harus
selalu ditingkatkan kualitasnya. Terkait dengan itu pemerintah melakukan
berbagai upaya dalam memperbaiki maupun meningkatkan mutu pendidikan antara
lain dengan pembaharuan metode mengajar maupun pembaharuan kurikulum. Pada
Tahun 2013 muncul kebijakan baru di bidang kurikulum yang merupakan
penyempurnaan dari kurikulum 2006 yakni kurikulum 2013. Pengembangan kurikulum 2013 adalah untuk mendapatkan insan
Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan
sikap (tahu mengapa) keterampilan (tahu bagaimana) dan pengetahuan (tahu apa)
yang terintegrasi. Terkait dengan penerapan Kurikulum 2013, seorang guru tidak
hanya dituntut untuk penguasaan materi dalam kurikulum saja, namun juga harus
memiliki kemampuan dalam mengelola pembelajaran yang bermutu sehingga dapat
menyajikan pembelajaran yang menarik, kreatif, menantang, dan menyenangkan bagi
siswa (Herwanti, 2013).
Pelaksanaan kurikulum 2013 merupakan
sesuatu yang baru bagi guru, tak terkecuali guru IPA. Kimia
merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai
karakteristik sama dengan IPA. Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang
tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta,
konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses
(kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar
kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk
(BSNP, 2006).
Ilmu kimia dapat dipahami
melalui tiga aspek representasi kimia yaitu
aspek makroskopik,
mikroskopik, dan simbolik.
Oleh karena itu, untuk dapat memahami suatu konsep kimia yang
utuh, maka ketiga aspek representasi kimia tersebut harus diberikan atau disampaikan
dalam proses pembelajaran secara terintegrasi dan proporsional (Jefriadi,
2013). Materi tata nama senyawa termasuk dalam level simbolik. Adanya karakteristik yang
simbolik dari materi tatanama senyawa ini menuntut siswa untuk terampil dalam memahami aturan-aturan penamaan dalam materi
tersebut dengan tepat dan benar, hal ini menjadikan siswa beranggapan bahwa
materi tersebut merupan materi yang sulit dipahami terutama pada konsep-konsep
seperti pemberian nama senyawa yang mempunyai biloks lebih dari satu seperti unsur Fe dan
Cr.
Berdasarkan hasil observasi awal di kelas X di SMAN 1 Sukamulia, memang dalam proses belajar mengajar
guru sudah menerapkan metode pembelajaran yang melibatkan siswa berdiskusi
secara berkelompok, namun strategi yang digunakan masih belum tepat sehingga
siswa kurang aktif dalam berdiskusi, bahkan masih banyak siswa yang tidak
mendengarkan penjelasan materi yang disampaikan guru karena tidak tertarik
dengan motode pembelajaran yang digunakan oleh guru mereka. Sehingga menyebabkan
siswa menjadi pasif dan tidak mampu mengeluarkan ide-ide yang terkait dengan
materi yang dipelajari. Akibatnya, hasil serta aktivitas belajar siswa menjadi
rendah.
Berdasarkan permasalahan tersebut, guru harus terampil dalam menentukan metode yang sesuai,
sehingga dapat meningkatkan semangat belajar siswa serta menciptakan situasi
dan kondisi kelas yang aktif serta kondusif agar proses belajar mengajar dapat
berlangsung sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Melihat
permasalahan tersebut, peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran STAD yang
merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan
interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal (Isjoni, 2010).
Pada model pembelajaran STAD, langkah guru menyusun dan
mengembangkan konsep materi sebelum pembelajaran dimulai merupakan langkah baik
dan cukup tepat untuk dapat mendukung kelancaran proses pembelajaran. Di
samping itu, dengan adanya
kuis individu dalam langkah pembelajaran STAD menuntut pemahaman materi secara mandiri, dan dengan
adanya penghargaan menjadikan siswa lebih termotivasi untuk belajar. Agar hasil yang
diperoleh dalam pembelajaran STAD lebih optimal perlu adanya penunjang untuk mempermudah proses pembelajaran yaitu berupa media teka-teki silang (TTS).
Teka-teki silang (TTS) adalah susunan kotak-kotak
yang diberi nomor yang diisi dengan kata-kata, setiap kotak diisi satu huruf
sehingga membentuk suatu kata yang ditempatkan secara horisontal maupun
vertikal. Penggunaan teka teki silang dalam pembelajaran ini akan mengurangi
rasa jenuh yang dialami siswa ketika terlibat dalam proses belajar mengajar
karena siswa akan merasakan suasana yang berbeda ketika belajar. Selain itu
keuntungan penggunaan media TTS antara lain: 1) dapat meningkatkan motivasi
siswa dalam menjawab soal karena terdapat unsur permainan, 2) meningkatkan
kerjasama yang sehat antar siswa, 3) merangsang siswa untuk berpikir kritis dan
kreatif, 4) memacu siswa untuk lebih teliti dalam mengerjakan soal (Sugiharti,
2013).
Materi tatanama senyawa cocok dibelajarkan dengan model
pembelajaran STAD dengan media TTS karena dalam pembelajarannya materi tatanama
senyawa membutuhkan pemahaman konsep yang tepat seperti pemahaman tentang
penamaan penamaan senyawa yang memiliki biloks lebih dari satu, sangat sesuai jika dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran STAD yang menitik
beratkan proses pembelajaran pada kerjasama antar siswa dalam kelompok yang
heterogen sehingga memungkinkan terjadinya transfer ilmu antar siswa, dan membuat
belajar menjadi lebih mudah serta pemahaman tentang penamaan senyawa menjadi
mudah di mengerti oleh siswa. Karena materi tata nama senyawa sebagian besar terbatas pada
hafalan-hafalan dan pemberian nama-nama suatu senyawa, maka dalam mempelajarinya dapat
digunakan media TTS yang berupa susunan
kotak-kotak yang diisi dengan kata-kata, dimana setiap kotak diisi satu huruf
sehingga membentuk suatu kata yang ditempatkan secara “mendatar” dan “menurun”
sehingga siswa lebih tertarik, aktif, kreatif, dan bersemangat dalam belajar.
Berdasarkan uraian di atas, diduga bahwa penggunaan model pembelajaran STAD dengan
media TTS dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif dan meningkatkan hasil
belajar siswa.
B. KAJIAN LITERATUR
Pembelajaran Kreatif yaitu
pembelajaran yang mendorong siswa untuk melakukan proses pembelajaran yang
kreatif. Pembelajaran kreatif yaitu pembelajaran yang membangun kreatifitas
peserta didik dalam berinteraksi dengan lingkungan, bahan ajar dan sesama
peserta didik, utamanya dalam menghadapi tantangan atau tugas yang harus
diselesaikan dalam pembelajaran (Yuliani, 2013). Pelaksanaan pembelajaran kreatif dapat
dilakukan dengan pemecahan masalah, curah pendapat, belajar dengan melakukan
(learning by doing), menggunakan banyak metode yang disesuaikan dengan konteks,
kerja kelompok.
Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif
yang di dalamnya terdiri dari beberapa kelompok kecil siswa dengan level
kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja sama untuk menyelesaikan
tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara akademik, siswa juga dikelompokkan
secara beragam berdasarkan gender, ras, dan etnis (Huda, 2013). STAD
terdiri atas lima komponen utama: presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan
pemberian penghargaan kelompok (Slavin, 2005).
Agar hasil yang diperoleh dalam pembelajaran STAD lebih
optimal perlu adanya penunjang berupa media pembelajaran, media yang digunakan
harus dapat membuat siswa menjadi lebih aktif, motivasi serta mengurangi rasa jenuh pada siswa, dalam penelitian
ini media yang digunakan adalah media teka-teki silang (TTS). Teka-teki silang (TTS) adalah susunan
kotak-kotak yang diberi nomor yang diisi dengan kata-kata, setiap kotak diisi
satu huruf sehingga membentuk suatu kata yang ditempatkan secara “mendatar” dan
“menurun”. Penggunaan teka teki silang dalam pembelajaran ini akan mengurangi
rasa jenuh yang dialami siswa ketika terlibat dalam proses belajar mengajar
karena siswa akan merasakan suasana yang berbeda ketika belajar.Selain itu mengisi teka-teki silang atau biasa disebut dengan TTS memang
sungguh sangat mengasikan, selain juga berguna untuk mengingat kosakata yang
populer, selain itu juga berguna untuk pengetahuan kita yang bersifat umum
dengan cara santai. Melihat karakteristik TTS yang
santai dan lebih mengedepankan persamaan dan perbedaan kata, maka sangat sesuai
kalau misalnya dipergunakan sebagai sarana peserta didik untuk latihan dikelas
yang diberikan oleh guru yang tidak monoton hanya berupa pertanyaan-pertanyaan
baku saja (Hidayati, 2012).
Penggabungan model pembelajaran STAD dengan media TTS
dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan motivasi belajar siswa serta
mempengaruhi proses belajar siswa. Penggunaan media teka-teki silang sebagai
media belajar yang diterapkan sesuai dengan langkah-langkah dari model
pembelajaran STAD. Pada model
pembelajaran STAD langkah guru menyusun dan mengembangkan konsep materi sebelum
pembelajaran dimulai merupakan langkah baik dan cukup tepat untuk dapat
mendukung kelancaran proses pembelajaran. Di samping itu dengan adanya kuis
individu menuntut pemahaman materi secara mandiri, karena keberhasilan kelompok
bergantung pada skor tiap anggotanya, dan dengan adanya penghargaan menjadikan
siswa lebih termotivasi untuk belajar (Sugiharti, 2013).
TTS diberikan sebagai bahan diskusi pada
kegiatan inti dalam model pembelajaran STAD merupakan salah satu kegiatan
mengisi ruang-ruang kosong (berbentuk kotak-kotak) dengan huruf-huruf sehingga
membentuk sebuah kata berdasarkan petunjuk atau pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.
Petunjuk dalam pengisian TTS biasanya dibagi kedalam kategori “mendatar” dan
“menurun”. Mengisi teka-teki silang atau biasa
disebut dengan TTS memang sungguh sangat mengasikan, selain juga berguna untuk
mengingat kosakata yang populer, selain itu juga berguna untuk pengetahuan kita
yang bersifat umum dengan cara santai. Maka sangat sesuai kalau dipergunakan sebagai sarana peserta didik
untuk latihan dikelas yang diberikan oleh guru yang tidak monoton hanya berupa
pertanyaan-pertanyaan baku saja. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam
menjawab soal karena terdapat unsur permainan, meningkatkan kerjasama yang
sehat antar siswa, merangsang siswa untuk berpikir kritis dan kreatif serta
memacu siswa untuk lebih teliti dalam mengerjakan soal sehingga dapat
menigkatkan kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar siswa (Hidayati, 2012).
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN
1 Sukamulia, Desa Sukamulia Timur Kecamatan Sukamulia Kabupaten
Lombok Timur, Jalan
AMD Sukamulia Telp. (0376) 21366. Pada siswa kelas X Semester II (genap) Tahun
Pelajaran 2013/2014, yaitu mulai Bulan April sampai Mei Tahun 2014.
Penelitian ini menggunakan
metode Eksperimental jenis Quasi
Eksperimental, dengan desain ”Posttest-only Nonequivalent
Control Group Desain”.
desain penelitian dipaparkan pada tabel 1.
Tabel 1. Desain Penelitian
Kelas
|
Perlakuan
|
Post-test
|
E
|
X
|
O1
|
K
|
Y
|
O1
|
Keterangan:
E : Kelas
eksperimen
K : Kelas
control
X
: Perlakuan (model pembelajaran STAD
dengan media TTS
Y : Perlakuan dengan model
pembelajaran STAD.
O1 : Posttest yang diberikan pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas X IPA SMAN 1 Sukamulia tahun
pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari 2 kelas dengan jumlah seluruh siswa 52
orang siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
Sampling Jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila
semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono,
2012). Sampel penelitian
yaitu X IPA1 sebagai
kelas kontrol (model pembelajaran STAD) dan kelas X IPA2 sebagai kelas
eksperimen (model
pembelajaran STAD dengan media TTS). Variabel dalam penelitian ada 2 macam yaitu: a)
variabel terikat yaitu kemampuan
berpikir kreatif dan hasil belajar , b)
variabel bebas yaitu model
pembelajaran STAD dengan media TTS.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan: 1) instrumen tes, dilakukan
untukmengukur hasil belajar kognitif, dalam penelitian digunakan bentuk tes
obyektif (pilihan ganda), dan 2) lembar observasi, digunakan jenis lembar
observasi nonpartisipan untuk
mendapatkan data hasil belajar afektif serta kemampuan berpikir kreatif.
Sebelum digunakan untuk
pengambilan data, maka instrument untuk mengukur hasil belajar kognitif terlebih dahulu diuji cobakan, hal ini dimaksudkan untuk memperoleh soal tes yang layak.
instrument dikatakan layak apabila memenuhi validitas, reliabilitas, tingkat
kesukaran, daya pembeda. 1) Uji validitas, penentuanvaliditas tes menggunakan Corrected Item- Total Correlation, setelah dilakukan uji coba, dari 40 soal,21 soal valid 2) Uji releabilitas, digunakan Cronbach's Alpha, hasil uji coba reliabilitas, instrument dinyatakan reliabel dengan
kriteria tinggi (0,871), 3) Uji tingkat kesukaran, ditentukan atas
banyaknya siswa yang menjawab benar butir soal disbanding jumlah seluruh siswa
yang mengikuti tes, seelah dilakukan uji coba, dari 40 soal, 6 soal
mudah, 27 soal sedang dan 7 soal yang sukar, 4) Uji daya pembeda suatu item, ditentukan dari
proporsi test kelompok atas yang dapat menjawab dengan benar butir item yang
bersangkutan dikurangi proporsi test kelompok bawahyang dapat menjawab dengan
benar butir item tersebut, setelah dilakukan uji coba, dari 40 soal, 7 soal
jelek, 13 cukup, 19 soal baik dan 1 soal dengan kategori baik sekali. Sehingga berdasarkan uji coba yang dilakukan,
diperoleh 21 soal yang layak digunakan untuk postest dalam mengukur hasil
belajar kognitif.
Sebelum uji hipotesis, dilakukan
uji proporsional analisis yaitu uji normalitas yang digunakan kolmogrorov smirnov dan uji homogenitas adalah Levene’s Tes of equality of
Variance’s. Pengujian hipotesis menggunakan Kolmogorov-Smirnov Z.
D. HASIL DAN
PEMBAHASAN
Data
yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi kemampuan berpikir kreatif siswa, hasil belajar
afektif dan kognitif siswa.
1. Data
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Data kemampuan berpikir berpikir kreatif
siswa diperoleh dari hasil observasi oleh observer dengan mengisi lembar observasi yang telah dirancang
sebelumnya tentang berpikir kreatif siswa
selama proses pembelajaran.
Secara singkat hasil yang diperoleh untuk aktifitas kemampuan berpikir
siswa dipaparkan pada tabel 2 dan gambar 1.
Tabel 2. Perbandingan
Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kreatif
X
IPA2 (Eksperimen)
|
X IPA1 (Kontrol)
|
||
Pertemuan
|
Pertemuan
|
||
I
|
II
|
I
|
II
|
60,00%
(Cukup
Kreatif)
|
61,25%
(Kreatif)
|
58,75%
(Cukup Kreatif)
|
60,00%
(Cukup Kreatif)
|
Gambar
1.
Perbandingan % Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa
2. Data
Hasil Beelajar Afektif Kelas
Data hasil belajar afektif siswa
merupakan data seluruh aktivitas siswa dari awal hingga akhir pada saat proses
pembelajaran. Secara singkat hasil yang diperoleh untuk penilaian afektif kelas
dipaparkan pada tabel 3 dan gambar 2.
Tabel
3. Hasil Belajar Afektif Kelas
X IPA2 (Eksperimen)
|
X IPA1 (Kontrol)
|
||
Pertemuan
|
Pertemuan
|
||
I
|
II
|
I
|
II
|
62,50
(Baik)
|
65
(Baik)
|
60
(Baik)
|
60
(Baik)
|
Gambar 2.
Gambar 2. Perbandingan Afektif Kelas
3.
Data
Hasil Belajar Kognitif Siswa
Hasil belajar
kognitif (post-tes) kelas eksperimen yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran STAD dengan media TTS dan hasil post-test kelas kontrol yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran STAD saja, dipaparkan pada tabel 4 dan
gambar 3.
Tabel
4. Data Hasil Post-test Siswa Kelas
Eksperimen dan Kontrol
Kategori
|
Kelas
X IPA2
(Eksperimen)
|
Kelas
X IPA1 (Kontrol)
|
Nilai
Tertinggi
|
95.23
|
85.71
|
Nilai
Terendah
|
47.62
|
38.10
|
Rata-rata
|
74,44
|
69,33
|
Jumlah
siswa yang tuntas
|
13
|
13
|
Jumlah
siswa yang tidak tuntas
|
11
|
12
|
%
ketuntasan
|
54,17%
|
52,00%
|
Gambar 3. Perbandingan Hasil Belajar Siswa
Hasil
belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki ketuntasan
klasikal pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 54,17% dan 52,00%, ketuntasan ini termasuk kategori yang rendah dengan KKM 75. Ketuntasan klasikal yang rendah ini menunjukan
bahwa pemahaman siswa
dikelas masih belum maksimal. Akan tetapi, Secara
signifikan hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen lebih baik
dibandingkan dengan siswa kelas kontrol. Dengan demikian, penggunaan model
pembelajaran STAD dengan menggunakan media TTS berpengaruh secara signifikan
terhadap hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Hal ini sesuai dengan
teorinya, bahwa pembelajaran STAD dapat memperlancar proses pembelajaran dan
lebih mengaktifkan siswa (Isjoni, 2010). Disamping itu, media TTS yang
digunakan juga berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar kognitif
siswa, serta dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
seperti: ketelitian dalam menjawab soal, serius dalam berdiskusi dan semangat
dalam belajar.
Berdasakan uji-Z dimana hasilnya
nenunjukkan bahwa secara statistik
model pembelajaran STAD dengan Media TTS tidak memberi pengaruh terhasil hasil
belajar kognitif siswa, hal ini ditunjukkan melalui hasil analisis hipotesis,
dimana signifikan (2,361) >
0,05, sehingga dapat disimpulkam bahwa model pembelajaran STAD dengan media TTS
tidak berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, hasil belajar dalam hal ini
adalah nilai yang diporeh setelah diberikan perlakuan. Proses
belajar berbanding lurus dengan hasil
belajar siswa, hal ini dapat
dilihat dalam penelitian ini. Oleh karena itu, setiap guru perlu memperhatikan
pendekatan, strategi dan media pembelajaran yang digunakan sehingga tidak
menimbulkan kejenuhan dan suasana belajar yang membosankan dalam proses
belajar, sehingga pada akhirnya
akan berdampak pada
hasil belajar siswa.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat
disimpulkan bahwa: 1) Kemampuan berpikir kreatif
siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran STAD dengan media TTS lebih baik dibandingkan dengan siswa
yang dibelajarkan dengan model pembelajaran STAD saja. Hal ini dibuktikan dari
skor presentasi kelas eksperimen yaitu 79,69%
sedangkan kelas kontrol 73,44 % dengan kategori kreatif, 2) Penerapan model pembelajaran STAD dengan Media TTS
tidak berpengaruh secara positif terhadap hasil belajar siswa pada ranah
kognitif. Hal ini dibuktikan dari hasil hipotesis yaitu nilai signifikan
(2,361) > 0,05, namun nilai rata-rata untuk
kelas eksperimen yaitu 74,44 dengan ketuntasan klasikal 54,17% lebih baik dari
nilai rata-rata kelas kontrol yaitu 69,33 dengan ketuntasan klasikal 52%. Sedangkan untuk hasil belajar siswa pada ranah afektif
menunjukkan hasil yang positif. Dimana kelas eksperimen lebih
baik dibandingkan dengan kelas kontrol, hal ini dibuktikan oleh skor afektif
kelas eksperimen yaitu 78,90 lebih tinggi dari skor kelas kontrol yaitu 75,00
dengan kategori baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Anonim
Hermawanti, K.
2013. Belajar IPA Menurut Kurikulum 2013.
Jurnal
Program
Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang.
Hidayati, N. 2012. Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Student Team
Achievement Division (STAD) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Prestasi
Belajar Kimia Pada Materi Pokok Kesetimbangan Kimia Siswa Kelas XI Man Klaten
Tahun Pelajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 2 No.
2 Tahun 2013. Universitas Sebelas Maret
Huda, M. 2013. Model-Model
Pengajaran Dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Isjoni. 2010. Cooperative Learning.
Bandung: Alfabeta.
Robert, Slavin. 2005. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.
Sugiharti, S. 2013. Studi Komparasi Penggunaan
Media TTS Dan LKS Pada Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Divisions (STAD) Pada Materi Pokok
Sistem Periodik Unsur Kelas X Semester Gasal SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun
Pelajaran 2012/2013. Jurnal
Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 2 No. 1 Tahun 2013. Universitas Sebelas Maret.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian
(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Yuliani, Tri Wahyu. 2013. Implementasi Model Pembelajaran
Kreatif Untuk Meningkatkan Kreativitas Dalam Pembuatan Lenan Rumah Tangga Mata
Pelajaran Ketrampilan Tata Busana Pada Siswa Kelas XI SMA N 1 Patuk Wonosari. Jurnal. Diakses pada tanggal 8 Januari
2014.